Home / Romansa / Gelora Asmara Preman Kampung / Bab 9 Cerita Masa Lalu

Share

Bab 9 Cerita Masa Lalu

Author: Biyung_Desa
last update Last Updated: 2024-09-09 18:37:36

Mila duduk di dekat jendela yang tirainya sengaja dia buka. Dia menatap keatas langit yang di penuhi bintang. Keindahan langit malam semakin terlihat karena cahaya bulan purnama.

Mila memeriksa ponselnya, tidak ada yang menghubunginya. Karena Mila memang tak memiliki teman dekat atau sahabat. Dia lebih memilih berteman ala kadarnya. Ibunya juga tidak memiliki nomor teleponnya, jadi dia merasa aman dalam pelarian ini.

"Mungkin, saat ini ... ini adalah tempat teraman untukku. Lagi pula aku mau pergi kemana jika keluar dari sini? Aku belum siap untuk menjadi gelandangan."

Mila berbicara seorang diri dengan menompang kepalanya dengan tangan kirinya yang dia sandarkan di dinding.

"Milo!"

Mila menoleh ke arah pintu kamarnya yang tertutup, dia mengangkat satu alisnya karena merasa heran.

"Tumben dia ada di sini?" gumam Mila.

Mila beranjak dari tempatnya dan  membuka pintu. Benni berdiri di depan kamar, ia tersenyum menunjukan barisan giginya. Mila terpesona melihat wajah tampan Benni, apalagi senyumannya yang terlihat begitu menawan. Gigi gingsulnya menambah pesona tersendiri. Biasanya wajah Benni lebih sering masam dan seram.

"Mil," sebut Benni membuat Mila tersadar dari lamunannya.

"Hm, Bang Benni kok ada di sini?"

"Iya, malam ini Dirga sedang ada urusan. Jadi aku yang menggantikannya menjaga kamu."

"Owh,"  timpal Mila.

"Sini, ayo keluar dulu!" ajak Benni, Mila mengikuti Benni keluar menuju ruang tamu.

Mulut Mila ternganga saat melihat meja tamu yang penuh dengan makanan.

"Sini, duduk!" titah Benni.

Saat duduk, mata Mila tak lepas memandang ke arah meja.

"Ada acara apa, ini?" tanya Mila bingung.

"Tak ada, aku hanya sedang ingin ngemil. Aku teringat kamu jadi membeli banyak. Adikku suka membeli makanan seperti ini, kamu juga pasti suka, kan?"

Mila tersenyum kecil mendengar penjelasan Benni. Dia tak menyangka jika Benni akan seperhatian ini padanya. Ada es thai tea boba, telur gulung, gohyong, mie jebew, martabak manis, dim sum dan es teh jumbo.

"Ini terlalu banyak, Bang."

"Tak apa, pasti habis!" jawab Benni sambil mengunyah telur gulung.

Mila tersenyum memperhatikan Benni, "Apa suasana hatimu sedang tidak baik-baik saja?"

Pertanyaan Mila membuat Benni berhenti mengunyah.

"Preman sepertiku pasti suasana hatinya selalu tidak baik. Setiap hari dihantui rasa berdosa karena meminta sesuatu dari orang secara paksa."

"Sudah tahu jika tidak membuat hati tenang, mengapa masih dijalani?" cecar Mila.

Benni menghela napas berat, lalu menggigit kembali telur gulung yang tersisa di tangan.

"Ayahku seorang rentenir, Mila. Semua orang mengetahui hal itu. Semua orang memandang sebelah mata diriku. Mau aku ini jadi orang baik sekalipun, tetap saja di cap buruk. Jadi sudah terlanjur terjebur, sekalian saja berenang."

"Aku juga anak pelacur, semua orang juga sering memandang rendah diriku. Tapi itu semua tak membuatku mengikuti jejak ibuku," Mila menimpali.

Benni tersenyum miring."Begitulah, kepala sama hitam, hati siapa yang tahu. Kita sama-sama hidup di dunia tapi dengan cerita hidup yang berbeda," ujar Benni.

