Bab 3.
"Kayaknya dia deh yang tadi nakut-nakutin aku tadi!" sahut Jojo salah satu anak buah Benni. "Maaf, Mas-Mas, Abang-Abang. Saya gak bermaksud lancang. Cuma tadi saya kepepet karena dikejar orang, terpaksa saya lompat kesini. Saya cuma bersembunyi, gak punya maksud lain kok. Sumpah!" ujar Mila. "Jangan percaya, Bos. Siapa tahu dia itu sebenarnya intel," bisik Jojo. "Bukan-bukan kok!" sahut Mila saat mendengar penuturan Jojo. "Saya ini cuma gadis biasa saja, bukan intel seperti yang kalian duga," imbuh Mila. "Mana ada maling ngaku!" balas Koko. Mila menoleh ke arah Koko, pria berkulit hitam berambut kerinting itu menatap tajam ke arah Mila. "Sumpah, Bang-Abang ... saya ini tadi di kejar-kejar orang," Mila kembali menegaskan. "Memang siapa yang mengejar kamu? Kenapa kamu bisa dikejar mereka, kamu buron?" tanya Dirga, dia berdiri paling dekat dengan Benni. Mila menoleh ke sumber suara, mata Mia melebar. Mulutnya sedikit terbuka saat melihat pria yang baru saja bersuara itu. "Jawab!" bentak Benni hingga membuat Mila terhenyak. "Anu, siapa tadi ya ..." Mila mencoba mengingat nama salah satu orang yang mengejarnya. Sangking takutnya, dia sampai lupa. "Kamu, yang tinggal di rumah Mbak Jenny ya?" tanya Dirga dijawab anggukan oleh Mila. "Kamu kenal sama dia, Ga?" tanya Benni. "Tidak, cuma sering lihat dia keluar masuk dari rumah Mbak Jenny," jawab Dirga. "Kamu peliharaannya si Jenny?" tanya Benni menatap serius wajah Mila. "Hah, maksudnya?" tanya Mila balik. "Kamu anak didiknya Jenny," Dirga menerangkan. "Eh, bukan! aku cuma numpang tinggal aja di sana," jawab Mila. "Masa?" goda Jojo menatap Mila dengan tatapan menjijikan. "Jangan macam-macam kamu! aku memang cuma numpang di rumah dia, karena aku ini anaknya. Tapi bukan berarti aku sama dengan dia!" bentak Mila sambil menunjuk ke arah muka Jojo. "Jangan seperti itu, Jo. Dia masih anak-anak!" tegur Wawan yang dari tadi hanya diam. "Eh, tapi biarpun anak-anak ... bisa lah diajak bikin anak!" jawab Jojo tersenyum menyeringgai. Mila mundur kebelakang, matanya memperhatikan sekitar. Dia mencari jalan untuk melarikan diri. "Kenapa kamu bisa sampai masuk ke markas kita?" tanya Benni hingga membuat Mila kembali menatap ke arah para pria di hadapannya. "Aku, dikejar karena mau di jadikan jaminan hutang ibuku. Kata yang datang menagih hutang, semua hutang ibuku bisa lunas asal ibuku punya jaminan. Misalnya punya anak perempuan yang bisa dijadikan istri bos mereka," jawab Mila. Para pria itu saling pandang satu sama lain. "Apa yang mengejarmu itu, namanya Kemi, Komar dan Aseng?" tanya Dirga. "Ah, iya. tadi sempat dengar kalau nama salah satu orang itu Komar," jawab Mila tersenyum menatap wajah Dirga. "Wah, berarti dia calon ibu tirimu, Bos!" celetuk Jojo dan langsung mendapat tamparan kasar dari Benni. Mila menatap ke arah Benni yang terlihat kesal. Mila duduk di sofa ruang tamu yang keadaan sangat berantakan. Sampah kulit kacang di sana-sini, putung rokok. Mila merasa mual melihatnya. Benni menyuruhnya untuk masuk dan mengajak Mila untuk menceritakan lebih detail apa yang dialaminya. Diruangan itu, hanya ada Benni, Mila dan Dirga. "Coba kamu ceritakan kronologinya?" titah Benni. "Sebenarnya, aku tidak tahu menahu masalah ibuku itu. Aku hanya tinggal menumpang di sana, baru sekitar enam