Share

Bab 4 Kecewa

Amera menyambut pagi yang indah dengan senyum yang terus mengembang, entah mengapa hatinya seakan dipenuhi oleh banyak sekali kebahagiaan. Apakah, sebuah pertanda di mana hari ini dirinya akan melepaskan status jandanya dan menikah dengan sang adik ipar.

Andre merupakan pemuda yang amat sempurna dan terkadang membuat Amera merasa begitu canggung, setiap kali mereka bertemu. Namun, sebentar lagi keduanya akan menjalin sebuah hubungan yang lebih erat dari sekedar adik dan kakak ipar saja.

"Wah, ada yang sedang bahagia?"

Amera menatap ke arah pintu di mana asal suara tadi, ternyata wanita paruh baya yang telah ia anggap seperti ibu sendiri.

Wanita itu menghampirinya dan memegang bahu Amera yang kini tengah mengenakan kebaya putih yang dulu pernah ia kenakan ketika menikah dengan Rudy.

"Kamu cantik, Amera. Ibu senang melihatnya," kata Bu Tini sampai meneteskan air mata. Sejak Amera kecil, wanita paruh baya itu mendampingi keluarga Amera dan begitu banyak hal yang terjadi. Ia merupakan saksi bisu dari semua itu.

"Terimakasih, Bu. Semoga saja, apa yang aku lakukan ini adalah hal terbaik," balas Amera. Ada sebuah doa dan harapan yang Amera panjatkan kepada Sang Kuasa, agar apa yang ia lakukan ini menjadi ladang pahala untuk nantinya.

Setelah bersiap-siap, Amera, Kejora dan Bu Tini segera menuju ke rumah Andre. Sesuai dengan pesan yang pemuda itu kirim sebelumnya, bahwa ada sedikit perbuahan rencana.

Awalnya mereka akan melangsungkan ijab kobul di rumah Amera, tapi pagi ini Andre merubahnya dan meminta agar Amera ke rumah Mama Rossa.

Ketika di dalam mobil, Amera merasa tidak tenang dan begitu gelisah. Seakan ada sesuatu yang tengah terjadi, Bu Tini yang melihat kegelisaan Amera berusaha menguatkan dengan cara memegangi lengan Amera yang sudah ia anggap seperti anak sendiri.

"Bu, aku merasa tidak enak hati. Kenapa, ya?" keluh Amera setelah sekian lama terdiam. Mobil yang tengah ia kendarai kini memasuki halaman rumah Mama Rossa. Semakin ke sini, perasaan Amera tidak nyaman. Bu Tini berusaha kembali menguatkan Amera.

"Banyak-banyak mengingat Tuhan, Nak. Mungkin perasaan yang tengah Nak Amera rasakan adalah cara setan untuk membatalkan niat baik kita."

Amera tersenyum dan mengangguk kecil, untung masih ada Bu Tini dan Kejora sebagai penguatnya. Setelah memakirkan mobil, Amera memantapkan hati dengan terus berdoa kepada Sang Pencipta.

Benar apa yang dikatakan oleh Bu Tini, bahwa niat baik yang mereka miliki tengah mendapatkan ujian. Amera melihat keadaan rumah yang begitu sepi, seolah memberikan pertanda buruk.

Di mana keberadaan Andre saat ini? Berkali-kali Amera mencoba menghubungi pemuda itu, tetap saja tidak bisa. Hingga Bu Tini mengajak Amera untuk masuk ke rumah Mama Rossa terlebih dahulu.

"Mungkin, Nak Andre sudah menunggu kita di dalam. Ayo kita masuk."

Seraya mengandeng tangan Kejora, Bu Tini berlalu terlebih dulu. Sedangkan Amera merasa ada yang tidak beres.

Benar saja, setelah masuk ke dalam. Keadaan rumah itu begitu sepi, hingga mereka sudah berada di dalam dan mendapati Mama Rossa yang tengah duduk di ruangan tamu seraya menyesap secangkir teh.

"Ternyata tamu tidak diinginkan sudah datang?" nada Mama Rossa berbicara membuat hati Amera memanas, namun sebisa mungkin ia menahan diri untuk tidak terpancing.

Bu Tini mencekram erat tangan Amera, merasa tidak nyaman dengan apa yang baru saja diucapkan oleh Mama Rossa yang selalu arogan.

Namun, Mama Rossa tidak puas kalau hanya sekali menyudutkan Amera. Wanita itu meletakan cangkirnya dan menatap ke arah mantan menantunya itu dengan sorot mencemooh.

"Kamu sudah tahu, bukan? Arah pintu keluar di mana?"

"Oma, kenapa Bun?" Pertanyaan polos Kejora membuat suasana di dalam ruangan itu menjadi semakin mencekam.

Amera membuang nafas panjang, menghadapi Mama Rossa harus dengan elegan. Dirinya tidak boleh sama arogannya dengan wanita itu.

"Ma, di mana Andre?" tanya Amera kemudian.

Mama Rossa hanya menganggkat bahunya, menyatakan ketidak–perdulian. Hal itu membuat Amera merasa panas.

Bu Tini mengajak Amera untuk segera meninggalkan ruangan itu, sebab semakin lama mereka di sana yang ada hanya rasa sesak.

Setelah meninggalkan Mama Rossa sendirian, mereka memilih untuk mencari Andre ke kamarnya. Selama tinggal di rumah ini, Amera sudah begitu kenal dengan seluk-beluk rumah tersebut.

Namun, di saat mereka sudah berada di ambang pintu kamar Andre. Tiba-tiba saja ada keraguan yang Amera rasakan, seolah ada sesuatu yang buruk akan terjadi.

"Nak Amera, kenapa?" tanya Bu Tini yang membuat Amera tersadar dan menggeleng pelan seraya memutar kenopi pintu, setelah beberapa kali mengetuknya pelan sampai pintu tersebut mulai terbuka lebar.

Amera masih memanggil-manggil nama Andre, tapi anehnya tidak ada jawaban sama sekali sampai langkah Amera semakin masuk dan mendapati sebuah pemandangan yang begitu mengejutkan.

"Andre!" teriak Amera dengan suara yang bergetar. Untung ia segera tersadar, bahwa masih ada Kejora di sana dan meminta Bu Tini untuk membawa putrinya keluar.

Bu Tini yang sama syoknya dengan Amera ikut tersadar dan meninggalkan Amera yang menahan amarah dan juga tangisnya.

Malang memang nasib yang Amera timpa saat ini, dengan sekuat hati dan tenanganya ia menarik selimut yang menutupi kedua makhluk yang tengah terlelap dengan nyaman itu.

"Andre!" teriak Amera lebih keras dan melihat keadaan calon suaminya yang tengah memeluk wanita lain. Hati Amera hancur seperti kaca yang pecah dan berantakan. Bagiamana Andre bisa melakukan hal semenjijikan ini di saat kemarin adik iparnya itu melamarnya.

Karena tidak tahan lagi, Amera mengambil gelas yang ada di atas nakas lalu menyiramkan sisa air yang ada di gelas tersebut ke wajah Andre dan wanita yang berada di samping adik iparnya itu sampai kedua orang itu terbangun.

"Mbak Amera?" gumam Andre terkejut dan mengusap wajahnya yang basah dan berusaha mengingat kembali apa yang sudah terjadi sejak semalam.

Amera tersenyum sinis menatap ke arah Andre, dengan kalimat yang tajam ia menyudutkan adik iparnya itu.

"Sepertinya malam pertamamu sudah terjadi ya, Dek?"

Andre terdiam sejenak sampai ia mengedarkan penglihatannya dan mendapati sosok wanita lain berada di sampingnya.

"Kamu!" pekik Andre terkejut seraya menujuk wajah wanita itu yang kini mulai terisak. Keadaan macam apa yang tengah terjadi, di saat Andre masih dalam keadaan syok Amera sudah berlalu begitu saja.

Melihat kepergian Amera, Andre berusaha untuk mengejar kakak iparnya itu. Namun, ia tersadar dengan kondisi tubuhnya yang ternyata polos tanpa busana.

Andre menjambak rambutnya dengan kasar dan menatap nyalang ke arah wanita yang masih berada di atas ranjang.

"Apa yang kamu lakukan? Hah!" bentak Andre.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status