Ternyata mencintai seseorang dengan tulus begitu menyakitkan, setelah semua pengorbanan telah diberikan. Namun, masih belum bisa meluluhkan hati sang pujaan hati. Hal itu yang dirasakan oleh Andre kepada Amera, sang kakak ipar yang berstatus janda anak satu. Mampukah Andre menahan semua gelora didalam hati dan keadaan Amera yang berusia jauh lebih tua darinya? Belum lagi ada Mama Rossa yang menentang mereka berdua?
View More"Mbak Amera, ayo kita menikah."
Nampan yang didekap oleh Amera terjatuh seketika, disaat pemuda tampan itu berkata demikian. Amera syok sekali sampai tidak mampu berkata apa-apa.Selama ini Andre yang merupakan adik iparnya selalu datang dan membantunya dalam merawat Kejora, setelah kematian Rudy sang suami. Tapi, Amera tidak memiliki perasaan apapun kepada adik iparnya itu, selain menjalankan peran sebagai kakak dan adik saja."Mbak Amera mau, 'kan? Ini demi Kejora," tambah Andre lagi dan membuat Amera tersadar.Amera salah mengira bahwa Andre memiliki perasaan lebih terhadapnya, tentang semua perhatian dan rasa nyaman yang Andre berikan selama ini. Tentu saja adik iparnya itu melakukan semua itu demi sebuah tanggung–jawabnya saja, terhadap Kejora yang merupakan anak dari kakak Andre."Maaf, Dek. Mbak gak bisa," jawab Amera dengan desahan yang berat.Amera masih tahu diri untuk tidak mendapatkan perhatian lebih dari Andre, cukup seperti ini saja menurut Amera sudah cukup. Ia tidak ingin menjalani hubungan spesial dengan adik iparnya."Mbak! Pikirkan Kejora, dia akan semakin besar dan suatu hari nanti pasti menanyakan tentang ayahnya," jelas Andre memohon.Andre melakukan ini semua demi Rudy, kakaknya datang dalam mimpi Andre dan memintanya untuk menikahi Amera demi Kejora.Andre juga tidak ingin keponakannya itu merasa kehilangan sosok ayah, biarlah Andre yang mengantikan Rudy yang sudah meninggal demi Kejora."Dek! Sampai kapanpun juga Mas Rudy adalah ayahnya Kejora, Mbak sendiri yang akan menceritakan semua hal tentang Mas Rudy kepada Kejora!" Amera meluapkan perasaannya yang tidak nyaman, setiap kali adik iparnya itu mengungkit kembali tentang sang suami yang sudah tiada.Cinta Amera kepada Rudy tidak akan pernah memudar sampai kapanpun juga, bahkan Amera sudah berniat akan mencari tahu tentang kasus kecelakaan yang menimpa suaminya.Amera merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan kematian sang suami yang terjadi terlalu cepat. Di mana Rudy meninggal dalam sebuah kecelakaan pesawat, tepat dihari pernikahan mereka yang kelima tahun."Mbak, jangan egois! Mbak tahu rasanya kehilangan orangtua dan harus melewati semuanya sendirian. Apa Mbak akan membiarkan Kejora merasakan kesedihan yang sama, sedangkan Mbak tahu bagaimana beratnya hal itu!"Andre terus mendesak Amera, bukan Amera ingin menjadi seorang ibu yang egois dan mengabaikan perasaan putrinya. Namun, Amera tidak ingin mengulangi rasa sakit yang sama.Selama menjadi istri Rudy, Amera diperlakukan buruk oleh Mama Rossa. Ibu mertuanya itu tidak pernah menganggapnya sebagai menantu, melainkan sebagai babu.Bodoh rasanya kalau Amera terjun ke jurang yang sama, kalau dirinya menikah dengan Andre otomatis ia akan hidup dengan Mama Rossa yang menjadi ibu mertuanya.Seandainya pun Amera menikah suatu hari nanti, tentu saja bukan dengan Andre. Sekalipun adik iparnya itu sangat baik dan perhatian dengan