Amera keluar dari kamar Andre dengan lelehan air mata, ia tidak menyangka kalau pemuda yang selama ini begitu menjaga jarak dengannya dan selalu bersikap sopan ternyata adalah seorang b*j*ng*n.
Ketika Amera melewati ruangan tamu dan bertemu kembali dengan Mama Rossa, sebisa mungkin ia menutupi perasaan kecewanya."Mau ke mana kamu, Amera? Apakah pesta kalian sudah selesai?"Lagi dan lagi, wanita itu mengeluarkan kalimat yang menusuk ke hati Amera. Setelah mengusap sisa jejak air mata, Amera tidak tahan lagi. Ia berbalik badan dan menatap mantan mertuanya itu dengan tajam."Ternyata, wanita murahan yang selalu Mama ucapkan sudah naik ke atas ranjang Andre?" Amera berusaha terlihat kuat dan ingin memberikan sedikit pelajaran kepada Mama Rossa. Namun, apa yang Amera harapkan? Wanita itu malahan berdiri dan bertepuk tangan, kemudian mendekatinya."Wah! Wah! Sepertinya kamu melewatkan bagian yang seru, ya?" ejek Mama Rossa dengan senyum lebar.Ingin sekali Amera melayangkan tinjunya tepat ke bibir Mama Rossa agar mulut tak berakhlak itu tidak pernah terbuka lagi."Oh ... aku melewatkan adengan yang seru? Berarti, Mama sudah melihatnya? Tapi, keadaan Mama baik-baik saja? Aku kira Mama akan ikut ke dalam adegan itu!" balas Amera dan berhasil membuat Mama Rossa murka."Kamu!" Wajah Mama Rossa memerah padam, ia mengepalkan tangannya dan hendak menyerang Amera. Namun sayang, Amera sudah melihat pergerakannya dan segera menghindar.Mama Rossa kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke atas lantai, tidak berapa lama kemudian Andre datang. Hal ini membuat Mama Rossa mendramatisasi apa yang tengah terjadi."Aduh! Kamu begitu kejam, Amera!" kata Mama Rossa seraya mengeluh kesakitan.Andre yang melihat Mamanya tengah terjatuh segera membantu wanita itu untuk bangun kembali, tatapan mata Andre tertuju kepada Amera. Namun, Andre sudah salah mengira."Apa yang kamu lakukan kepada Mama, Mbak? Jika kamu marah padaku? Aku bisa terima, tapi ... jangan buat Mama seperti ini," jelas Andre.Rasa sakit hati yang Amera rasakan belum sirna begitu saja, sekarang Andre telah menyiramnya dengan bensin membuat luka tersebut kembali berndenyut nyeri.Amera menatap jijik ke arah Andre, "Mbak tidak marah padamu, Dek. Apa yang sudah kamu lakukan? Itu menjadi hak dan urusanmu! Jangan pernah, libatkan Mbak ke dalamnya!"Setelah mengatakan hal tersebut Amera segera pergi, ia tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Amera tidak ingin terlihat lemah, ia akan membalas semua rasa sakit ini suatu hari nanti."Mbak Amera! Mbak!" Berkali-kali Andre memanggil nama Amera yang sudah menjauh hingga masuk ke mobil.Andre masih berusaha mengejar Amera dan mengetuk pintu mobil yang sudah bergerak itu sampai terjatuh. Seakan apa yang ia lakukan sia-sia, Amera tidak ingin mendengarkan penjelasan apapun darinya.Kini, apa yang bisa Andre lakukan? Seraya menatap mobil Amera yang sudah menjauh, ia teringat kepada kejadian malam tadi. Di mana Mamanya meminta sebuah syarat untuk dilakukan agar bisa mendapatkan restu."Mama!" geram Andre dan segera kembali masuk dan mencari keberadaan wanita yang telah melahirkannya itu.Tanpa banyak berbicara lagi, setelah melihat Mama Rossa yang ternyata