Share

Bab 2 Mertua Kejam.

"Hal itu tidak akan pernah terjadi!" balas Rossa. Ia tidak menyangka kalau Andre akan senekat ini demi bisa menikahi Amera.

Sebenarnya Rossa tidak ingin kehilangan Andre sama seperti Rudy, sebab setelah Amera datang dalam kehidupan mereka. Banyak sekali bencana dan hal buruk yang terjadi.

Rossa mengira bahwa Amera merupakan wanita pembawa sial dan berusaha untuk menjauhkannya dari Andre, tetapi Rossa tidak tahu. Bahwa kekuatan cinta yang dimiliki oleh putranya amat besar kepada wanita ia benci.

"Hentikan semua ini, Dek. Mbak enggak mau sampai kamu menjadi durhaka dan melawan Mama Rossa," pinta Amera yang tidak ingin terjadi keributan di rumahnya. Seraya memijat kepalanya yang terasa berdenyut nyeri akibat lamaran Andre dan kedatangan Mama Rossa.

Amera tidak ingin mengulang rasa sakit yang sama, hingga ingatannya kembali ke masa di mana sang suami masih hidup dulu.

"Sampai kapanpun, aku tidak pernah menganggap kamu bagian dari keluarga ini!" sakras wanita cantik dengan raut wajah memerah dan tangan yang mengepal kuat, seraya menatap ke arah Amera yang hanya mampu menunduk.

Hidup sebagai yatim–piatu membuat Amera tidak bisa merasakan kasih–sayang dari sosok yang dipanggil ibu lagi. Bahkan, ketika cinta dari lelaki yang ia cintai telah diperoleh. Tidak merubah pandangan apapun untuk ibu mertuanya.

Sosok ibu yang sangat Amera harapkan mampu menggantikan posisi ibunya yang telah tiada, namun sayang. Mama Rossa adalah ibu mertua yang sangat kejam dan selalu membuatnya menderita di dalam rumah megah bak istana ini.

"Aku pulang." Suara bariton yang amat Amera kenal terdengar, membuat perasaannya sedikit lega. Hingga lelaki dengan setelan jas itu nampak mendekat dan mengecup puncak kepalanya dengan penuh kasih sayang.

"Sayang," panggilannya.

"Rudy! Mama sudah capek dengan wanita murahan ini! Kenapa tidak kamu kembalikan saja ke panti asuhan, hah? Masih banyak wanita cantik dan berpendidikan yang bisa kamu jadikan istri! Daripada, dia!"

Sungguh kata-kata yang amat mengiris hati, Amera merasakan rasa sakit yang amat dalam disetiap kata yang terlontar dari bibir merah ibu mertuanya.

Apapun yang selama ini ia lakukan, tidak pernah benar dimata wanita itu dan membuat Amera merasa frutrasi.

"Sudahlah, Ma. Aku capek dan ingin istirahat," jelas Rudy seraya membawa Amera menuju ke kamar mereka dengan memegang bahu sang istri dan meninggalkan Mama Rossa yang masih memasang wajah garangnya seraya melontarkan kata-kata yang menyakitkan.

"Sayang, kamu gak apa-apa, 'kan?" tanya Rudy dengan raut wajah penuh sesal setelah mereka berada di kamar.

Amera menggeleng pelan, ingin sekali ia mengatakan semua yang telah terjadi. Namun, bibirnya terasa terkunci. Terlebih Amera tahu, bahwa sang suami akan terus membela Mama Rossa.

Tubuh Amera yang bergetar hebat, dan akhirnya tangis pun pecah seketika. Hal ini sudah sering terjadi dan membuat Rudy paham betul apa yang telah terjadi.

"Maafkan Mama, ya, Sayang. Kamu tahu, bukan? Kalau Mama terlalu menyayangiku," jelas Rudy seraya mengusap punggung sang istri yang kini terduduk di tepi ranjang dengan menutup wajahnya.

Tidak ada hal yang paling menyakitkan untuk Amera, selain perilaku Mama Rossa yang terus menindasnya selama ini dan bodohnya ia tidak bisa melawan.

Amera tidak memiliki pilihan lain, ia tidak bisa berbuat apapun untuk menghadapi ibu mertuanya. Bersabar dan menerima semua perbuatan buruk Mama Rossa, hanya itu yang kini bisa Amera lakukan.