dirinya dan juga Kejora."Sebaiknya kamu pulang, Dek! Masih banyak pekerjaan yang harus kamu lakukan, bukan?" kata Amera mengusir Andre dengan cara yang halus.Tiba-tiba saja suhu di ruangan tersebut berubah menjadi suram, setelah Amera mengatakan hal itu. Wajah Andre menjadi amat mengerikan, membuat Amera menjadi takut.Sejak lama Amera merasakan ada sesuatu yang aneh dengan Andre, namun tidak sekalipun ia menanyakan hal itu kepada adik iparnya. Sebab bukan ranahnya ikut–campur dalam urusan Andre.Hingga suara Kejora membuat keduanya menatap bocah yang baru berusia empat tahun itu yang tengah berlari menghampiri mereka."Bunda! Bunda!" panggil Kejora dan berhamburan dalam pelukan Amera.Dengan penuh kasih–sayang Amera mengusap rambut keriting putrinya itu seraya bertanya, "Ada apa, Sayang?""Bunda, ada Oma," jelas Kejora.Wajah Amera menjadi pias seketika, ketika Kejora mengatakan kalau omanya datang. Siapalagi kalau bukan Mama Rossa, bagaimanapun wanita paruh baya itu akan selalu berada di dalam ruang–lingkup kehidupan Amera.Tidak berapa lama terdengar derap langkah yang mendekat dan menampakkan Mama Rossa dengan raut wajah yang tidak bersahabat seperti biasanya.Amera segera meminta Kejora untuk masuk ke kamar, sebab Amera sudah mendapatkan firasat buruk dengan kedatangan wanita itu."Apa kabar, Ma?" tanya Amera menyapa setelah Kejora pergi.Kini ketiganya saling menatap, seakan ada masalah besar yang tengah terjadi sampai Rossa memulai pembicaraan dengan caranya yang kasar."Pelet apa yang sudah kamu sudah berikan kepada Andre, hah? Kenapa tiba-tiba saja dia ingin menikahimu?""Mama!" pekik Andre geram.Amera membuang nafas panjang, ia sudah tahu akan terjadi seperti ini bahkan sebelum dirinya menikah dengan Andre.Menolak lamaran Andre memang pilihan yang terbaik, setidaknya Amera tidak ingin memperkeruh hubungan diantara mereka bertiga."Ingat Amera! Kamu sudah mengambil Rudy! kali ini, aku gak akan membiarkan kamu mengambil Andre!" kata Mama Rossa dengan sorot mata tajam."Mama! Semua ini Andre yang inginkan, bukan Mbak Amera yang memintanya." Andre mencoba menjelaskan apa yang terjadi, namun Mama Rossa tidak mau mendengarkan."Iya! Kamu mau menginginkannya karena telah dipelet wanita murahan itu!" pekik Mama Rossa.Amera tidak tahan dengan kata yang selalu Mama Rossa selamatkan kepadanya, sebagai wanita murahan."Cukup! Mbak tidak akan pernah menerima lamaranmu, Dek! Maaf, kamu masih muda dan diluar sana masih banyak gadis yang baik untuk kamu nikahi."Wajah Andre mengelap setelah mendengar penolakan dari Amera, selama ini dirinya telah banyak berkorban demi kakak iparnya itu. Namun, seolah tidak ada artinya segala yang telah ia lakukan sampai Amera dengan tega menolaknya.Sedangkan Mama Rossa tersenyum puas dengan tangan dilipat di dada, ia menatap ke arah Amera yang tampak menegakkan kepalanya."Mbak, aku mohon. Sekali ini saja, dengarkan kata hatimu! Apakah ada ruang di sana yang berisi tentang aku?" tanya Andre yang masih belum mau menyerah."Menikah bukan perkara kita sah menjadi suami–istri, Dek. Melainkan menjadi partner dalam menjalani kehidupan ini dengan saling mencintai, kamu tahu, bukan? Ada hal yang lebih penting dari itu semua, yaitu restu dari orang tua yang harus kita dapatkan."Amera menahan air mata yang sudah menganak sungai di pelupuk matanya agar tidak terjatuh, dirinya harus