"Tak kusangka jika kamu bisa berbicara sebijak itu, alangkah baiknya jika dirimu juga mengambil langkah bijak dengan pensiun dari jadi preman. Carilah rejeki yang lebih halal. Kelak kamu akan punya keluarga, nafkahi mereka dengan rejeki yang halal Bang,"  nasehat Mila lalu mengambil martabak manis dan memakannya.

"Milo, apa kamu menyukai Dirga?" Pertanyaan Benni sontak membuat Mila tersedak.

"Pelan-pelan," tutur Benni mengulurkan es boba pada Mila.

Dengan cepat Mila minum, bukannya sembuh dari batuknya, Mila justru semakin terbatuk karena tersedak boba.

"Astaga, bocah ini!" gerutu Benni seraya berdiri dan mendekati Mila. Dia menepuk pelan punggung Mila, hingga boba keluar dari hidungnya. Hal itu menimbulkan gelak tawa Benni.

"Hahaha, Salah tingkah kok sampai tersedak parah," gerutu Benni heran. Mila hanya tersenyum menanggapi ocehan Benni.

"Bang, boleh nanya?" tanya Mila malu-malu.

"Hm, apa."

"Kak Dirga sudah punya pacar belum?''

Benni menatap Mila lalu mengangkat satu alisnya,"Aku tidak yakin. Tapi dia pernah bilang kalau dia dekat dengan seseorang, tapi dia merahasiakan dari kami semua."

Mila mendengus. "Ck, pasti dia khawatir jika gebentanya diembat kalian!" ejek Mila.

"Mengapa harus takut? Kalau wanita yang kita cintai itu orang yang tulus, mencintai kita apa adanya. Pasti dia tidak akan berpaling meski digoda oleh siapapun!" sahut Benni dengan senyuman miring.

Mila bisa melihat perubahan mimik wajah Benni.

"Kenapa wajahmu jadi murung begitu?"

"Aku hanya sedang teringat seseorang," jawab Benni lalu menghela napas kasar.

"Pacarmu?"

"Lebih tepatnya mantan pacar," balas Benni.

"Dia mengkhianatimu?" tanya Mila dengan suara sedikit lirih, khawatir jika Benni tersinggung.

"Ya, begitulah."

"Gak nyari ganti?" tanya Mila, Benni justru tersenyum miring saat mendengar perkataan Mila.

"Kenapa malah tersenyum sinis gitu? Kamu gak mengalami patah hati mendalam, kan. sampai bikin kamu mati rasa sama perempuan. Terus bikin kamu belok?" Mila menyoroti wajah Benni yang juga meliriknya sinis.

"Tentu saja tidak, aku masih normal!" Benni membantah.

"Bener?" ledek Mila.

"Beneran, mau aku buktikan?!" Tantang Benni sambil melotot ke arah Mila yang tersenyum kecil.

"Tidak usah, iya-iya ... aku percaya kok," balas Mila.

"Memangnya pengkhianatan seperti apa yang telah dilakukan pacarmu?" tanya Mila merasa penasaran.

"Sudahlah, tak ada yang perlu diceritakan. Jika aku masih mengungkit cerita lama, itu terkesan aku masih belum bisa move on dari dia.

Padahal sebenarnya, hanya ada rasa benci yang tersisa di hati ini."

"Bukannya kalau benci itu berarti juga belum move on ya?" celetuk Mila.

Benni mendengus, "Rasa benciku ini berbeda Mila."

"Bedanya? Sudahlah Bang, jangan ada dendam. Cari yang baru, kalian tidak bisa bersama karena memang belum berjodoh." Mila kembali menasehati.

"Aku bisa legowo mendengar kalimat, bukan jodoh. Aku juga tidak akan membencinya, jika dia pergi memilih yang lain karena mungkin aku bukan pria yang dia mau.

Rasa benciku padanya, karena dia menikah dengan bapakku. Dia sudah menyakiti hati wanita yang melahirkanku, dengan menjadi istri ketiga bapakku. Dengan alasan, terpaksa. Hegh ... tapi dia menikmati kemewahan yang bapakku berikan!"

Mendengar cerita Benni, mata Mila membeliak, martabak manis di mulutnya berubah terasa begitu pahit. 