berada di dalam kamarnya. Andre segera memberikan pertanyaan beruntun."Mama! Apa yang sebenarnya terjadi? Mama bilang akan memberikan restu untukku menikah? Tapi, apa yang terjadi saat ini! Hah? Jawab, Ma!"Emosi Andre tidak tertahankan lagi, ia masih bisa mengingat sepenggal kejadian semalam dan Andre yakin sekali telah ditipu oleh mamanya sendiri."Hesti sayang, Mama janji akan membantumu. Mama ada di sini," kata Mama Rossa kepada wanita yang masih berada di atas rajang Andre dan mengabaikan semua pertanyaan putranya.Andre semakin frustasi dengan apa yang terjadi, tubuhnya terasa lemah dan kehilangan pondasinya. Andre terduduk di atas lantai seraya menatap Mama Rossa dan Hesti.Kenapa ada Hesti di sini? Kenapa Hesti berada di atas ranjangnya? Kenapa semuanya seperti ini? Kenapa dan kenapa, hal itu terus Andre tanyaka kepada dirinya."Maaf, Ma. Hesti hanya wanita murahan," kata Hesti dengan isak tangis. Mama Rossa mencoba menenangkan Hesti yang harus menjadi korban dari sebuah keegoisan.Mama Rossa memeluk Hesti dan mengatakan bahwa Andre akan bertanggungjawab atas apa yang sudah terjadi. Sontak saja Andre marah dan menolak hal itu."Andre tidak akan pernah menikahi, Hesti, Ma! Satu-satunya wanita yang Andre inginkan, hanyalah Mbak Amera!"Tangis Hesti semakin pecah dan membuat Andre terdiam seketika, sedangkan Mama Rossa menatap tajam kearahnya."Ya Pak Andre, saya tahu bahwa Anda begitu mencintai Ibu Amera. Sedangkan saya hanyalah wanita murahan yang telah Anda nodai," kata Hesti meratapi keadaan yang terjadi.Semuanya terdiam setelah Hesti mengatakan hal itu, Andre berulang-ulang kali membuang nafas panjang. Memikirkan apa yang harus ia lakukan, kemudian Andre memilih untuk menarik Mama Rossa meninggalkan Hesti yang terus saja menangis.Andre membawa Mama Rossa yang hanya menurut ke dalam ruangan kerja miliknya dan meminta penjelasan dari wanita itu tentang apa yang sudah terjadi."Ma, Andre mohon. Apa yang sudah Mama lakukan saat ini, sungguh kelewatan. Bagaimana dengan nasib Hesti, nantinya? Mama tahu, bukan? Kalau dia anak yatim," desah Andre dengan berat. Ia tidak tega dengan Hesti yang harus ditarik ke dalam keadaan seperti ini, tapi di sisi lain. Andre tidak mau di b*d*hi oleh Mamanya.Andre yakin sekali, semua ini adalah rencana busuk yang telah Mama Rossa buat-buat. Andre tidak mungkin menodai Hesti, ia masih ingat bahwa Mamanya hanya mengajak makan malam bersama dan menghabiskan waktu berdua. Hal yang selalu Andre lakukan setelah kepergian Papanya, sebagai pengisi hati Mama Rossa yang begitu terpukul akan kehilangan sosok lelaki itu."Ndre, Mama sudah bilang, 'kan? Kalau ... akan memberi restu untukmu menikah?"Andre berusaha mencerna apa yang baru saja Mamanya ucapkan, kemudian ia menepuk jidatnya. Apa yang Mama Rossa katakan kurang signifikat."Andre sudah bosen dan lelah dengan segala sikap kekanakan yang Mama lakukan," kata Andre dan memilih berlalu. Semakin lama berbicara dengan Mamanya yang ada hanya emosi dan darah tinggi.Namun, tangan Andre dicekal oleh Mama Rossa yang kini menatap kearahnya dengan sorot mata sayu, membuat Andre benar-benar merasa muak."Ada apalagi?" tanya Andre dengan malas."Ndre, Mama mohon. Menikahlah dengan Hesti, sama