nampak kuat didepan Mama Rossa agar tidak mudah ditindas lagi oleh wanita itu.Setelah sekian tahun Amera baru menyadari bahwa bukan rasa cintanya kepada Rudy yang salah sampai membuat hubungan keduanya terkadang tidak sejalan dengan semestinya, melainkan restu Mama Rossa yang tidak mereka dapatkan."Kamu sudah dengarkan, Ndre? Kalau Amera telah menolakmu," kata Mama Rossa seraya bangun dari posisi duduknya."Jika restu Mama yang kamu inginkan, Mbak. Maka, aku akan membuat Mama merestui hubungan kita," kata Andre dengan sorot mata serius dan membuat Amera dan Mama Rossa terkejut."Hal itu tidak akan pernah terjadi!"Di saat Amera berniat untuk melarikan diri, tiba-tiba saja pergelangan tangannya dicengram erat oleh Andre.Lelaki itu menariknya masuk ke ruangan di mana ada Mama Rossa yang tengah di rawat, jantung Amera berdetak semakin kencang. Terlebih ketika matanya menatap ke arah ranjang rumah sakit, di mana wanita yang ia ingin hindari itu tengah terbaring lemah."Mama," panggil Andre dengan suara pelan seraya meraih tangan Mama Rossa. Wanita itu mengalihkan perhatiannya sejenak untuk menatap wajah Andre, sebelum membuang kembali wajahnya ke arah berlawanan."Kenapa kamu bersama dia?" tanya Mama Rossa membuat hati Amera tersentil.Andre menatap ke arah Amera sejenak dan tersenyum lebar, seolah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja.Kemudian Andre kembali mengajak Mama Rossa berbicara tentang penyebab wanita yang telah melahirkannya itu bisa masuk ke rumah sakit."Mama lelah, bisa tinggalkan Mama? Mama ingin beristirahat," kata Mama Rossa dengan nada pelan."Baiklah, aku akan pergi. Ta
Amera hanya bisa menggigit bibir bawahnya ketika Hesti datang dengan keadaan marah-marah dan menarik tangan Andre untuk keluar dari ruangan tersebut.Kini hanya ada Amera seroang diri di dalam kamar, ia menutup pintu yang masih terbuka lebar itu dan berjalan gontai menuju ke ranjang."Selalu aku yang bersalah," gumamnya pelan seraya menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Terlalu munafik untuk Amera mengatakan dirinya baik-baik saja saat ini, padahal ia juga seroang wanita yang memiliki perasaan.Semua yang teradi di dalam hidupnya terlalu berat untuk ia pikul seroang diri, terlebih harus berhadapan dengan Hesti yang menjadi madunya."Ya Tuhan, kuatkanlah aku," batin Amera, kemudian ia pun memejamkan kedua matanya.Di saat Amera tengah merasa kesepian dan rasa sedih yang mendalam akan semua hal yang terjadi, Andre dan Hesti malahan melakukan hal lain.Kedua insan itu menghabiskan beberapa ronde malam pertama yang mereka lewatkan begitu saja, Andre benar-benar lepas kendali sampai tum
"Mas, aku—" Suara Hesti tercekat di leher, ketika melihat sebuah adengan yang tidak senonoh dari suami dan madunya itu.Nampan yang dibawa oleh wanita itu sampai terjatuh dan menimbulkan suara yang cukup keras, membuat Amera dan Andre tersadar.Mereka berdua kembali berusaha untuk bangun, walaupun Amera merasa kesulitan dan tidak sengaja menyentuh sesuatu yang terasa keras."Kalian!" pekik Hesti dengan mata yang memerah. Antara marah dan merasa cemburu, mata wanita itu mengembun.Hati Hesti benar-benar terasa dicabik-cabik, ia tidak bisa menahannya lebih lama lagi dan bergegas menghampiri Amera."Dasar! Wanita pelakor!" teriak Hesti murka dan menjambak rambut Amera dengan begitu kerasnya dan membuat wanita itu meringis kesakitan.Andre yang melihat keganasan Hesti pun berusaha untuk melerai dengan cara menarik tubuh Hesti yang masih menggenggam erat rambut Amera."Lepaskan, Hes!" perintah Andre. Namun, seolah tuli. Hesti tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh Andre.Wanita itu
