Amera menyambut pagi yang indah dengan senyum yang terus mengembang, entah mengapa hatinya seakan dipenuhi oleh banyak sekali kebahagiaan. Apakah, sebuah pertanda di mana hari ini dirinya akan melepaskan status jandanya dan menikah dengan sang adik ipar.
Andre merupakan pemuda yang amat sempurna dan terkadang membuat Amera merasa begitu canggung, setiap kali mereka bertemu. Namun, sebentar lagi keduanya akan menjalin sebuah hubungan yang lebih erat dari sekedar adik dan kakak ipar saja."Wah, ada yang sedang bahagia?"Amera menatap ke arah pintu di mana asal suara tadi, ternyata wanita paruh baya yang telah ia anggap seperti ibu sendiri.Wanita itu menghampirinya dan memegang bahu Amera yang kini tengah mengenakan kebaya putih yang dulu pernah ia kenakan ketika menikah dengan Rudy."Kamu cantik, Amera. Ibu senang melihatnya," kata Bu Tini sampai meneteskan air mata. Sejak Amera kecil, wanita paruh baya itu mendampingi keluarga Amera dan begitu banyak hal yang terjadi. Ia merupakan saksi bisu dari semua itu."Terimakasih, Bu. Semoga saja, apa yang aku lakukan ini adalah hal terbaik," balas Amera. Ada sebuah doa dan harapan yang Amera panjatkan kepada Sang Kuasa, agar apa yang ia lakukan ini menjadi ladang pahala untuk nantinya.Setelah bersiap-siap, Amera, Kejora dan Bu Tini segera menuju ke rumah Andre. Sesuai dengan pesan yang pemuda itu kirim sebelumnya, bahwa ada sedikit perbuahan rencana.Awalnya mereka akan melangsungkan ijab kobul di rumah Amera, tapi pagi ini Andre merubahnya dan meminta agar Amera ke rumah Mama Rossa.Ketika di dalam mobil, Amera merasa tidak tenang dan begitu gelisah. Seakan ada sesuatu yang tengah terjadi, Bu Tini yang melihat kegelisaan Amera berusaha menguatkan dengan cara memegangi lengan Amera yang sudah ia anggap seperti anak sendiri."Bu, aku merasa tidak enak hati. Kenapa, ya?" keluh Amera setelah sekian lama terdiam. Mobil yang tengah ia kendarai kini memasuki halaman rumah Mama Rossa. Semakin ke sini, perasaan Amera tidak nyaman. Bu Tini berusaha kembali menguatkan Amera."Banyak-banyak mengingat Tuhan, Nak. Mungkin perasaan yang tengah Nak Amera rasakan adalah cara setan untuk membatalkan niat baik kita."Amera tersenyum dan mengangguk kecil, untung masih ada Bu Tini dan Kejora sebagai penguatnya. Setelah memakirkan mobil, Amera memantapkan hati dengan terus berdoa kepada Sang Pencipta.Benar apa yang dikatakan oleh Bu Tini, bahwa niat baik yang mereka miliki tengah mendapatkan ujian. Amera melihat keadaan rumah yang begitu sepi, seolah memberikan pertanda buruk.Di mana keberadaan Andre saat ini? Berkali-kali Amera mencoba menghubungi pemuda itu, tetap saja tidak bisa. Hingga Bu Tini mengajak Amera untuk masuk ke rumah Mama Rossa terlebih dahulu."Mungkin, Nak Andre sudah menunggu kita di dalam. Ayo kita masuk."Seraya mengandeng tangan Kejora, Bu Tini berlalu terlebih dulu. Sedangkan Amera merasa ada yang tidak beres.Benar saja, setelah masuk ke dalam. Keadaan rumah itu begitu sepi, hingga mereka sudah berada di dalam dan mendapati Mama Rossa yang tengah duduk di ruangan tamu seraya menyesap secangkir teh."Ternyata tamu tidak diinginkan sudah datang?" nada Mama Rossa berbicara membuat hati Amera memanas, namun sebisa mungkin ia menahan diri untuk tidak terpancing.Bu Tini mencekram erat tangan Amera, merasa tidak nyaman dengan apa yang baru saja diucapkan oleh Mama Rossa yang selalu arogan.Namun, Mama Rossa tidak puas kalau hanya sekali menyudutkan Amera. Wanita itu meletakan cangkirnya dan menatap ke arah mantan menantunya itu dengan sorot mencemooh."Kamu sudah tahu, bukan? Arah pintu keluar di mana?""Oma, kenapa Bun?" Pertanyaan polos Kejora membuat suasana di dalam ruangan itu menjadi semakin mencekam.Amera membuang nafas panjang, menghadapi Mama Rossa harus dengan elegan. Dirinya tidak boleh sama arogannya dengan wanita itu."Ma, di mana Andre?" tanya Amera kemudian.Mama Rossa hanya menganggkat bahunya, menyatakan ketidak–perdulian. Hal itu membuat Amera merasa panas.Bu Tini mengajak Amera untuk segera meninggalkan ruangan itu, sebab semakin lama mereka di sana yang ada hanya rasa sesak.Setelah meninggalkan Mama Rossa sendirian, mereka memilih untuk mencari Andre ke kamarnya. Selama tinggal di rumah