Kita tidak bisa memilih ingin dilahirkan oleh Ibu yang seperti apa. Mila gadis malang itu, harus berperang melawan kerasnya hidup karena diabaikan ibu kandungnya. Dia terjebak di antara orang asing yang merupakan preman-preman kampung di dekat tempat tinggalnya. Demi keamanan Mila, dia bertahan di tengah orang-orang dengan tampang seram dan tubuh kekar itu. Hingga kemudian, dia kembali terjebak dalam situasi sulit, saat salah satu pria itu tertarik padanya. Sanggupkah Mila keluar dari lingkungan preman-preman itu? Saat ada dua cinta yang datang, pada siapakah Mila harus menaruh hatinya?
View MoreBab 1. Kabur
"Aahh ..." Karmila menghentikan langkah kakinya saat mendengar desah4n dari kamar ibunya. Gadis belia yang baru saja merayakan kelulusan sekolah itu, menajamkan pendengarannya. "Mmm ..." Dia membuang napas kasar saat mendengar lenguhan demi lenguhan tersebut. Ini bukan kali pertama dia mendengar suara seperti itu. Rasa jijik saat mendengar suara er4ngan yang bersahutan, gadis itu pun melangkahkan kakinya dengan cepat menuju kamarnya dan segera mengunci pintu. Mila, begitu dia disapa, menjatuhkan tubuhnya di atas kasur yang sama sekali tidak empuk. "Ouch!" erangnya lelah. Seragam miliknya sangat kotor penuh dengan coretan warna-warni pilox. dia sudah merasa kelelahan ikut konvoi kendaraan bersama teman-teman lainya. Kini di rumah, dia harus =menyaksikan kemaksiatan yang ibunya lakukan. Mata indah Mila menatap langit-langit kamar miliknya. Memorinya terlempar ke enam bulan silam. Saat itu, sejak Oma Rita yang merawatnya sejak kecil tutup usia, Mila terpaksa tinggal bersama Ibu kandungnya, yang notabene membuangnya dari kecil dulu. Rumah yang dulu ditempati dirinya bersama Oma Rita, telah dijual oleh sanak saudara wanita itu.Mila diusir, karena memang tak memiliki hak apapun. Oma Rita yang tak memiliki anak karena tak pernah menikah semasa hidupnya.
Dia hanya diadopsi. Oma Rita yang waktu itu hidup sendirian, merasa kasihan pada Mila kecil yang kurus tak terawat. Ibu dan bapaknya bercerai saat Mila berusia tiga tahun.
Mila dirawat bapaknya setelah perceraian itu, tapi tak lama ... bapaknya meninggal. Menurut cerita yang dia dengar, bapaknya hanyut dan dinyatakan hilang saat memancing di sungai besar yang berada di dekat kampungnya. Ibunya, sibuk dengan dunianya sendiri dan tak mau merawatnya.
Semua cerita itu dia dengar dari Oma Rita dan beberapa tetangganya. Dan kini, selepas Oma Rita tiada, dia terpaksa berada satu atap dengan ibunya karena tidak memiliki tempat tinggal lain. itu pun, Mila harus memohon kepada Ibunya.
Jenny benar-benar tidak menginginkan Mila, dia bahkan hanya memberi ijin putrinya itu tinggal di rumahnya hingga sampai lulus sekolah. Setelah itu, dia tidak mau tahu, Mila harus angkat kaki dari rumahnya yang hanya mengontrak itu. Jika saja bukan karena ketakutan menjadi gelandangan, dia tak akan sudi tinggal bersama ibunya.
"Hahaha iya, makasih ya ... jangan lupa datang lagi!"
Mila mengerlingkan matanya saat mendengar suara ibunya di luar sana. Dia membatin, meratapi kemalangannya yang harus tinggal bersama ibu kandung yang tak memedulikannya sama sekali. Kruuuk ... Mila memegang perutnya yang berbunyi nyaring. Dia lantas bangun dari rebahannya dan mengambil handuk yang dia gantung di dekat jendela kamarnya. Dia ingin mandi lalu pergi mencari makan.Mila keluar dari kamarnya. Jenny yang hendak pergi ke kamar mandi, melirik ke arah putrinya yang baru saja keluar dari kamar.