"Mila," panggil Benni.

"Ya, Bang," sahut Mila

"Lemari di kamarmu itu, di dalamnya banyak baju perempuan dan juga tas. Masih baru, kamu pakai saja. Daripada kubuang," ucap Benni sembari meletakan sebuah kunci di meja.

"Ambil saja, itu semua dulu kubeli untuk j4l4ng itu. Semua masih baru, dia belum sempat memakai karena keburu menikah dengan bapakku."

Mila terpana, dia merasa bingung harus menerima atau menolak.

Bersambung ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 81

    Intan yang semula ingin masuk kios, memilih diam dan menguping di sisi pintu. Dia bisa mengerti dan memahami isi percakapan Mila dan Mbok Denok yang terdengar dari ponsel Mila. Baru setelah Mila selesai mengobrol, Intan memunculkan diri. "Kak," sapa Intan mendekati Mila. "Ya Sayang," jawab Mila tersenyum pada Intan. "Kak mila sudah makan siang?" tanya Intan. "Sudah tadi, sebelum Mbak Retno pergi. Adik Kak Mila ini sudah makan?" "Sudah. Kak, boleh gak Intan minta sesuatu sama Kak Mila?" tanya Intan. "Boleh, mau minta apa? Kalau Kak Mila bisa turutin pasti langsung diturutin." "Intan mau tinggal sama Kak Mila selamanya, boleh?" Bibir Mila terkunci, matanya menatap lekat wajah Intan. Dia curiga, jika Intan pasti sudah mendengar pembicaraannya dengan Mbok Denok. "Pasti, Kak Mila tidak pernah keberatan jika Intan tinggal sama Kakak. Karena kan, Kak Mila gak punya keluarga. Jadi, pas ada Intan jadi berasa punya keluarga. Intan itu satu-satunya adik yang Kak Mila punya. Kena

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 80

    Sesuai janjinya, Bu Fitri benar-benar membantu Mila mengadakan syukuran di rumah barunya. Bahkan Bu Fitri juga lah yang merekomendasikan catering untuk konsumsi para tamu. Mila cukup senang karena para tetangganya ramah-ramah. Pak Rt juga membantu Mila mendaftarkan Intan di sekolah yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Pak Rt dan istrinya tak mau menerima imbalan dari Mila, sehingga Mila memutuskan membeli sesuatu saja untuk mereka. Mila memutuskan pergi ke pasar dengan memesan ojek online. Selain tak ada motor juga Mila tak tahu lokasi pasar terdekat. Sesampainya di pasar, Mila langsung menuju ke kios buah. Membeli apel merah, jeruk, pir dan buah naga. Lalu melanjutkan membeli bahan makanan dan bumbu dapur. Setelah selesai, Mila langsung mencari becak motor untuk mengantarnya pulang. Baru saja Mila sampai rumah dan baru turun dari becak. Intan juga baru sampai pulang dari sekolah. "Adik kak Mila sudah pulang," ucap Mila menyambut kedatangan Intan.Inta tersenyum mendekati Mila l

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 79

    Mila sudah berada di dapur sejak subuh, membantu Mbok Denok memasak di dapur. Mak Leha, sudah sibuk mencuci pakaian kotor penghuni panti dengan mesin cuci. Mbok Denok beberapa kali terdengar membuang napas berat. Mila sesekali memperhatikan wanita yang sudah sangat baik padanya itu."Mil, kamu sudah yakin dengan keputusanmu ini?" Mbok Denok pada akhirnya membuka suara. "Ya, Mbok. Mila sudah yakin ..." "Mbok merasa khawatir tapi tak bisa berbuat apa-apa," ucap Mbok Denok sedih."Gak pa pa, Mbok. Mila sudah biasa menjalani kehidupan yang keras," jawab Mila mencoba menenangkan perasaan Mbok Denok."Semoga saja semua baik-baik saja ya, Mil." "Aamiin, Mbok." "Kamu jaga diri baik-baik, jaga kandungan kamu. Simbok sudah menganggap calon anakmu ini seperti cucu Simbok sendiri," kata Simbok berpesan, Mila mengangguk. "Mil," Simbok dan Mila langsung terdiam saat Yuza tiba-tiba datang ke dapur."Ya, Kak?" jawab Mila mendekati Yuza."Aku sama Mama mau berangkat sekarang. Kamu baik-baik d