ini, Amera sudah begitu kenal dengan seluk-beluk rumah tersebut.Namun, di saat mereka sudah berada di ambang pintu kamar Andre. Tiba-tiba saja ada keraguan yang Amera rasakan, seolah ada sesuatu yang buruk akan terjadi."Nak Amera, kenapa?" tanya Bu Tini yang membuat Amera tersadar dan menggeleng pelan seraya memutar kenopi pintu, setelah beberapa kali mengetuknya pelan sampai pintu tersebut mulai terbuka lebar.Amera masih memanggil-manggil nama Andre, tapi anehnya tidak ada jawaban sama sekali sampai langkah Amera semakin masuk dan mendapati sebuah pemandangan yang begitu mengejutkan."Andre!" teriak Amera dengan suara yang bergetar. Untung ia segera tersadar, bahwa masih ada Kejora di sana dan meminta Bu Tini untuk membawa putrinya keluar.Bu Tini yang sama syoknya dengan Amera ikut tersadar dan meninggalkan Amera yang menahan amarah dan juga tangisnya.Malang memang nasib yang Amera timpa saat ini, dengan sekuat hati dan tenanganya ia menarik selimut yang menutupi kedua makhluk yang tengah terlelap dengan nyaman itu."Andre!" teriak Amera lebih keras dan melihat keadaan calon suaminya yang tengah memeluk wanita lain. Hati Amera hancur seperti kaca yang pecah dan berantakan. Bagiamana Andre bisa melakukan hal semenjijikan ini di saat kemarin adik iparnya itu melamarnya.Karena tidak tahan lagi, Amera mengambil gelas yang ada di atas nakas lalu menyiramkan sisa air yang ada di gelas tersebut ke wajah Andre dan wanita yang berada di samping adik iparnya itu sampai kedua orang itu terbangun."Mbak Amera?" gumam Andre terkejut dan mengusap wajahnya yang basah dan berusaha mengingat kembali apa yang sudah terjadi sejak semalam.Amera tersenyum sinis menatap ke arah Andre, dengan kalimat yang tajam ia menyudutkan adik iparnya itu."Sepertinya malam pertamamu sudah terjadi ya, Dek?"Andre terdiam sejenak sampai ia mengedarkan penglihatannya dan mendapati sosok wanita lain berada di sampingnya."Kamu!" pekik Andre terkejut seraya menujuk wajah wanita itu yang kini mulai terisak. Keadaan macam apa yang tengah terjadi, di saat Andre masih dalam keadaan syok Amera sudah berlalu begitu saja.Melihat kepergian Amera, Andre berusaha untuk mengejar kakak iparnya itu. Namun, ia tersadar dengan kondisi tubuhnya yang ternyata polos tanpa busana.Andre menjambak rambutnya dengan kasar dan menatap nyalang ke arah wanita yang masih berada di atas ranjang."Apa yang kamu lakukan? Hah!" bentak Andre.Di saat Amera berniat untuk melarikan diri, tiba-tiba saja pergelangan tangannya dicengram erat oleh Andre.Lelaki itu menariknya masuk ke ruangan di mana ada Mama Rossa yang tengah di rawat, jantung Amera berdetak semakin kencang. Terlebih ketika matanya menatap ke arah ranjang rumah sakit, di mana wanita yang ia ingin hindari itu tengah terbaring lemah."Mama," panggil Andre dengan suara pelan seraya meraih tangan Mama Rossa. Wanita itu mengalihkan perhatiannya sejenak untuk menatap wajah Andre, sebelum membuang kembali wajahnya ke arah berlawanan."Kenapa kamu bersama dia?" tanya Mama Rossa membuat hati Amera tersentil.Andre menatap ke arah Amera sejenak dan tersenyum lebar, seolah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja.Kemudian Andre kembali mengajak Mama Rossa berbicara tentang penyebab wanita yang telah melahirkannya itu bisa masuk ke rumah sakit."Mama lelah, bisa tinggalkan Mama? Mama ingin beristirahat," kata Mama Rossa dengan nada pelan."Baiklah, aku akan pergi. Ta
Amera hanya bisa menggigit bibir bawahnya ketika Hesti datang dengan keadaan marah-marah dan menarik tangan Andre untuk keluar dari ruangan tersebut.Kini hanya ada Amera seroang diri di dalam kamar, ia menutup pintu yang masih terbuka lebar itu dan berjalan gontai menuju ke ranjang."Selalu aku yang bersalah," gumamnya pelan seraya menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Terlalu munafik untuk Amera mengatakan dirinya baik-baik saja saat ini, padahal ia juga seroang wanita yang memiliki perasaan.Semua yang teradi di dalam hidupnya terlalu berat untuk ia pikul seroang diri, terlebih harus berhadapan dengan Hesti yang menjadi madunya."Ya Tuhan, kuatkanlah aku," batin Amera, kemudian ia pun memejamkan kedua matanya.Di saat Amera tengah merasa kesepian dan rasa sedih yang mendalam akan semua hal yang terjadi, Andre dan Hesti malahan melakukan hal lain.Kedua insan itu menghabiskan beberapa ronde malam pertama yang mereka lewatkan begitu saja, Andre benar-benar lepas kendali sampai tum