bulan lebih. Dari dulu dia tidak mengingikanku dan tidak pernah merawatku. Aku terpaksa menumpang karena Bapak dan juga Oma Rita yang dulu merawatku sudah tiada. Aku tak menyangka jika bakal dijadikan jaminan hutangnya." Benni dan Dirga menatap iba pada Mila. Benni mendengus kesal, dia membuang muka menatap ke arah luar jendela. "Dia memang terlihat masih bocil. Tapi, wajah dia bisa dibilang lumayan. Kalau tadi dia ketangkep sama si Komar. Terus bapakku melihat dia, bisa-bisa dia jadi adik madu Ibuku yang ke tiga," gumam Benni dalam hati. "Ben!" Dirga memanggil Benni sambil menepuk pundak sahabat sekaligus bosnya itu. "Hm," Benni menoleh ke arah Dirga yang sekilas melirik ke arah Mila. Memberi kode pada Benni mau di apakan si Mila. "Kayaknya sementara, dia harus kita umpetin di sini, deh," usul Benni. Dirga mengangkat satu alisnya, "sudah kamu pikirkan baik-baik?" tanya Dirga memastikan. "Kamu lihat saja dia, kalau bapakku lihat. Pasti diembat juga. Kasihan ibuku," bisik Benni mendekatkan bibirnya pada telinga Dirga. Dirga mengangguk setuju, dia juga tahu jika bapak dari sahabatnya itu sudah menikah lagi dengan beberapa wanita. "Kami memutuskan untuk menampung kamu di sini untuk sementara waktu," ucap Dirga menatap lembut ke arah Mila. Dari kelima sahabat berandalan itu, memang hanya Dirga yang masih terlihat lembut. "Tapi ..." Mila merasa keberatan. "Kenapa, kamu memilih keluar dari sini. Agar ditemukan bapakku, supaya kamu bisa nikah sama dia terus numpang hidup. Dasar cewek matre!" cecar Benni. "Eh, Bang. Kalau ngomong dikondisikan dong! Kalau aku mau nikah sama bapakmu, ngapain juga aku kabur. Kalau ada orang mau ngomong tuh, didengarin dulu bukan main potong aja!" balas Mila kesal. "Sabar dulu, Ben," ucap Dirga. "Kalau aku tinggal di sini, makan minumku gimana? Pakaian juga? Aku tuh biasanya kerja paruh waktu sepulang sekolah. Jadi ..." "Makan dan minum sementara kita yang tanggung. Pakaian nanti, biar aku ambilkan punya adikku yang sudah tidak dia pakai, tapi masih layak. Kamu tidak perlu kerja karena kamu tidak diijinkan keluar dari rumah ini," potong Benni. "Memangnya harus seserius ini ya? Masa iya, bapakmu tetap mau menikahiku kalau melihatku yang mungkin seumuran anaknya," ucap Mila merasa jika apa yang dilakukan Benni saat ini sangat berlebihan. "Aku lebih tahu seperti apa bapakku." "Mm, kalau begitu ... biar aku pergi jauh saja. Aku tidak mau berada di sini, apalagi masih dekat dengan ibuku. Bisa jadi suatu saat ada yang melihatku dan melaporkan pada bapakmu. Aku tidak mungkin luntang-lantung, aku harus kerja karena harus punya uang. Aku butuh beli pembalut, pembersih wajah dan keperluan lainnya. Bahkan butuh jajan seblak juga!" protes Mila. "Ck, itu kecil. Nanti biar aku belikan semua itu!" jawab Benni enteng. "Mm, tidak mau ... aku tidak mau mendapatkan barang secara gratis atau cuma-cuma. Nanti ujung-ujungnya cuma modus!" tolak Mila. "Astaga, bocah ini!" ucap Benni sangat kesal. "Kamu pikir, aku punya selera denganmu?" ejek Benni. "Ya sapa tahu, Abang punya tujuan tertentu, kayak bapakmu itu. Kalian sama-sama hidup dalam dunia yang gelap!" jawab Mila ketus. "Weits, dunia yang gelap ... kasih lampu, Ben. Kasih lampu!" goda Dirga sambil terkekeh. Benni mencakup kulit kacang di meja dan melempar kasar ke arah