Share

Bab 2 Kabur

Author: Biyung_Desa
last update Last Updated: 2024-08-16 16:42:16

Bab 2

"Hahaha, mau membohongi Kita dia, Kang!" ledek Komar.

"Tidak, sungguh!" jawab Jenny.

"Kami tidak sekalipun per ..." Jenny memotong perkataan Kemi karena dia melihat Mila yang berdiri melihat ke arah mereka dari jarak tak terlalu jauh. Posisi Mila berada di belakang pohon jambu yang bentuknya kurus keris.

Jenny menunjuk ke arah pohon jambu itu membuat Mila terkejut.

“Itu dia, dia anakku!" teriak Jenny menunjukan posisi Mila pada ketiga pria penagih hutang.

"Mana?" tanya Kemi melihat ke arah yang ditunjukan Jenny.

"Kayaknya itu, Kang. Gadis kecil itu!" tunjuk Aseng yang sudah melihat posisi Mila.

Kemi menajamkan padangannya, meski keadaan halaman rumah kontrakan itu terang benderang karena cahaya lampu. Tapi mata Kemi mengalami rabun jauh, sehingga tak begitu jelas jika harus melihat jarak jauh.

"Udah, tangkap saja dulu ... lumayan lah. Daripada kena omelan melulu karena ga pernah dapat hasil dari si Jenny ini!" ujar Komar mengusulkan.

Mila mundur beberapa langkah, kemudian dia membalikkan badan dan berlari sekencang-kencangnya.

"Lari dia, woi!" teriak Komar.

"Aduh, Ayo kejar!" ajak Kemi berlari lebih dulu diikuti Komar dan Aseng.

"Woi, jangan lari!" Komar meneriaki Mila yang tak peduli dan terus berlari sekencang-kencangnya.

Mata Mila membeliak melihat tembok-tembok tinggi di kiri-kanan jalan yang dilaluinya. Bahkan di depan sana ada tembok lumayan tinggi di depannya. Dia berhenti,  berdiri di tikungan jalan memperhatikan jalan di depannya dan tembok pagar bumi pembatas yang lumayan tinggi di hujung jalan ini. Harus kah dia mengikuti jalan ini melarikan diri atau ...

Mila melihat ada kotak box kayu bekas buah-buahan yang tergeletak berjejer di tembok. Mila mengatur napas, dia  kembali mundur lalu bergegas berlari dengan cepat lalu melompat ke atas kotak bok kayu dan ... tap ...

Tangan kanan Mila meraih ujung atas tembok, Mila menaikkan tangan kirinya lalu mengangkat badannya ke atas. Dengan cepat diangkatnya kaki kanannya untuk naik ke atas tembok. Tanpa pikir panjang, Mila menjatuhkan diri ke seberang tembok.

Bug ...

"Auuw!" Pekik Mila lirih, "aduh, Ya Tuhan ... untung saja aku jatuh di tumpukan apa ini. Empuk," ucap Mila merasa lega.

Dengan posisi terlentang di atas tumpukan kresek hitam berisi sampah, dia menatap ke atas langit yang semakin gelap gulita. Mila menahan napasnya, saat mendengar suara orang yang mengejarnya tadi.

"Waduh, cepat banget larinya! Ayo, kita kejar kesana!"

Mila menghela napas lega saat suara orang yang mengejarnya menjauh. Mila mengangkat tangan kirinya, ditatapnya kresek berisi gorengan yang tadi dibelinya.

"Masih aman kamu? Cih ... untung saja ini bukan sampah busuk.  Sepertinya ini kain!" gumam Mila sambil menatap senang ke arah kresek gorengannya.

Sreeek ...

Mata Mila membeliak saat mendengar suara langkah kaki. Dia merubah posisinya menjadi tengkurap, dia ingin memastikan siapa yang datang.

Dari arah kegelapan ada sosok yang datang mendekat, Mila menyipitkan  mata menajamkan pandangannya.

