Share

Bab 8. kecoa

Penulis: Biyung_Desa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-08 16:01:47

"Hei, buruan jawab! Kenapa malah senyam-senyum kayak orang gila!" ujar Benni kesal.

"Hehe, menyetir. Biar bisa menyetir mobil, biar bisa kebut-kebutan. Impianku itu jadi pembalap mobil kayak film yang pernah kutonton. Tapi entah apa judulnya, lupa," ujar Mila sambil cengar-cengir, tanpa dia tahu jika kelima pria yang mendengar ocehannya merasa dongkol.

"Bener-bener kurang se-ons ini bocah!" umpat Jojo lalu memasukan sayur selada ke mulutnya dengan kasar.

"Kita turutin saja maunya si Milo ini. Kita masukan dia kursus nyetir, biar impiannya jadi pembalap tercapai!" ujar Benni menatap serius Mila.

Mila tersenyum menunjukan rasa senangnya.

"Serius kamu, Ben?" tanya Dirga terkejut.

"Serius, nanti kalau dia sudah jago. Kita bisa rekrut dia jadi driver kita. Kita kan udah punya rencana mau buat tim p3rampokan. Itu loh, rencana untuk merampok bank," ujar Benni sambil mengedipkan sebelah matanya pada Jojo.

"Eh, iya betul juga. Bagus kalau begitu. Ya sudah, jangan tunggu lama-lama, besok daftarin dia Ben!" seru Jojo.

Wajah Mila seketika berubah menjadi pucat, dia menatap satu persatu wajah semua orang. Mereka tampak serius dan tersenyum miring.

"Kalian bercanda kan, kalian sedang mengerjai aku kan,? kalian marah cuma karena aku masakin telur doang, terus sekarang lagi membalas perbuatanku ya, kan?! Coba dong, kalian posisikan diri kalian jadi aku!

Aku dari kecil sudah hidup dari belas kasihan orang, ibuku tidak peduli denganku. Sekalinya ikut dia, dia ingin menjadikanku pelunas hutangnya. Sekarang apa? aku terjebak di sini, tinggal bersama kalian. Orang-orang asing yang tidak kukenal.

Setiap malam aku tidak bisa tidur nyenyak. Meski kalian baik padaku, tetap saja aku ini wanita dan kalian laki-laki. Betapa khawatir dan takutnya aku. Jadi biarkan aku pergi dari sini, aku janji akan pergi jauh dan tidak akan kembali. kesini. Jika aku tertangkap, aku lebih memilih mat1 daripada jadi istri keempat bapakmu, Bang Ben."

Kelima preman kampung itu terdiam mendengar perkataan Mila. Mila berdiri dari duduknya lalu memakai sandal miliknya. Semua menatap Mila dengan perasaan yang hanya diri mereka saja yang tahu.

"Ben, mungkin sebaiknya kita tidak menampung dia di sini lagi. Sepertinya dia tidak nyaman." Dirga mencoba untuk menasehati Benni.

"Wajar dia takut dan khawatir kita apa-apakan. Kita kan preman kampung, tahu sendiri kalau sudah dapat predikat preman itu, ya jelas sudah dianggap memiliki sifat yang busuk. Sampah masyarakat konon ..." timpal Jojo.

"Masalahnya, kita harus punya rencana yang matang. Dia juga harus punya tujuan yang tepat, mau kemana. Jangan sampai pada akhirnya dia luntang-lantung saat keluar dari sini," balas Benni.

"Ada benarnya apa yang dikatakan Benni, biarpun kita ini preman yang sering berbuat dosa. Setidaknya kita harus berbuat baik meski sedikit, biar ada pahala yang bisa membawa kita masuk surga setelah di hisab di neraka." Wawan ikut menimpali tapi perkataannya membuat semua orang menatap kearahnya kesal.

"Bau-baunya bakal jadi ustad kalau sudah mendapatkan pintu hidayah nanti," ujar Jojo melirik ke arah Wawan.

Benni beranjak dari tempatnya, dia memakai alas kakinya hendak pergi.

"Mau kemana?" tanya Dirga.