Di saat Amera yang tengah merasa sedih dengan penolakan yang dilakukan oleh Kejora yang berada di bawah pengaruh Hermawan, kini kepala Andre malahan semakin terasa ingin pecah.Semenjak kepergian Amera dan Hesti, Andre mulai mengerjakan sesuatu dan menemukan sebuah fakta yang sulit ia terima."Dasar!" geram Andre seraya menjambak rambutnya. Mata elang lelaki itu menatap tajam sebuah laporan yang dikirim ke alamat emailnya, sesuatu hal yang sama sekali tidak pernah bisa ia bayangkan.Kemudian Andre terdiam sejenak, memikirkan jalan keluar yang akan dirinya ambil untuk selanjutnya. Semua yang terjadi benar-benar membuat otak lelaki tampan itu terasa buntu, sampai sebuah ide melintas begitu saja."Baiklah, aku akan mengikuti permainanmu. Tapi, jangan salahkan aku, jika nanti kamu akan menyesali semuanya," senyum smirk nampak mengerikan disudut Andre yang telah memikirkan sebuah rencana untuk menjebak seseorang yang telah membuatnya panik bukan kepalang.Hingga Andre bekerja sampai sore
Di saat Andre harus memutar otak untuk bisa menutupi pengeluaran yang diakibatkan oleh Hesti yang mengambil uang perusahaan untuk biaya berobat Mama Rossa dan Bik Tini yang berada di rumah sakit.Siang ini lelaki itu kembali dihadapkan dengan meeting mendadak yang diminta oleh pihak Hermawan, membuat kepala Andre terasa ingin pecah."Apakah Mbak yakin akan tetap melakukan meeting ini?" tanya Andre dengan nada khawatir seraya memijat pelan kepalanya. Tatapan mata lelaki itu tidak bisa lepas dari wanita cantik yang tengah duduk manis dihadapannya.Amera mendekati Andre dan meraih tangan suaminya itu, apa yang dilakukan oleh Amera sedikit membuat Andre terkejut. Sebab, begitu banyak hal yang terjadi dalam waktu dekat ini membuat hubungan mereka terasa aneh.Andaikan Amera masih menjadi Kakak iparnya, mungkin Andre akan menghindari tatapan lekat dan lembut wanita itu, namun sayang. Mereka telah sah menjadi suami istri dan hal itu membuat Andre harus terbiasa bersentuhan dengan Amera."Nan
Hesti mulai menjalankan rencananya, ia akan membuat hidup Amera bagaikan di dalam sebuah neraka yang tidak pernah berujung.Pagi ini, dengan senyuman manis wanita itu menyambut kedatangan suaminya dan adik madu yang amat ia benci."Aku pikir kalian akan menghabiskan waktu untuk berbulan madu di hotel?" tanya Hesti dengan nada menyindir. Namun, diabaikan oleh Andre dan Amera yang langsung masuk ke rumah.Melihat betapa angkuhnya pasangan itu membuat Hesti geram dan menghentakkan kakinya, ia menatap tajam punggung suami dan adik madunya itu."Permainan baru saja dimulai," batin Hesti.Mau bagaimana pun juga, Hesti adalah istri pertama Andre dan tentu saja wanita itu memiliki derajat lebih tinggi daripada Amera.Namun, apapun yang akan dilakukan oleh Hesti. Tidak akan berpengaruh signifikan terhadap Andre dan Amera yang memang memiliki tujuan lain atas pernikahan yang keduanya lakukan.Kini Andre dan Amera yang baru saja masuk ke kamar meletakan koper mereka di samping lemari, kemudian k
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments