"Hal itu tidak akan pernah terjadi!" balas Rossa. Ia tidak menyangka kalau Andre akan senekat ini demi bisa menikahi Amera.
Sebenarnya Rossa tidak ingin kehilangan Andre sama seperti Rudy, sebab setelah Amera datang dalam kehidupan mereka. Banyak sekali bencana dan hal buruk yang terjadi.Rossa mengira bahwa Amera merupakan wanita pembawa sial dan berusaha untuk menjauhkannya dari Andre, tetapi Rossa tidak tahu. Bahwa kekuatan cinta yang dimiliki oleh putranya amat besar kepada wanita ia benci."Hentikan semua ini, Dek. Mbak enggak mau sampai kamu menjadi durhaka dan melawan Mama Rossa," pinta Amera yang tidak ingin terjadi keributan di rumahnya. Seraya memijat kepalanya yang terasa berdenyut nyeri akibat lamaran Andre dan kedatangan Mama Rossa.Amera tidak ingin mengulang rasa sakit yang sama, hingga ingatannya kembali ke masa di mana sang suami masih hidup dulu."Sampai kapanpun, aku tidak pernah menganggap kamu bagian dari keluarga ini!" sakras wanita cantik dengan raut wajah memerah dan tangan yang mengepal kuat, seraya menatap ke arah Amera yang hanya mampu menunduk.Hidup sebagai yatim–piatu membuat Amera tidak bisa merasakan kasih–sayang dari sosok yang dipanggil ibu lagi. Bahkan, ketika cinta dari lelaki yang ia cintai telah diperoleh. Tidak merubah pandangan apapun untuk ibu mertuanya.Sosok ibu yang sangat Amera harapkan mampu menggantikan posisi ibunya yang telah tiada, namun sayang. Mama Rossa adalah ibu mertua yang sangat kejam dan selalu membuatnya menderita di dalam rumah megah bak istana ini."Aku pulang." Suara bariton yang amat Amera kenal terdengar, membuat perasaannya sedikit lega. Hingga lelaki dengan setelan jas itu nampak mendekat dan mengecup puncak kepalanya dengan penuh kasih sayang."Sayang," panggilannya."Rudy! Mama sudah capek dengan wanita murahan ini! Kenapa tidak kamu kembalikan saja ke panti asuhan, hah? Masih banyak wanita cantik dan berpendidikan yang bisa kamu jadikan istri! Daripada, dia!"Sungguh kata-kata yang amat mengiris hati, Amera merasakan rasa sakit yang amat dalam disetiap kata yang terlontar dari bibir merah ibu mertuanya.Apapun yang selama ini ia lakukan, tidak pernah benar dimata wanita itu dan membuat Amera merasa frutrasi."Sudahlah, Ma. Aku capek dan ingin istirahat," jelas Rudy seraya membawa Amera menuju ke kamar mereka dengan memegang bahu sang istri dan meninggalkan Mama Rossa yang masih memasang wajah garangnya seraya melontarkan kata-kata yang menyakitkan."Sayang, kamu gak apa-apa, 'kan?" tanya Rudy dengan raut wajah penuh sesal setelah mereka berada di kamar.Amera menggeleng pelan, ingin sekali ia mengatakan semua yang telah terjadi. Namun, bibirnya terasa terkunci. Terlebih Amera tahu, bahwa sang suami akan terus membela Mama Rossa.Tubuh Amera yang bergetar hebat, dan akhirnya tangis pun pecah seketika. Hal ini sudah sering terjadi dan membuat Rudy paham betul apa yang telah terjadi."Maafkan Mama, ya, Sayang. Kamu tahu, bukan? Kalau Mama terlalu menyayangiku," jelas Rudy seraya mengusap punggung sang istri yang kini terduduk di tepi ranjang dengan menutup wajahnya.Tidak ada hal yang paling menyakitkan untuk Amera, selain perilaku Mama Rossa yang terus menindasnya selama ini dan bodohnya ia tidak bisa melawan.Amera tidak memiliki pilihan lain, ia tidak bisa berbuat apapun untuk menghadapi ibu mertuanya. Bersabar dan menerima semua perbuatan buruk Mama Rossa, hanya itu yang kini bisa Amera lakukan."Sayang, apapun yang terjadi. Kamu harus memiliki semangat untuk tetap meneruskan hidup ini, terlebih ... ketika anak kita lahir nanti. Kamu harus menjadi kuat dan bisa diandalkan untuknya."Amera membuka kedua tangannya yang menutupi wajah dan beralih menatap sang suami yang tersenyum lebar. Ya, masih ada anak yang berada di dalam kandungan. Setidaknya ia harus lebih kuat untuk menjaga buah cinta mereka.Suara benda pecah membuyarkan lamunan Amera, ternyata pelakunya adalah Mama Rossa yang membanting gelas."Cukup! Sudah cukup Amera!" teriak Rossa dengan nyaring dan mengambil pecahan beling yang berserakan seraya meletakannya di urat nadi.Wanita itu mengancam Andre dan Amera untuk tidak menikah, kalau sampai hal itu terjadi? Maka ia memilih untuk bunuh diri saja."Ma, hentikan semua ini!" pinta Amera yang panik seraya