Kamar Mila memang berada di belakang, di dekat dapur. Rumah kontrakan yang Jenny sewa ada dua kamar. Satu yang ditempati Mila saat ini adalah gudang sebelum putrinya itu datang. Mila mendengus kesal saat Ibunya mendahuluinya masuk ke kamar mandi. Dia pun memutuskan untuk tidak mandi dan masuk kembali ke dalam kamarnya.Dia menukar seragam kotornya dengan kaos oversize dan celana jeans panjang. Rambutnya dia gulung dengan asal. Tak lupa, menyemprotkan minyak wangi untuk menyamarkan bau asam yang melekat di badannya. Diraihnya dompet di tote bag, Mila menghitung jumlah uang miliknya yang mulai menipis.
Mila tidak pernah sekalipun mau menerima uang dari Ibunya, karena menurutnya itu uang yang didapat dengan cara yang tidak halal. Gadis itu menghidupi dirinya sendiri dengan bekerja paruh waktu di toko peralatan alat tulis yang berada tepat di depan sekolahnya. Di jaman yang serba canggih ini, harusnya Mila bisa mengikuti trend masa kini dari video lebay saja yang bisa mendapatkan uang. Tapi Mila tidak bisa melakukan itu karena ponsel miliknya yang hanya ponsel kentang, bahkan masa aktif aplikasi hijaunya saja hampir kadaluarsa. "Nasib baik, aku sekolah di sekolah negeri. Setidaknya bebas spp lah ya ... meski yang lain-lain tetap ada yang bayar. Setidaknya terbantu, kalau tidak, bisa-bisa aku putus sekolah." gumam Mila sambil memasukan kembali dompetnya ke dalam tote bag. Tanpa pamit, Mila keluar dari rumah. Dia berjalan menuju jalan besar yang jaraknya sekitar 200 meter dari rumahnya. Tepat di depan gang masuk perkampungan ini, ada beberapa warung makan. Terutama warteg yang jam operasional 24 jam tapi ramai tanpa jeda. Mila menuju warteg itu, keadaan warteg lumayan ramai. Mila hanya memesan nasi rames dan es teh, dia menyesuaikan dengan isi dompetnya. Setelah perut terisi dengan kenyang, dia membeli gorengan di pedagang gorengan yang berjualan tepat di samping warteg. Setelahnya, dia berjalan riang menuju rumah kontrakan Ibunya. Mata Mila menyipit melihat keadaan rumah ibunya yang terlihat ramai. Bahkan sangat gaduh, ada beberapa pria yang terlihat sangat berotot di sana. Mila menghentikan langkahnya dan memilih berdiri menonton dari kejauhan. "Si4lan kamu, mau sampai kapan hutang-hutangmu ini tidak kau bayar, hah?!" bentak salah satu pria berbadan kekar itu. "Nanti lah, sabar. Pasti aku bayar ... " jawab Jenny dengan nada gemetar. Dia sudah terduduk di lantai teras karena diseret keluar dengan paksa oleh ketiga pria itu. "Halah, omong doang! kamu itu membuang-buang waktu kita tahu, gak?!" rungut Kemi ketua dari kedua pria lainnya. Kemi menoyor kasar kepala Jenny hingga wanita itu hampir tersungkur. "Hutangmu itu sudah terlalu banyak, akan sulit bagimu untuk melunasinya. Mau Kamu kerja sampai tua pun, tidak mungkin lunas. Nasib baik, kamu tidak punya anak. Jika punya, sudah di pastikan mereka menanggung beban hutangmu. Makanya jangan mudah diperdaya pria, begini kan jadinya nasibmu. Pria itu yang memakai duitnya, kamu yang sengsara bayar pada bos kami. Coba kamu punya anak perempuan, bisalah ditukar untuk melunasi hutangmu dengan menjadikannya gundik bos kita. Hahaha!" ujar Kemi diselingi gelak tawa dan ikuti juga oleh kedua anak buahnya. Mila menggigit bibir bawahnya, jantungnya berdebar kencang mendengar penuturan ketiga pria yang berada di teras rumah kontrakan ibunya itu. "Jadi Ibu