"Mau menemui Milo," jawab Benni.

"Biar aku saja yang membujuk dia, Ben." Dirga menawarkan diri bahkan dia sudah berdiri.

"Tidak perlu, biar aku. Aku yang membuatnya tetap di sini. Biar aku yang menyelesaikan semua!" balas Benni membuat Dirga terdiam di tempatnya berdiri.

Benni pergi menuju rumah, sedangkan Dirga menatap sahabatnya itu, hingga sahabatnya itu masuk kedalam.

●●●●

Bab 9

Mila menghempaskan diri di kasur, matanya menatap plafon kamar yang di cat bernuansa langit biru berawan.

"Bapak, Oma ... haruskah aku mengakhiri hidupku ini?" gumam Mila.

"Seandainya saja, waktu itu aku tidak menumpang di rumah Jenny. Mungkin saat ini aku tidak akan terjebak di situasi seperti ini. Kenapa waktu itu aku takut jadi gelandangan, jika akhirnya hidupku saat ini juga seberantakan ini."

Tok~tok~tok

Mila mendengus kesal saat mendengar pintu kamarnya diketuk.

"Milo!" Mila berdecak saat mendengar suara yang memanggilnya dari luar. Dia tahu betul siapa yang datang. Hanya Benni yang memanggilnya dengan sebutan itu.

Mila beranjak dari tempat tidur dan berjalan mendekati pintu.

Ceklek ~

Pintu terbuka, Benni berdiri dan tersenyum tipis di sana. Mila menyambutnya dengan wajah masam.

"Ada apa, Bang?" tanya Mila dingin.

"Maaf jika aku membuatmu berada di situasi yang tida kamu inginkan," ucap Benni tulus.

"Bukan kalian yang membuatku berada di situasi seperti ini, tapi ibuku pelakunya. Mungkin saat ini, dia juga tak ingat diriku lagi." Mila tersenyum miring mengenang wajah sinis ibunya.

"Milo, kalau kamu ingin pergi dari sini. Pergilah, tapi satu pesanku. Bulatkan dulu tekadmu, dan tentukan tujuannmu mau kemana. Jangan sampai, saat sudah keluar dari sini, kamu hidup luntang-lantung di luaran sana."

Perkataan Benni membuat Mila terpana, tatapan mata mereka saling bertemu. Mila menundukkan kepalanya.

"Aku bicara seperti ini, karena aku juga memiliki adik perempuan.

Mila mengangguk mengerti dengan penjelasan Benni, ada rasa terharu dan senang karena dia dipertemukan dengan orang baik meski kelihatannya seram.

Wuss ...brrr ...

Mata Mil membeliak saat tiba-tiba ada sesuatu yang terbang dan menghampiri mereka. Mila semakin terkejut saat melihat jika itu ternyata kecoa.

Puk ...

Mila meringis melihat kecoa itu hingga di pundak Benni.

"Mil, ke-kecoa," bisik Benni dengan wajah meringis geli.

"Iya, Bang. Yang bilang itu capung juga siapa?" balas Mila.

"Mil, ambil ... buruan!" pinta Benni memelas.

"Hus!" Mila berusaha mengusir kecoa itu dengan mengibaskan kedua tangannya.

Kecoa itu bukan pergi malah justru  terbang pindah  ke atas kepala Benni.

"Astaga, Milo!" pekik Benni berjingkrak geli hingga tanpa sadar dia sudah masuk ke kamar Mila.

Mila berlari mengikuti Benni yang ketakutan hingga naik berdiri ke atas tempat tidur.

"Ih, Bang. Berantakanlah tempat tidur aku!" Mila memprotes tidak terima.

Benni lekas turun dari tempat tidur saat kecoa itu terbang keluar dari jendela.

"Sorry Mil, maaf. Salahin saja tuh kecoa!"

"Bang Benni ini aneh, Bang Benni ini kan preman, masa takut sama kecoa yang kecil begitu," ledek Mila.

"Bukan takut, woi. Cuma geli ..." Benni bergidik geli.

"Kamu kurang bersih nih, Mil. Masa masih ada kecoa yang berkeliaran!" sungut Benni menggelengkan kepala diiringi decakan.