mendekati Mama Rossa. Namun, langkahnya terhenti di saat wanita itu mengangkat tangan dan memintanya untuk tidak maju lagi."Aku lelah, Amera! Aku lelah!" Suara Rossa bergetar hebat, ia tidak ingin Amera menguasai putranya lagi. Cukup sekali ia kehilangan cinta dan perhatian Rudy, Rossa tidak ingin hal itu terjadi kepada Andre juga.Apapun akan Rossa lakukan, asalkan bisa menggagalkan rencana Andre untuk menikah dengan Amera. Sekalipun harus menyiksa dirinya seperti saat ini.Cairan merah pekat dengan bau amis yang menetes ditangan Mama Rossa membuat Amera semakin ketakutan, kemudian menatap ke arah Andre yang hanya diam saja."Dek! Lakukan sesuatu!" pekik Amera. Namun, tidak di gubris oleh Andre. Malahan pemuda itu meminta untuk Mama Rossa menyayat tangannya sendiri lebih dalam lagi."Aaaaa ... ."Seketika tubuh Amera terjatuh dan kehilangan kesadaran, Andre yang berada di sampingnya segera meraih tubuh Amera yang ternyata pingsan.Dengan sigap Andre mengangkat tubuh kakak iparnya itu menuju ke kamar dan mengabaikan kelakukan sang mama yang terlalu kekanak-kanakan. Andre yakin sekali, kalau mamanya tidak bersungguh-sungguh untuk bunuh diri."Andre!" teriak Mama Rossa. Namun, Andre sama sekali tidak menggubrisnya sama sekali membuat wanita itu semakin terbakar oleh amarah yang telah memuncah dan tidak bisa dikendalikan lagi.Mama Rossa tidak memiliki pilihan lain, kecuali menjalankan rencana yang telah ia siapkan sebelumnya. Selama Amera masih bisa bersama dengan Andre, maka selama itu pula dirinya tidak akan bisa mengendalikan sang putra yang dibutakan oleh mantan istri Rudy."Aku akan membuat kamu menyesali semua ini, Amera! Akan aku kirim kamu kembali ke sangkar emas yang dulu sempat kamu tinggalkan!" geram Mama Rossa mengepalkan kedua tangannya dengan erat dan mata yang tajam sampai suara Kejora mengagetkannya."Oma kenapa?"Wajah polos putri dari Rudy dan Amera itu membuat Mama Rossa merasa kesal serta sesak di dada, Kejora amat mirip dengan ayahnya Rudy. Namun sayang, gadis kecil itu dilahirkan dari wanita yang Rossa benci."Masuklah! Jangan ganggu, Oma!" pinta Mama Rossa dengan suara yang agak tinggi, di satu sisi ia merasakan hadirnya Rudy ketika bersama dengan Kejora. Tapi, keegoisan yang ada di dalam dirinya memaksa wanita itu untuk menjaga jarak dengan cucunya sendiri.Kejora dengan patuhnya melangkah menjauhi Mama Rossa yang masih memedam rasa, sungguh sulit rasanya untuk berdamai dengan kenyataan."Aku tidak boleh menundanya lagi," batin Mama Rossa.Di saat Amera berniat untuk melarikan diri, tiba-tiba saja pergelangan tangannya dicengram erat oleh Andre.Lelaki itu menariknya masuk ke ruangan di mana ada Mama Rossa yang tengah di rawat, jantung Amera berdetak semakin kencang. Terlebih ketika matanya menatap ke arah ranjang rumah sakit, di mana wanita yang ia ingin hindari itu tengah terbaring lemah."Mama," panggil Andre dengan suara pelan seraya meraih tangan Mama Rossa. Wanita itu mengalihkan perhatiannya sejenak untuk menatap wajah Andre, sebelum membuang kembali wajahnya ke arah berlawanan."Kenapa kamu bersama dia?" tanya Mama Rossa membuat hati Amera tersentil.Andre menatap ke arah Amera sejenak dan tersenyum lebar, seolah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja.Kemudian Andre kembali mengajak Mama Rossa berbicara tentang penyebab wanita yang telah melahirkannya itu bisa masuk ke rumah sakit."Mama lelah, bisa tinggalkan Mama? Mama ingin beristirahat," kata Mama Rossa dengan nada pelan."Baiklah, aku akan pergi. Ta
Amera hanya bisa menggigit bibir bawahnya ketika Hesti datang dengan keadaan marah-marah dan menarik tangan Andre untuk keluar dari ruangan tersebut.Kini hanya ada Amera seroang diri di dalam kamar, ia menutup pintu yang masih terbuka lebar itu dan berjalan gontai menuju ke ranjang."Selalu aku yang bersalah," gumamnya pelan seraya menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Terlalu munafik untuk Amera mengatakan dirinya baik-baik saja saat ini, padahal ia juga seroang wanita yang memiliki perasaan.Semua yang teradi di dalam hidupnya terlalu berat untuk ia pikul seroang diri, terlebih harus berhadapan dengan Hesti yang menjadi madunya."Ya Tuhan, kuatkanlah aku," batin Amera, kemudian ia pun memejamkan kedua matanya.Di saat Amera tengah merasa kesepian dan rasa sedih yang mendalam akan semua hal yang terjadi, Andre dan Hesti malahan melakukan hal lain.Kedua insan itu menghabiskan beberapa ronde malam pertama yang mereka lewatkan begitu saja, Andre benar-benar lepas kendali sampai tum