seperti permintaanmu ingin menikah dengan Amera. Mama tidak akan berhenti, sampai kamu bersedia memenuhi permintaan Mama."Andre melepaskan cengkraman tangan Mama Rossa dan melangkah dengan cepat, ia tidak mungkin melakukan apa yang Mamanya pinta.Cinta dan kasih sayang Andre hanya untuk Amera dan Kejora, ia tidak ingin memberikannya kepada orang lain."Aku harus menemui Mbak Amera," batin Andre.Di saat Amera berniat untuk melarikan diri, tiba-tiba saja pergelangan tangannya dicengram erat oleh Andre.Lelaki itu menariknya masuk ke ruangan di mana ada Mama Rossa yang tengah di rawat, jantung Amera berdetak semakin kencang. Terlebih ketika matanya menatap ke arah ranjang rumah sakit, di mana wanita yang ia ingin hindari itu tengah terbaring lemah."Mama," panggil Andre dengan suara pelan seraya meraih tangan Mama Rossa. Wanita itu mengalihkan perhatiannya sejenak untuk menatap wajah Andre, sebelum membuang kembali wajahnya ke arah berlawanan."Kenapa kamu bersama dia?" tanya Mama Rossa membuat hati Amera tersentil.Andre menatap ke arah Amera sejenak dan tersenyum lebar, seolah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja.Kemudian Andre kembali mengajak Mama Rossa berbicara tentang penyebab wanita yang telah melahirkannya itu bisa masuk ke rumah sakit."Mama lelah, bisa tinggalkan Mama? Mama ingin beristirahat," kata Mama Rossa dengan nada pelan."Baiklah, aku akan pergi. Ta
Amera hanya bisa menggigit bibir bawahnya ketika Hesti datang dengan keadaan marah-marah dan menarik tangan Andre untuk keluar dari ruangan tersebut.Kini hanya ada Amera seroang diri di dalam kamar, ia menutup pintu yang masih terbuka lebar itu dan berjalan gontai menuju ke ranjang."Selalu aku yang bersalah," gumamnya pelan seraya menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.Terlalu munafik untuk Amera mengatakan dirinya baik-baik saja saat ini, padahal ia juga seroang wanita yang memiliki perasaan.Semua yang teradi di dalam hidupnya terlalu berat untuk ia pikul seroang diri, terlebih harus berhadapan dengan Hesti yang menjadi madunya."Ya Tuhan, kuatkanlah aku," batin Amera, kemudian ia pun memejamkan kedua matanya.Di saat Amera tengah merasa kesepian dan rasa sedih yang mendalam akan semua hal yang terjadi, Andre dan Hesti malahan melakukan hal lain.Kedua insan itu menghabiskan beberapa ronde malam pertama yang mereka lewatkan begitu saja, Andre benar-benar lepas kendali sampai tum
"Mas, aku—" Suara Hesti tercekat di leher, ketika melihat sebuah adengan yang tidak senonoh dari suami dan madunya itu.Nampan yang dibawa oleh wanita itu sampai terjatuh dan menimbulkan suara yang cukup keras, membuat Amera dan Andre tersadar.Mereka berdua kembali berusaha untuk bangun, walaupun Amera merasa kesulitan dan tidak sengaja menyentuh sesuatu yang terasa keras."Kalian!" pekik Hesti dengan mata yang memerah. Antara marah dan merasa cemburu, mata wanita itu mengembun.Hati Hesti benar-benar terasa dicabik-cabik, ia tidak bisa menahannya lebih lama lagi dan bergegas menghampiri Amera."Dasar! Wanita pelakor!" teriak Hesti murka dan menjambak rambut Amera dengan begitu kerasnya dan membuat wanita itu meringis kesakitan.Andre yang melihat keganasan Hesti pun berusaha untuk melerai dengan cara menarik tubuh Hesti yang masih menggenggam erat rambut Amera."Lepaskan, Hes!" perintah Andre. Namun, seolah tuli. Hesti tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh Andre.Wanita itu