"Kurang bersih gimana? Coba bandingi tempat ini dulu sewaktu belum ada aku dan setelah ada aku!"

"Iya-iya, sudahlah. Aku mau pulang dulu." Benni pamit pulang.

Benni keluar dari kamar Mila. Kini tinggal Mila dengan berkacak pinggang menatap kesal ke arah tempat tidurnya berantakan. 

Bersambung ...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 81

    Intan yang semula ingin masuk kios, memilih diam dan menguping di sisi pintu. Dia bisa mengerti dan memahami isi percakapan Mila dan Mbok Denok yang terdengar dari ponsel Mila. Baru setelah Mila selesai mengobrol, Intan memunculkan diri. "Kak," sapa Intan mendekati Mila. "Ya Sayang," jawab Mila tersenyum pada Intan. "Kak mila sudah makan siang?" tanya Intan. "Sudah tadi, sebelum Mbak Retno pergi. Adik Kak Mila ini sudah makan?" "Sudah. Kak, boleh gak Intan minta sesuatu sama Kak Mila?" tanya Intan. "Boleh, mau minta apa? Kalau Kak Mila bisa turutin pasti langsung diturutin." "Intan mau tinggal sama Kak Mila selamanya, boleh?" Bibir Mila terkunci, matanya menatap lekat wajah Intan. Dia curiga, jika Intan pasti sudah mendengar pembicaraannya dengan Mbok Denok. "Pasti, Kak Mila tidak pernah keberatan jika Intan tinggal sama Kakak. Karena kan, Kak Mila gak punya keluarga. Jadi, pas ada Intan jadi berasa punya keluarga. Intan itu satu-satunya adik yang Kak Mila punya. Kena

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 80

    Sesuai janjinya, Bu Fitri benar-benar membantu Mila mengadakan syukuran di rumah barunya. Bahkan Bu Fitri juga lah yang merekomendasikan catering untuk konsumsi para tamu. Mila cukup senang karena para tetangganya ramah-ramah. Pak Rt juga membantu Mila mendaftarkan Intan di sekolah yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Pak Rt dan istrinya tak mau menerima imbalan dari Mila, sehingga Mila memutuskan membeli sesuatu saja untuk mereka. Mila memutuskan pergi ke pasar dengan memesan ojek online. Selain tak ada motor juga Mila tak tahu lokasi pasar terdekat. Sesampainya di pasar, Mila langsung menuju ke kios buah. Membeli apel merah, jeruk, pir dan buah naga. Lalu melanjutkan membeli bahan makanan dan bumbu dapur. Setelah selesai, Mila langsung mencari becak motor untuk mengantarnya pulang. Baru saja Mila sampai rumah dan baru turun dari becak. Intan juga baru sampai pulang dari sekolah. "Adik kak Mila sudah pulang," ucap Mila menyambut kedatangan Intan.Inta tersenyum mendekati Mila l

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 79

    Mila sudah berada di dapur sejak subuh, membantu Mbok Denok memasak di dapur. Mak Leha, sudah sibuk mencuci pakaian kotor penghuni panti dengan mesin cuci. Mbok Denok beberapa kali terdengar membuang napas berat. Mila sesekali memperhatikan wanita yang sudah sangat baik padanya itu."Mil, kamu sudah yakin dengan keputusanmu ini?" Mbok Denok pada akhirnya membuka suara. "Ya, Mbok. Mila sudah yakin ..." "Mbok merasa khawatir tapi tak bisa berbuat apa-apa," ucap Mbok Denok sedih."Gak pa pa, Mbok. Mila sudah biasa menjalani kehidupan yang keras," jawab Mila mencoba menenangkan perasaan Mbok Denok."Semoga saja semua baik-baik saja ya, Mil." "Aamiin, Mbok." "Kamu jaga diri baik-baik, jaga kandungan kamu. Simbok sudah menganggap calon anakmu ini seperti cucu Simbok sendiri," kata Simbok berpesan, Mila mengangguk. "Mil," Simbok dan Mila langsung terdiam saat Yuza tiba-tiba datang ke dapur."Ya, Kak?" jawab Mila mendekati Yuza."Aku sama Mama mau berangkat sekarang. Kamu baik-baik d