"Sayang, apapun yang terjadi. Kamu harus memiliki semangat untuk tetap meneruskan hidup ini, terlebih ... ketika anak kita lahir nanti. Kamu harus menjadi kuat dan bisa diandalkan untuknya."

Amera membuka kedua tangannya yang menutupi wajah dan beralih menatap sang suami yang tersenyum lebar. Ya, masih ada anak yang berada di dalam kandungan. Setidaknya ia harus lebih kuat untuk menjaga buah cinta mereka.

Suara benda pecah membuyarkan lamunan Amera, ternyata pelakunya adalah Mama Rossa yang membanting gelas.

"Cukup! Sudah cukup Amera!" teriak Rossa dengan nyaring dan mengambil pecahan beling yang berserakan seraya meletakannya di urat nadi.

Wanita itu mengancam Andre dan Amera untuk tidak menikah, kalau sampai hal itu terjadi? Maka ia memilih untuk bunuh diri saja.

"Ma, hentikan semua ini!" pinta Amera yang panik seraya mendekati Mama Rossa. Namun, langkahnya terhenti di saat wanita itu mengangkat tangan dan memintanya untuk tidak maju lagi.

"Aku lelah, Amera! Aku lelah!" Suara Rossa bergetar hebat, ia tidak ingin Amera menguasai putranya lagi. Cukup sekali ia kehilangan cinta dan perhatian Rudy, Rossa tidak ingin hal itu terjadi kepada Andre juga.

Apapun akan Rossa lakukan, asalkan bisa menggagalkan rencana Andre untuk menikah dengan Amera. Sekalipun harus menyiksa dirinya seperti saat ini.

Cairan merah pekat dengan bau amis yang menetes ditangan Mama Rossa membuat Amera semakin ketakutan, kemudian menatap ke arah Andre yang hanya diam saja.

"Dek! Lakukan sesuatu!" pekik Amera. Namun, tidak di gubris oleh Andre. Malahan pemuda itu meminta untuk Mama Rossa menyayat tangannya sendiri lebih dalam lagi.

"Aaaaa ... ."

Seketika tubuh Amera terjatuh dan kehilangan kesadaran, Andre yang berada di sampingnya segera meraih tubuh Amera yang ternyata pingsan.

Dengan sigap Andre mengangkat tubuh kakak iparnya itu menuju ke kamar dan mengabaikan kelakukan sang mama yang terlalu kekanak-kanakan. Andre yakin sekali, kalau mamanya tidak bersungguh-sungguh untuk bunuh diri.

"Andre!" teriak Mama Rossa. Namun, Andre sama sekali tidak menggubrisnya sama sekali membuat wanita itu semakin terbakar oleh amarah yang telah memuncah dan tidak bisa dikendalikan lagi.

Mama Rossa tidak memiliki pilihan lain, kecuali menjalankan rencana yang telah ia siapkan sebelumnya. Selama Amera masih bisa bersama dengan Andre, maka selama itu pula dirinya tidak akan bisa mengendalikan sang putra yang dibutakan oleh mantan istri Rudy.

"Aku akan membuat kamu menyesali semua ini, Amera! Akan aku kirim kamu kembali ke sangkar emas yang dulu sempat kamu tinggalkan!" geram Mama Rossa mengepalkan kedua tangannya dengan erat dan mata yang tajam sampai suara Kejora mengagetkannya.

"Oma kenapa?"

Wajah polos putri dari Rudy dan Amera itu membuat Mama Rossa merasa kesal serta sesak di dada, Kejora amat mirip dengan ayahnya Rudy. Namun sayang, gadis kecil itu dilahirkan dari wanita yang Rossa benci.

"Masuklah! Jangan ganggu, Oma!" pinta Mama Rossa dengan suara yang agak tinggi, di satu sisi ia merasakan hadirnya Rudy ketika bersama dengan Kejora. Tapi, keegoisan yang ada di dalam dirinya memaksa wanita itu untuk menjaga jarak dengan cucunya sendiri.

Kejora dengan patuhnya melangkah menjauhi Mama Rossa yang masih memedam rasa, sungguh sulit rasanya untuk berdamai dengan kenyataan.

"Aku tidak boleh menundanya lagi," batin Mama Rossa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status