Di saat Amera yang tengah merasa sedih dengan penolakan yang dilakukan oleh Kejora yang berada di bawah pengaruh Hermawan, kini kepala Andre malahan semakin terasa ingin pecah.Semenjak kepergian Amera dan Hesti, Andre mulai mengerjakan sesuatu dan menemukan sebuah fakta yang sulit ia terima."Dasar!" geram Andre seraya menjambak rambutnya. Mata elang lelaki itu menatap tajam sebuah laporan yang dikirim ke alamat emailnya, sesuatu hal yang sama sekali tidak pernah bisa ia bayangkan.Kemudian Andre terdiam sejenak, memikirkan jalan keluar yang akan dirinya ambil untuk selanjutnya. Semua yang terjadi benar-benar membuat otak lelaki tampan itu terasa buntu, sampai sebuah ide melintas begitu saja."Baiklah, aku akan mengikuti permainanmu. Tapi, jangan salahkan aku, jika nanti kamu akan menyesali semuanya," senyum smirk nampak mengerikan disudut Andre yang telah memikirkan sebuah rencana untuk menjebak seseorang yang telah membuatnya panik bukan kepalang.Hingga Andre bekerja sampai sore
Di saat Andre harus memutar otak untuk bisa menutupi pengeluaran yang diakibatkan oleh Hesti yang mengambil uang perusahaan untuk biaya berobat Mama Rossa dan Bik Tini yang berada di rumah sakit.Siang ini lelaki itu kembali dihadapkan dengan meeting mendadak yang diminta oleh pihak Hermawan, membuat kepala Andre terasa ingin pecah."Apakah Mbak yakin akan tetap melakukan meeting ini?" tanya Andre dengan nada khawatir seraya memijat pelan kepalanya. Tatapan mata lelaki itu tidak bisa lepas dari wanita cantik yang tengah duduk manis dihadapannya.Amera mendekati Andre dan meraih tangan suaminya itu, apa yang dilakukan oleh Amera sedikit membuat Andre terkejut. Sebab, begitu banyak hal yang terjadi dalam waktu dekat ini membuat hubungan mereka terasa aneh.Andaikan Amera masih menjadi Kakak iparnya, mungkin Andre akan menghindari tatapan lekat dan lembut wanita itu, namun sayang. Mereka telah sah menjadi suami istri dan hal itu membuat Andre harus terbiasa bersentuhan dengan Amera."Nan
Hesti mulai menjalankan rencananya, ia akan membuat hidup Amera bagaikan di dalam sebuah neraka yang tidak pernah berujung.Pagi ini, dengan senyuman manis wanita itu menyambut kedatangan suaminya dan adik madu yang amat ia benci."Aku pikir kalian akan menghabiskan waktu untuk berbulan madu di hotel?" tanya Hesti dengan nada menyindir. Namun, diabaikan oleh Andre dan Amera yang langsung masuk ke rumah.Melihat betapa angkuhnya pasangan itu membuat Hesti geram dan menghentakkan kakinya, ia menatap tajam punggung suami dan adik madunya itu."Permainan baru saja dimulai," batin Hesti.Mau bagaimana pun juga, Hesti adalah istri pertama Andre dan tentu saja wanita itu memiliki derajat lebih tinggi daripada Amera.Namun, apapun yang akan dilakukan oleh Hesti. Tidak akan berpengaruh signifikan terhadap Andre dan Amera yang memang memiliki tujuan lain atas pernikahan yang keduanya lakukan.Kini Andre dan Amera yang baru saja masuk ke kamar meletakan koper mereka di samping lemari, kemudian k