"Mas, aku—" Suara Hesti tercekat di leher, ketika melihat sebuah adengan yang tidak senonoh dari suami dan madunya itu.Nampan yang dibawa oleh wanita itu sampai terjatuh dan menimbulkan suara yang cukup keras, membuat Amera dan Andre tersadar.Mereka berdua kembali berusaha untuk bangun, walaupun Amera merasa kesulitan dan tidak sengaja menyentuh sesuatu yang terasa keras."Kalian!" pekik Hesti dengan mata yang memerah. Antara marah dan merasa cemburu, mata wanita itu mengembun.Hati Hesti benar-benar terasa dicabik-cabik, ia tidak bisa menahannya lebih lama lagi dan bergegas menghampiri Amera."Dasar! Wanita pelakor!" teriak Hesti murka dan menjambak rambut Amera dengan begitu kerasnya dan membuat wanita itu meringis kesakitan.Andre yang melihat keganasan Hesti pun berusaha untuk melerai dengan cara menarik tubuh Hesti yang masih menggenggam erat rambut Amera."Lepaskan, Hes!" perintah Andre. Namun, seolah tuli. Hesti tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh Andre.Wanita itu
Di saat Amera yang tengah merasa sedih dengan penolakan yang dilakukan oleh Kejora yang berada di bawah pengaruh Hermawan, kini kepala Andre malahan semakin terasa ingin pecah.Semenjak kepergian Amera dan Hesti, Andre mulai mengerjakan sesuatu dan menemukan sebuah fakta yang sulit ia terima."Dasar!" geram Andre seraya menjambak rambutnya. Mata elang lelaki itu menatap tajam sebuah laporan yang dikirim ke alamat emailnya, sesuatu hal yang sama sekali tidak pernah bisa ia bayangkan.Kemudian Andre terdiam sejenak, memikirkan jalan keluar yang akan dirinya ambil untuk selanjutnya. Semua yang terjadi benar-benar membuat otak lelaki tampan itu terasa buntu, sampai sebuah ide melintas begitu saja."Baiklah, aku akan mengikuti permainanmu. Tapi, jangan salahkan aku, jika nanti kamu akan menyesali semuanya," senyum smirk nampak mengerikan disudut Andre yang telah memikirkan sebuah rencana untuk menjebak seseorang yang telah membuatnya panik bukan kepalang.Hingga Andre bekerja sampai sore
Di saat Andre harus memutar otak untuk bisa menutupi pengeluaran yang diakibatkan oleh Hesti yang mengambil uang perusahaan untuk biaya berobat Mama Rossa dan Bik Tini yang berada di rumah sakit.Siang ini lelaki itu kembali dihadapkan dengan meeting mendadak yang diminta oleh pihak Hermawan, membuat kepala Andre terasa ingin pecah."Apakah Mbak yakin akan tetap melakukan meeting ini?" tanya Andre dengan nada khawatir seraya memijat pelan kepalanya. Tatapan mata lelaki itu tidak bisa lepas dari wanita cantik yang tengah duduk manis dihadapannya.Amera mendekati Andre dan meraih tangan suaminya itu, apa yang dilakukan oleh Amera sedikit membuat Andre terkejut. Sebab, begitu banyak hal yang terjadi dalam waktu dekat ini membuat hubungan mereka terasa aneh.Andaikan Amera masih menjadi Kakak iparnya, mungkin Andre akan menghindari tatapan lekat dan lembut wanita itu, namun sayang. Mereka telah sah menjadi suami istri dan hal itu membuat Andre harus terbiasa bersentuhan dengan Amera."Nan
Hesti mulai menjalankan rencananya, ia akan membuat hidup Amera bagaikan di dalam sebuah neraka yang tidak pernah berujung.Pagi ini, dengan senyuman manis wanita itu menyambut kedatangan suaminya dan adik madu yang amat ia benci."Aku pikir kalian akan menghabiskan waktu untuk berbulan madu di hotel?" tanya Hesti dengan nada menyindir. Namun, diabaikan oleh Andre dan Amera yang langsung masuk ke rumah.Melihat betapa angkuhnya pasangan itu membuat Hesti geram dan menghentakkan kakinya, ia menatap tajam punggung suami dan adik madunya itu."Permainan baru saja dimulai," batin Hesti.Mau bagaimana pun juga, Hesti adalah istri pertama Andre dan tentu saja wanita itu memiliki derajat lebih tinggi daripada Amera.Namun, apapun yang akan dilakukan oleh Hesti. Tidak akan berpengaruh signifikan terhadap Andre dan Amera yang memang memiliki tujuan lain atas pernikahan yang keduanya lakukan.Kini Andre dan Amera yang baru saja masuk ke kamar meletakan koper mereka di samping lemari, kemudian k