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 78

    Berat bagi Mila menjalani hari-hari yang selalu dalam pantauan Bu Sania dan juga Moza. Gadis kota itu terlihat ramah saat ada Bu Sania dan Yuza, selebihnya dia seperti manusua angku yang minta di keroyok dan dipukuli ramai-ramai. Sore itu, dia merasa begitu lelah setelah seharian berkerja. Intan membantu memijat kaki Mila meski Mila sudah melarangnya. "Tan, jangan lupa untuk siap-siap ya. Kita bisa aja disuruh pergi dari sini kapan saja. Jadi kita harus sudah siap," Kata Mila. "Iya, Kak. Barang-barang Intan kan cuma sedikit," balas Intan. "Iya, semoga mereka mencarikan rumah yang sesuai dan nyaman. Jadi kita bisa usaha cari uang meski tanpa keluar jauh dari rumah." "Maksudnya, kita jualan gitu ya kak?" tanya Intan."Ya gitu juga, boleh." Intan mengangguk seolah benar-benar mengerti apa yang mereka bicarakan. Tiga hari kemudian, Saat Mila sedang membantu Mbok Denok dan Mak Leha di dapur. Bu Sania datang menemui Mila. "Mila," panggil Bu Sania. "Ya, Bu. Bagaimana?" jawab Mila sa

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 77

    "Kenapa memangnya? anda hanya ingin menerima bayi ini tapi tidak dengan saya?" tanya Mila dengan wajah yang dibuat-buat sedih."Tidak dua-duanya!" tegas Bu Sania.Mila terbelalak pura-pura terkejut mendengar perkataan Bu Sania. "Tega sekali anda, Nyonya. Aku mungkin memang tak pantas menjadi bagian dari kalian. Tapi, bayi ini ... dia ini ... " jawab Mila dengan nada yang terdengar pilu.Di luar dapur, Mak Leha dan Mbok Denok menggaruk kepala mereka karena bingung. Karena tadi Mila bilang punya suami dan sekarang lain pengakuannya."Aku tidak peduli, bawa saja anak itu pergi denganmu!" jawab Bu Sania sinis."Ya Tuhan, tak kusangka dan tak kuduga. Orang yang kelihatannya baik, dermawan suka menolong orang. Tapi tega pada pada darah dagingnya sendiri," ucap Mila."Ck, tidak perlu banyak bicara! Pergi saja ... berapa yang kamu mau agar kamu mau pergi jauh dari kehidupan kami?" tanya Bu Sania. Mila tersenyum miring, ini yang dia tunggu dari tadi. "Aku ... hanya mau Mas Yuza. Dia bisa

  • Gelora Asmara Preman Kampung    Bab 76

    Yuza tergelak mendengar penuturan Mila. Dia mengira jika Mila cemburu pada Moza. "Sebenarnya, aku juga tidak suka pada Moza. Dia itu pilihan mamaku, dia putri sahabat baik Mama," ucap Yuza berharap agar Mila mengerti arti ucapannya."Maksudmu, kamu menyukai wanita lain?" tanya Mila. Yuza tersenyum lalu mengangguk."Lalu kenapa bilang padaku, kenapa tidak bilang saja pada orang tuamu," balas Mila membuat Yuza menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Ck, gimana ya?" gumam Yuza."Apanya yang gimana?" tanya Mila bingung meligat tingkah Yuza."Sku bingung aja bilang ke mereka, gak punya alasan yang tepat. Ya ... alasan yang mungkin bisa diterima, misal aku bilang sudah punya tambatan hati. Sayangnya, aku gak punya." "Oh begitu ... ya sudah. Terima nasib, mungkin memang dia jodohmu," jawab Mila santai.Yuza tersenyum, jawaban Mila tak sesuai yang dia harapkan. Padahal dia mengira, jika Mila bakal mengatakan, mau di jadikan alasan untuk menolak Moza."Kembalilah ke aula!" usir Mila. Akhirny

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status