Dirga yang masih tertawa. Mila menatap Dirga yang terlihat semakin tampan saat tertawa lepas. "Kamu butuh uang, akan ku kasih pekerjaan!" ujar Benni, matanya menyipit karena merasa kesal pada Mila, yang justru sedang menatap Dirga sambil tersenyum tidak jelas. Puk ... "Aduh!" pekik Mila mengusap keningnya, matanya menyoroti kulit kacang yang jatuh di pangkuannya. Dia melirik kesal ke arah Benni. "Pekerjaan apa yang mau kamu kasih ke aku, tapi maaf sebelumnya. Aku menolak keras jika harus jadi p3ngedar, kurir barang haram atau segala macam yang bersifat haram. Big no!" tolak Mila. Bersambung…Intan yang semula ingin masuk kios, memilih diam dan menguping di sisi pintu. Dia bisa mengerti dan memahami isi percakapan Mila dan Mbok Denok yang terdengar dari ponsel Mila. Baru setelah Mila selesai mengobrol, Intan memunculkan diri. "Kak," sapa Intan mendekati Mila. "Ya Sayang," jawab Mila tersenyum pada Intan. "Kak mila sudah makan siang?" tanya Intan. "Sudah tadi, sebelum Mbak Retno pergi. Adik Kak Mila ini sudah makan?" "Sudah. Kak, boleh gak Intan minta sesuatu sama Kak Mila?" tanya Intan. "Boleh, mau minta apa? Kalau Kak Mila bisa turutin pasti langsung diturutin." "Intan mau tinggal sama Kak Mila selamanya, boleh?" Bibir Mila terkunci, matanya menatap lekat wajah Intan. Dia curiga, jika Intan pasti sudah mendengar pembicaraannya dengan Mbok Denok. "Pasti, Kak Mila tidak pernah keberatan jika Intan tinggal sama Kakak. Karena kan, Kak Mila gak punya keluarga. Jadi, pas ada Intan jadi berasa punya keluarga. Intan itu satu-satunya adik yang Kak Mila punya. Kena
Sesuai janjinya, Bu Fitri benar-benar membantu Mila mengadakan syukuran di rumah barunya. Bahkan Bu Fitri juga lah yang merekomendasikan catering untuk konsumsi para tamu. Mila cukup senang karena para tetangganya ramah-ramah. Pak Rt juga membantu Mila mendaftarkan Intan di sekolah yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Pak Rt dan istrinya tak mau menerima imbalan dari Mila, sehingga Mila memutuskan membeli sesuatu saja untuk mereka. Mila memutuskan pergi ke pasar dengan memesan ojek online. Selain tak ada motor juga Mila tak tahu lokasi pasar terdekat. Sesampainya di pasar, Mila langsung menuju ke kios buah. Membeli apel merah, jeruk, pir dan buah naga. Lalu melanjutkan membeli bahan makanan dan bumbu dapur. Setelah selesai, Mila langsung mencari becak motor untuk mengantarnya pulang. Baru saja Mila sampai rumah dan baru turun dari becak. Intan juga baru sampai pulang dari sekolah. "Adik kak Mila sudah pulang," ucap Mila menyambut kedatangan Intan.Inta tersenyum mendekati Mila l
Mila sudah berada di dapur sejak subuh, membantu Mbok Denok memasak di dapur. Mak Leha, sudah sibuk mencuci pakaian kotor penghuni panti dengan mesin cuci. Mbok Denok beberapa kali terdengar membuang napas berat. Mila sesekali memperhatikan wanita yang sudah sangat baik padanya itu."Mil, kamu sudah yakin dengan keputusanmu ini?" Mbok Denok pada akhirnya membuka suara. "Ya, Mbok. Mila sudah yakin ..." "Mbok merasa khawatir tapi tak bisa berbuat apa-apa," ucap Mbok Denok sedih."Gak pa pa, Mbok. Mila sudah biasa menjalani kehidupan yang keras," jawab Mila mencoba menenangkan perasaan Mbok Denok."Semoga saja semua baik-baik saja ya, Mil." "Aamiin, Mbok." "Kamu jaga diri baik-baik, jaga kandungan kamu. Simbok sudah menganggap calon anakmu ini seperti cucu Simbok sendiri," kata Simbok berpesan, Mila mengangguk. "Mil," Simbok dan Mila langsung terdiam saat Yuza tiba-tiba datang ke dapur."Ya, Kak?" jawab Mila mendekati Yuza."Aku sama Mama mau berangkat sekarang. Kamu baik-baik d
Berat bagi Mila menjalani hari-hari yang selalu dalam pantauan Bu Sania dan juga Moza. Gadis kota itu terlihat ramah saat ada Bu Sania dan Yuza, selebihnya dia seperti manusua angku yang minta di keroyok dan dipukuli ramai-ramai. Sore itu, dia merasa begitu lelah setelah seharian berkerja. Intan membantu memijat kaki Mila meski Mila sudah melarangnya. "Tan, jangan lupa untuk siap-siap ya. Kita bisa aja disuruh pergi dari sini kapan saja. Jadi kita harus sudah siap," Kata Mila. "Iya, Kak. Barang-barang Intan kan cuma sedikit," balas Intan. "Iya, semoga mereka mencarikan rumah yang sesuai dan nyaman. Jadi kita bisa usaha cari uang meski tanpa keluar jauh dari rumah." "Maksudnya, kita jualan gitu ya kak?" tanya Intan."Ya gitu juga, boleh." Intan mengangguk seolah benar-benar mengerti apa yang mereka bicarakan. Tiga hari kemudian, Saat Mila sedang membantu Mbok Denok dan Mak Leha di dapur. Bu Sania datang menemui Mila. "Mila," panggil Bu Sania. "Ya, Bu. Bagaimana?" jawab Mila sa
"Kenapa memangnya? anda hanya ingin menerima bayi ini tapi tidak dengan saya?" tanya Mila dengan wajah yang dibuat-buat sedih."Tidak dua-duanya!" tegas Bu Sania.Mila terbelalak pura-pura terkejut mendengar perkataan Bu Sania. "Tega sekali anda, Nyonya. Aku mungkin memang tak pantas menjadi bagian dari kalian. Tapi, bayi ini ... dia ini ... " jawab Mila dengan nada yang terdengar pilu.Di luar dapur, Mak Leha dan Mbok Denok menggaruk kepala mereka karena bingung. Karena tadi Mila bilang punya suami dan sekarang lain pengakuannya."Aku tidak peduli, bawa saja anak itu pergi denganmu!" jawab Bu Sania sinis."Ya Tuhan, tak kusangka dan tak kuduga. Orang yang kelihatannya baik, dermawan suka menolong orang. Tapi tega pada pada darah dagingnya sendiri," ucap Mila."Ck, tidak perlu banyak bicara! Pergi saja ... berapa yang kamu mau agar kamu mau pergi jauh dari kehidupan kami?" tanya Bu Sania. Mila tersenyum miring, ini yang dia tunggu dari tadi. "Aku ... hanya mau Mas Yuza. Dia bisa
Yuza tergelak mendengar penuturan Mila. Dia mengira jika Mila cemburu pada Moza. "Sebenarnya, aku juga tidak suka pada Moza. Dia itu pilihan mamaku, dia putri sahabat baik Mama," ucap Yuza berharap agar Mila mengerti arti ucapannya."Maksudmu, kamu menyukai wanita lain?" tanya Mila. Yuza tersenyum lalu mengangguk."Lalu kenapa bilang padaku, kenapa tidak bilang saja pada orang tuamu," balas Mila membuat Yuza menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Ck, gimana ya?" gumam Yuza."Apanya yang gimana?" tanya Mila bingung meligat tingkah Yuza."Sku bingung aja bilang ke mereka, gak punya alasan yang tepat. Ya ... alasan yang mungkin bisa diterima, misal aku bilang sudah punya tambatan hati. Sayangnya, aku gak punya." "Oh begitu ... ya sudah. Terima nasib, mungkin memang dia jodohmu," jawab Mila santai.Yuza tersenyum, jawaban Mila tak sesuai yang dia harapkan. Padahal dia mengira, jika Mila bakal mengatakan, mau di jadikan alasan untuk menolak Moza."Kembalilah ke aula!" usir Mila. Akhirny