Mata Mila menangkap sosok pria yang berdiri tegap, tak jauh darinya. Pria itu berkacak pinggang memperhatikan sekeliling.

"Perasaan tadi kaya ada suara benda jatuh, tapi di mana ya?" Pria itu tampak bergumam dengan kepalanya yang celingukan kesana-kemari.

Mila menahan napas, dalam hati dia bersyukur karena memakai kaos hitam dan suasana di tempatnya sembunyi benar-benar gelap. Itu menguntungkannya karena membuatnya tak terlihat di kegelapan.

"Ck, mana gak bawa ponsel!" gerutu pria itu.

"Aduh, kebelet pipis pula!" imbuhnya.

Pria itu mendekati pohon tak jauh dari tempat  Mila bersembunyi.

Kraaayak ...

Mila meringis jijik mendengar suara percikan air dari aktifitas pria yang sedang buang air itu. Mila tersenyum nakal, dia punya rencana yang tiba-tiba terbesit di dalam pikirannya.

"Baaa!" Mila berdiri dan langsung berteriak hingga membuat pria itu terkejut .

"Waaa, jurig ... setan!" pekik pria itu langsung berlari dengan celana yang melorot.

Kedebuk ...

Pria itu terjatuh, kemudian dia berdiri lagi dan menarik celananya ke atas lalu berlari lagi dengan memegangi celananya.

Mila tertawa terpingkal-pingkal melihat kejadian yang berlangsung di depan matanya itu. Akan tetapi tawanya seketika terhenti saat dirinya menyadari jika dia tak tahu sedang berada di mana dirinya saat ini.  Mila memperhatikan sekeliling, gelap dan dia memang tidak mengetahui wilayah ini sebelumnya.

Mila merogoh tote bagnya, mengambil ponsel dan menyalakan lampu senter ponselnya. Dia turun dari tumpukan sampah. Lalu berjalan kedepan, dia melihat ada sebuah rumah besar di depan sana dengan keadaan yang gelap juga.

"Gelap sekali, apa mungkin sedang mati lampu ya?" gumam Mila.

Mila baru menyadari jika dia sudah melompat masuk ke kawasan rumah orang yang di pagar rapat. Saat ini dia berada di halaman belakang rumah. Mila mematikan ponselnya dan berjalan mengendap mendekati pintu belakang rumah. Mila mengigit bibir menahan rasa takutnya, dia membayangkan jika  saat-saat seperti ini tiba-tiba muncul hantu secara mendadak di hadapannya.

Mila berjalan perlahan, dia mengamati situasi. Dirasa aman, Mila mengendap hendak berjalan kedepan dengan posisi membungkuk. Saat di ujung pojok rumah dan hendak berbelok Mila terkejut karena wajahnya berpapasan dengan sesosok wajah.

"Aaa ... cuh!" Mila berteriak kaget dan dengan spontan langsung meludahi seseorang yang tiba-tiba berada di hadapannya itu.

"Sial4n!" umpat kasar pria itu.

Mata Mila terbuka lebar, jantungnya berdegup kencang saat mendengar suara umpatan yang sangat keras. Beberapa orang datang mendekat seketika juga lampu menyala terang benderang.

Mila menatap satu persatu pria yang asing dalam pandangannya. Ada sekitar lima orang termasuk pria yang tepat berada di hadapannya. Pria itu mengusap kasar wajahnya.

"Hei, siapa kamu? Kenapa mengedap-ngendap di sini?" tanya salah seorang pria yang terlihat berwajah seram.

Mereka adalah sekelompok preman kampung, yang sering membuat huru-hara di kampung mereka. Tanpa Mila sadari, dia sudah memasuki wilayah markas para preman kampung itu. Malang sekali nasib Mila, lari dari harimau justru masuk kandang buaya. Benni ketua kelompok preman itu, menatap kesal Mila karena Mila sudah meludahi wajahnya.