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 78

    Berat bagi Mila menjalani hari-hari yang selalu dalam pantauan Bu Sania dan juga Moza. Gadis kota itu terlihat ramah saat ada Bu Sania dan Yuza, selebihnya dia seperti manusua angku yang minta di keroyok dan dipukuli ramai-ramai. Sore itu, dia merasa begitu lelah setelah seharian berkerja. Intan membantu memijat kaki Mila meski Mila sudah melarangnya. "Tan, jangan lupa untuk siap-siap ya. Kita bisa aja disuruh pergi dari sini kapan saja. Jadi kita harus sudah siap," Kata Mila. "Iya, Kak. Barang-barang Intan kan cuma sedikit," balas Intan. "Iya, semoga mereka mencarikan rumah yang sesuai dan nyaman. Jadi kita bisa usaha cari uang meski tanpa keluar jauh dari rumah." "Maksudnya, kita jualan gitu ya kak?" tanya Intan."Ya gitu juga, boleh." Intan mengangguk seolah benar-benar mengerti apa yang mereka bicarakan. Tiga hari kemudian, Saat Mila sedang membantu Mbok Denok dan Mak Leha di dapur. Bu Sania datang menemui Mila. "Mila," panggil Bu Sania. "Ya, Bu. Bagaimana?" jawab Mila sa

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 77

    "Kenapa memangnya? anda hanya ingin menerima bayi ini tapi tidak dengan saya?" tanya Mila dengan wajah yang dibuat-buat sedih."Tidak dua-duanya!" tegas Bu Sania.Mila terbelalak pura-pura terkejut mendengar perkataan Bu Sania. "Tega sekali anda, Nyonya. Aku mungkin memang tak pantas menjadi bagian dari kalian. Tapi, bayi ini ... dia ini ... " jawab Mila dengan nada yang terdengar pilu.Di luar dapur, Mak Leha dan Mbok Denok menggaruk kepala mereka karena bingung. Karena tadi Mila bilang punya suami dan sekarang lain pengakuannya."Aku tidak peduli, bawa saja anak itu pergi denganmu!" jawab Bu Sania sinis."Ya Tuhan, tak kusangka dan tak kuduga. Orang yang kelihatannya baik, dermawan suka menolong orang. Tapi tega pada pada darah dagingnya sendiri," ucap Mila."Ck, tidak perlu banyak bicara! Pergi saja ... berapa yang kamu mau agar kamu mau pergi jauh dari kehidupan kami?" tanya Bu Sania. Mila tersenyum miring, ini yang dia tunggu dari tadi. "Aku ... hanya mau Mas Yuza. Dia bisa

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 76

    Yuza tergelak mendengar penuturan Mila. Dia mengira jika Mila cemburu pada Moza. "Sebenarnya, aku juga tidak suka pada Moza. Dia itu pilihan mamaku, dia putri sahabat baik Mama," ucap Yuza berharap agar Mila mengerti arti ucapannya."Maksudmu, kamu menyukai wanita lain?" tanya Mila. Yuza tersenyum lalu mengangguk."Lalu kenapa bilang padaku, kenapa tidak bilang saja pada orang tuamu," balas Mila membuat Yuza menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Ck, gimana ya?" gumam Yuza."Apanya yang gimana?" tanya Mila bingung meligat tingkah Yuza."Sku bingung aja bilang ke mereka, gak punya alasan yang tepat. Ya ... alasan yang mungkin bisa diterima, misal aku bilang sudah punya tambatan hati. Sayangnya, aku gak punya." "Oh begitu ... ya sudah. Terima nasib, mungkin memang dia jodohmu," jawab Mila santai.Yuza tersenyum, jawaban Mila tak sesuai yang dia harapkan. Padahal dia mengira, jika Mila bakal mengatakan, mau di jadikan alasan untuk menolak Moza."Kembalilah ke aula!" usir Mila. Akhirny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status