"Mas, aku—" Suara Hesti tercekat di leher, ketika melihat sebuah adengan yang tidak senonoh dari suami dan madunya itu.Nampan yang dibawa oleh wanita itu sampai terjatuh dan menimbulkan suara yang cukup keras, membuat Amera dan Andre tersadar.Mereka berdua kembali berusaha untuk bangun, walaupun Amera merasa kesulitan dan tidak sengaja menyentuh sesuatu yang terasa keras."Kalian!" pekik Hesti dengan mata yang memerah. Antara marah dan merasa cemburu, mata wanita itu mengembun.Hati Hesti benar-benar terasa dicabik-cabik, ia tidak bisa menahannya lebih lama lagi dan bergegas menghampiri Amera."Dasar! Wanita pelakor!" teriak Hesti murka dan menjambak rambut Amera dengan begitu kerasnya dan membuat wanita itu meringis kesakitan.Andre yang melihat keganasan Hesti pun berusaha untuk melerai dengan cara menarik tubuh Hesti yang masih menggenggam erat rambut Amera."Lepaskan, Hes!" perintah Andre. Namun, seolah tuli. Hesti tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh Andre.Wanita itu
Di saat Amera yang tengah merasa sedih dengan penolakan yang dilakukan oleh Kejora yang berada di bawah pengaruh Hermawan, kini kepala Andre malahan semakin terasa ingin pecah.Semenjak kepergian Amera dan Hesti, Andre mulai mengerjakan sesuatu dan menemukan sebuah fakta yang sulit ia terima."Dasar!" geram Andre seraya menjambak rambutnya. Mata elang lelaki itu menatap tajam sebuah laporan yang dikirim ke alamat emailnya, sesuatu hal yang sama sekali tidak pernah bisa ia bayangkan.Kemudian Andre terdiam sejenak, memikirkan jalan keluar yang akan dirinya ambil untuk selanjutnya. Semua yang terjadi benar-benar membuat otak lelaki tampan itu terasa buntu, sampai sebuah ide melintas begitu saja."Baiklah, aku akan mengikuti permainanmu. Tapi, jangan salahkan aku, jika nanti kamu akan menyesali semuanya," senyum smirk nampak mengerikan disudut Andre yang telah memikirkan sebuah rencana untuk menjebak seseorang yang telah membuatnya panik bukan kepalang.Hingga Andre bekerja sampai sore
Di saat Andre harus memutar otak untuk bisa menutupi pengeluaran yang diakibatkan oleh Hesti yang mengambil uang perusahaan untuk biaya berobat Mama Rossa dan Bik Tini yang berada di rumah sakit.Siang ini lelaki itu kembali dihadapkan dengan meeting mendadak yang diminta oleh pihak Hermawan, membuat kepala Andre terasa ingin pecah."Apakah Mbak yakin akan tetap melakukan meeting ini?" tanya Andre dengan nada khawatir seraya memijat pelan kepalanya. Tatapan mata lelaki itu tidak bisa lepas dari wanita cantik yang tengah duduk manis dihadapannya.Amera mendekati Andre dan meraih tangan suaminya itu, apa yang dilakukan oleh Amera sedikit membuat Andre terkejut. Sebab, begitu banyak hal yang terjadi dalam waktu dekat ini membuat hubungan mereka terasa aneh.Andaikan Amera masih menjadi Kakak iparnya, mungkin Andre akan menghindari tatapan lekat dan lembut wanita itu, namun sayang. Mereka telah sah menjadi suami istri dan hal itu membuat Andre harus terbiasa bersentuhan dengan Amera."Nan
Hesti mulai menjalankan rencananya, ia akan membuat hidup Amera bagaikan di dalam sebuah neraka yang tidak pernah berujung.Pagi ini, dengan senyuman manis wanita itu menyambut kedatangan suaminya dan adik madu yang amat ia benci."Aku pikir kalian akan menghabiskan waktu untuk berbulan madu di hotel?" tanya Hesti dengan nada menyindir. Namun, diabaikan oleh Andre dan Amera yang langsung masuk ke rumah.Melihat betapa angkuhnya pasangan itu membuat Hesti geram dan menghentakkan kakinya, ia menatap tajam punggung suami dan adik madunya itu."Permainan baru saja dimulai," batin Hesti.Mau bagaimana pun juga, Hesti adalah istri pertama Andre dan tentu saja wanita itu memiliki derajat lebih tinggi daripada Amera.Namun, apapun yang akan dilakukan oleh Hesti. Tidak akan berpengaruh signifikan terhadap Andre dan Amera yang memang memiliki tujuan lain atas pernikahan yang keduanya lakukan.Kini Andre dan Amera yang baru saja masuk ke kamar meletakan koper mereka di samping lemari, kemudian k