Bersambung …

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 81

    Intan yang semula ingin masuk kios, memilih diam dan menguping di sisi pintu. Dia bisa mengerti dan memahami isi percakapan Mila dan Mbok Denok yang terdengar dari ponsel Mila. Baru setelah Mila selesai mengobrol, Intan memunculkan diri. "Kak," sapa Intan mendekati Mila. "Ya Sayang," jawab Mila tersenyum pada Intan. "Kak mila sudah makan siang?" tanya Intan. "Sudah tadi, sebelum Mbak Retno pergi. Adik Kak Mila ini sudah makan?" "Sudah. Kak, boleh gak Intan minta sesuatu sama Kak Mila?" tanya Intan. "Boleh, mau minta apa? Kalau Kak Mila bisa turutin pasti langsung diturutin." "Intan mau tinggal sama Kak Mila selamanya, boleh?" Bibir Mila terkunci, matanya menatap lekat wajah Intan. Dia curiga, jika Intan pasti sudah mendengar pembicaraannya dengan Mbok Denok. "Pasti, Kak Mila tidak pernah keberatan jika Intan tinggal sama Kakak. Karena kan, Kak Mila gak punya keluarga. Jadi, pas ada Intan jadi berasa punya keluarga. Intan itu satu-satunya adik yang Kak Mila punya. Kena

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 80

    Sesuai janjinya, Bu Fitri benar-benar membantu Mila mengadakan syukuran di rumah barunya. Bahkan Bu Fitri juga lah yang merekomendasikan catering untuk konsumsi para tamu. Mila cukup senang karena para tetangganya ramah-ramah. Pak Rt juga membantu Mila mendaftarkan Intan di sekolah yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Pak Rt dan istrinya tak mau menerima imbalan dari Mila, sehingga Mila memutuskan membeli sesuatu saja untuk mereka. Mila memutuskan pergi ke pasar dengan memesan ojek online. Selain tak ada motor juga Mila tak tahu lokasi pasar terdekat. Sesampainya di pasar, Mila langsung menuju ke kios buah. Membeli apel merah, jeruk, pir dan buah naga. Lalu melanjutkan membeli bahan makanan dan bumbu dapur. Setelah selesai, Mila langsung mencari becak motor untuk mengantarnya pulang. Baru saja Mila sampai rumah dan baru turun dari becak. Intan juga baru sampai pulang dari sekolah. "Adik kak Mila sudah pulang," ucap Mila menyambut kedatangan Intan.Inta tersenyum mendekati Mila l

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 79

    Mila sudah berada di dapur sejak subuh, membantu Mbok Denok memasak di dapur. Mak Leha, sudah sibuk mencuci pakaian kotor penghuni panti dengan mesin cuci. Mbok Denok beberapa kali terdengar membuang napas berat. Mila sesekali memperhatikan wanita yang sudah sangat baik padanya itu."Mil, kamu sudah yakin dengan keputusanmu ini?" Mbok Denok pada akhirnya membuka suara. "Ya, Mbok. Mila sudah yakin ..." "Mbok merasa khawatir tapi tak bisa berbuat apa-apa," ucap Mbok Denok sedih."Gak pa pa, Mbok. Mila sudah biasa menjalani kehidupan yang keras," jawab Mila mencoba menenangkan perasaan Mbok Denok."Semoga saja semua baik-baik saja ya, Mil." "Aamiin, Mbok." "Kamu jaga diri baik-baik, jaga kandungan kamu. Simbok sudah menganggap calon anakmu ini seperti cucu Simbok sendiri," kata Simbok berpesan, Mila mengangguk. "Mil," Simbok dan Mila langsung terdiam saat Yuza tiba-tiba datang ke dapur."Ya, Kak?" jawab Mila mendekati Yuza."Aku sama Mama mau berangkat sekarang. Kamu baik-baik d