terlibat hutang pada rentenir karena dibodohi pacarnya,” gumam Mila dalam hati. "Kita mau apa kan dia, Kang?" tanya Komar pada Kemi. "Kita hajar saja dia biar dia tahu diri, biar mikir bayar hutang!" Aseng memberi ide pada kedua temannya. "Jangan, Kang ... kalau saya dihajar. Gimana nanti Saya bisa kerja mencari uang untuk bayar hutang. Jangan ya, Kang. Saya janji akan segera melunasi hutang saya." Jenny menangkupkan kedua tangannya memelas. "Halah, omong kosong!" sahut Kemi menendang kasar lutut Jenny hingga membuat wanita itu meringis kesakitan. "Sungguh, Kang. Anu ... A- aku punya a nak perem puan, Kang. Dia cantik!" jawab Jenny dengan nada bergetar. Bersambung ….Intan yang semula ingin masuk kios, memilih diam dan menguping di sisi pintu. Dia bisa mengerti dan memahami isi percakapan Mila dan Mbok Denok yang terdengar dari ponsel Mila. Baru setelah Mila selesai mengobrol, Intan memunculkan diri. "Kak," sapa Intan mendekati Mila. "Ya Sayang," jawab Mila tersenyum pada Intan. "Kak mila sudah makan siang?" tanya Intan. "Sudah tadi, sebelum Mbak Retno pergi. Adik Kak Mila ini sudah makan?" "Sudah. Kak, boleh gak Intan minta sesuatu sama Kak Mila?" tanya Intan. "Boleh, mau minta apa? Kalau Kak Mila bisa turutin pasti langsung diturutin." "Intan mau tinggal sama Kak Mila selamanya, boleh?" Bibir Mila terkunci, matanya menatap lekat wajah Intan. Dia curiga, jika Intan pasti sudah mendengar pembicaraannya dengan Mbok Denok. "Pasti, Kak Mila tidak pernah keberatan jika Intan tinggal sama Kakak. Karena kan, Kak Mila gak punya keluarga. Jadi, pas ada Intan jadi berasa punya keluarga. Intan itu satu-satunya adik yang Kak Mila punya. Kena
Sesuai janjinya, Bu Fitri benar-benar membantu Mila mengadakan syukuran di rumah barunya. Bahkan Bu Fitri juga lah yang merekomendasikan catering untuk konsumsi para tamu. Mila cukup senang karena para tetangganya ramah-ramah. Pak Rt juga membantu Mila mendaftarkan Intan di sekolah yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Pak Rt dan istrinya tak mau menerima imbalan dari Mila, sehingga Mila memutuskan membeli sesuatu saja untuk mereka. Mila memutuskan pergi ke pasar dengan memesan ojek online. Selain tak ada motor juga Mila tak tahu lokasi pasar terdekat. Sesampainya di pasar, Mila langsung menuju ke kios buah. Membeli apel merah, jeruk, pir dan buah naga. Lalu melanjutkan membeli bahan makanan dan bumbu dapur. Setelah selesai, Mila langsung mencari becak motor untuk mengantarnya pulang. Baru saja Mila sampai rumah dan baru turun dari becak. Intan juga baru sampai pulang dari sekolah. "Adik kak Mila sudah pulang," ucap Mila menyambut kedatangan Intan.Inta tersenyum mendekati Mila l
Mila sudah berada di dapur sejak subuh, membantu Mbok Denok memasak di dapur. Mak Leha, sudah sibuk mencuci pakaian kotor penghuni panti dengan mesin cuci. Mbok Denok beberapa kali terdengar membuang napas berat. Mila sesekali memperhatikan wanita yang sudah sangat baik padanya itu."Mil, kamu sudah yakin dengan keputusanmu ini?" Mbok Denok pada akhirnya membuka suara. "Ya, Mbok. Mila sudah yakin ..." "Mbok merasa khawatir tapi tak bisa berbuat apa-apa," ucap Mbok Denok sedih."Gak pa pa, Mbok. Mila sudah biasa menjalani kehidupan yang keras," jawab Mila mencoba menenangkan perasaan Mbok Denok."Semoga saja semua baik-baik saja ya, Mil." "Aamiin, Mbok." "Kamu jaga diri baik-baik, jaga kandungan kamu. Simbok sudah menganggap calon anakmu ini seperti cucu Simbok sendiri," kata Simbok berpesan, Mila mengangguk. "Mil," Simbok dan Mila langsung terdiam saat Yuza tiba-tiba datang ke dapur."Ya, Kak?" jawab Mila mendekati Yuza."Aku sama Mama mau berangkat sekarang. Kamu baik-baik d