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 78

    Berat bagi Mila menjalani hari-hari yang selalu dalam pantauan Bu Sania dan juga Moza. Gadis kota itu terlihat ramah saat ada Bu Sania dan Yuza, selebihnya dia seperti manusua angku yang minta di keroyok dan dipukuli ramai-ramai. Sore itu, dia merasa begitu lelah setelah seharian berkerja. Intan membantu memijat kaki Mila meski Mila sudah melarangnya. "Tan, jangan lupa untuk siap-siap ya. Kita bisa aja disuruh pergi dari sini kapan saja. Jadi kita harus sudah siap," Kata Mila. "Iya, Kak. Barang-barang Intan kan cuma sedikit," balas Intan. "Iya, semoga mereka mencarikan rumah yang sesuai dan nyaman. Jadi kita bisa usaha cari uang meski tanpa keluar jauh dari rumah." "Maksudnya, kita jualan gitu ya kak?" tanya Intan."Ya gitu juga, boleh." Intan mengangguk seolah benar-benar mengerti apa yang mereka bicarakan. Tiga hari kemudian, Saat Mila sedang membantu Mbok Denok dan Mak Leha di dapur. Bu Sania datang menemui Mila. "Mila," panggil Bu Sania. "Ya, Bu. Bagaimana?" jawab Mila sa

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 77

    "Kenapa memangnya? anda hanya ingin menerima bayi ini tapi tidak dengan saya?" tanya Mila dengan wajah yang dibuat-buat sedih."Tidak dua-duanya!" tegas Bu Sania.Mila terbelalak pura-pura terkejut mendengar perkataan Bu Sania. "Tega sekali anda, Nyonya. Aku mungkin memang tak pantas menjadi bagian dari kalian. Tapi, bayi ini ... dia ini ... " jawab Mila dengan nada yang terdengar pilu.Di luar dapur, Mak Leha dan Mbok Denok menggaruk kepala mereka karena bingung. Karena tadi Mila bilang punya suami dan sekarang lain pengakuannya."Aku tidak peduli, bawa saja anak itu pergi denganmu!" jawab Bu Sania sinis."Ya Tuhan, tak kusangka dan tak kuduga. Orang yang kelihatannya baik, dermawan suka menolong orang. Tapi tega pada pada darah dagingnya sendiri," ucap Mila."Ck, tidak perlu banyak bicara! Pergi saja ... berapa yang kamu mau agar kamu mau pergi jauh dari kehidupan kami?" tanya Bu Sania. Mila tersenyum miring, ini yang dia tunggu dari tadi. "Aku ... hanya mau Mas Yuza. Dia bisa

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 76

    Yuza tergelak mendengar penuturan Mila. Dia mengira jika Mila cemburu pada Moza. "Sebenarnya, aku juga tidak suka pada Moza. Dia itu pilihan mamaku, dia putri sahabat baik Mama," ucap Yuza berharap agar Mila mengerti arti ucapannya."Maksudmu, kamu menyukai wanita lain?" tanya Mila. Yuza tersenyum lalu mengangguk."Lalu kenapa bilang padaku, kenapa tidak bilang saja pada orang tuamu," balas Mila membuat Yuza menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Ck, gimana ya?" gumam Yuza."Apanya yang gimana?" tanya Mila bingung meligat tingkah Yuza."Sku bingung aja bilang ke mereka, gak punya alasan yang tepat. Ya ... alasan yang mungkin bisa diterima, misal aku bilang sudah punya tambatan hati. Sayangnya, aku gak punya." "Oh begitu ... ya sudah. Terima nasib, mungkin memang dia jodohmu," jawab Mila santai.Yuza tersenyum, jawaban Mila tak sesuai yang dia harapkan. Padahal dia mengira, jika Mila bakal mengatakan, mau di jadikan alasan untuk menolak Moza."Kembalilah ke aula!" usir Mila. Akhirny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status