Berat bagi Mila menjalani hari-hari yang selalu dalam pantauan Bu Sania dan juga Moza. Gadis kota itu terlihat ramah saat ada Bu Sania dan Yuza, selebihnya dia seperti manusua angku yang minta di keroyok dan dipukuli ramai-ramai. Sore itu, dia merasa begitu lelah setelah seharian berkerja. Intan membantu memijat kaki Mila meski Mila sudah melarangnya. "Tan, jangan lupa untuk siap-siap ya. Kita bisa aja disuruh pergi dari sini kapan saja. Jadi kita harus sudah siap," Kata Mila. "Iya, Kak. Barang-barang Intan kan cuma sedikit," balas Intan. "Iya, semoga mereka mencarikan rumah yang sesuai dan nyaman. Jadi kita bisa usaha cari uang meski tanpa keluar jauh dari rumah." "Maksudnya, kita jualan gitu ya kak?" tanya Intan."Ya gitu juga, boleh." Intan mengangguk seolah benar-benar mengerti apa yang mereka bicarakan. Tiga hari kemudian, Saat Mila sedang membantu Mbok Denok dan Mak Leha di dapur. Bu Sania datang menemui Mila. "Mila," panggil Bu Sania. "Ya, Bu. Bagaimana?" jawab Mila sa
"Kenapa memangnya? anda hanya ingin menerima bayi ini tapi tidak dengan saya?" tanya Mila dengan wajah yang dibuat-buat sedih."Tidak dua-duanya!" tegas Bu Sania.Mila terbelalak pura-pura terkejut mendengar perkataan Bu Sania. "Tega sekali anda, Nyonya. Aku mungkin memang tak pantas menjadi bagian dari kalian. Tapi, bayi ini ... dia ini ... " jawab Mila dengan nada yang terdengar pilu.Di luar dapur, Mak Leha dan Mbok Denok menggaruk kepala mereka karena bingung. Karena tadi Mila bilang punya suami dan sekarang lain pengakuannya."Aku tidak peduli, bawa saja anak itu pergi denganmu!" jawab Bu Sania sinis."Ya Tuhan, tak kusangka dan tak kuduga. Orang yang kelihatannya baik, dermawan suka menolong orang. Tapi tega pada pada darah dagingnya sendiri," ucap Mila."Ck, tidak perlu banyak bicara! Pergi saja ... berapa yang kamu mau agar kamu mau pergi jauh dari kehidupan kami?" tanya Bu Sania. Mila tersenyum miring, ini yang dia tunggu dari tadi. "Aku ... hanya mau Mas Yuza. Dia bisa
Yuza tergelak mendengar penuturan Mila. Dia mengira jika Mila cemburu pada Moza. "Sebenarnya, aku juga tidak suka pada Moza. Dia itu pilihan mamaku, dia putri sahabat baik Mama," ucap Yuza berharap agar Mila mengerti arti ucapannya."Maksudmu, kamu menyukai wanita lain?" tanya Mila. Yuza tersenyum lalu mengangguk."Lalu kenapa bilang padaku, kenapa tidak bilang saja pada orang tuamu," balas Mila membuat Yuza menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Ck, gimana ya?" gumam Yuza."Apanya yang gimana?" tanya Mila bingung meligat tingkah Yuza."Sku bingung aja bilang ke mereka, gak punya alasan yang tepat. Ya ... alasan yang mungkin bisa diterima, misal aku bilang sudah punya tambatan hati. Sayangnya, aku gak punya." "Oh begitu ... ya sudah. Terima nasib, mungkin memang dia jodohmu," jawab Mila santai.Yuza tersenyum, jawaban Mila tak sesuai yang dia harapkan. Padahal dia mengira, jika Mila bakal mengatakan, mau di jadikan alasan untuk menolak Moza."Kembalilah ke aula!" usir Mila. Akhirny
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments