Share

Rasa Cinta yang Masih Tertinggal

Durasi panjang penerbangan dari Jakarta sampai Swiss berakhir sudah. Hari pun telah petang di negara teraman dan terbersih sedunia itu. Zayn bersama asisten pribadinya mengantre untuk turun dari pesawat. Mereka mengambil koper barang bawaan di bagian pengambilan bagasi lalu Martin mendorong troli berisi 4 koper besar yang 3 di antaranya adalah milik tuan mudanya.

"Siapa yang jemput kita di bandara, Martin?" tanya Zayn dengan cuek. Penampilannya begitu keren dengan mantel Burberry mahal warna blue navy dan kaca mata Gucci yang bertengger di hidung mancungnya.

Martin pun menjawab, "Ada sopir pribadi dari perusahaan papanya Mas Zayn yang jemput. Nah itu dia bawa papan nama kamu, Mas!" Dia menunjuk ke kerumunan penjemput penumpang penerbangan internasional.

Seorang pria berambut pirang sebahu bertampang bule memegangi papan kertas bertuliskan nama lengkap Zayn. Dia mengenali pemuda yang akan dijemputnya itu dari kejauhan karena sudah dikirimi foto Zayn via email sehari sebelumnya oleh Martin.

"Welcome to Swiss, Mister Zayn!" sambut pria yang memperkenalkan dirinya sebagai Joseph Zucker. 

Mereka bertiga pun berjalan bersama menuju ke mobil yang diparkir Joseph di parkiran Bandara Internasional Zürich. 

"Apakah kita langsung pulang ke rumah Anda, Mister Zayn?" tanya Joseph sembari mengemudikan mobil sedan Mercedes Benz hitam itu meninggalkan kawasan bandara.

"Ya. Aku lelah, antarkan saja langsung ke rumah. Mungkin besok siang kau bisa mengantarku berkeliling kota, Josh!" jawab Zayn ringan, dia tersenyum pada Joseph yang melihatnya dari pantulan kaca spion tengah mobil.

Universitas yang menjadi pilihan Zayn adalah University of Geneva, itu termasuk universitas favorit di bidang kedokteran berstandar tinggi yang sangat ketat seleksinya. Bahkan, dia harus menguasai bahasa Perancis yang menjadi bahasa pengantar mata kuliah di sana untuk diterima menjadi mahasiswa. 

Dia telah menunggu hampir satu semester untuk berangkat ke Swiss, tak disangka justru waktunya ia dipanggil oleh kampusnya bertepatan dengan kehamilan pacarnya yang telah menjalin hubungan selama 3 tahun belakangan. 

Tempat tinggal Zayn di kota Jenewa berlokasi di Rue Caroline. Jaraknya dengan kampus sedang, bila ditempuh menggunakan mobil pribadi. 

"Nah, kita sampai di rumah, Mister Zayn. Selamat beristirahat," ucap Joseph menghentikan mobil di depan pintu teras depan sebuah bangunan dua lantai bercat tembok biru muda.

"Terima kasih, Joseph. Aku turun duluan!" balas Zayn lalu membuka pintu mobil diikuti oleh Martin yang duduk di bangku samping sopir.

Pelayan rumah menurunkan koper-koper dari bagasi belakang mobil. Mereka mengantarkan barang milik tuan muda keluarga Pradipta ke kamar tidurnya yang ada di lantai 2. 

Zayn pun segera mandi agar dapat bersantai setelahnya. Cuaca di Swiss sedang musim dingin kala itu, pakaian yang dikenakan Zayn pun harus tebal bahannya sekalipun berada di dalam kamar berpemanas suhu ruangan. Jauh berbeda dengan di Jakarta dimana ia selalu menggunakan AC untuk menyejukkan ruang kamar tidurnya dan ia bisa pergi tidur hanya mengenakan celana boxer saja.

Ketika menghidupkan kembali daya ponselnya, Zayn melihat sebuah pesan dari nomor Intan masuk ke inbox. Dia segera membuka pesan itu karena penasaran. Cek giro pemberian mamanya untuk Intan sudah dibatalkan, apakah perempuan itu akan menerornya untuk minta pertanggung jawabannya atas kehamilannya? pikir Zayn curiga.

Namun, berkebalikan dengan apa yang ada dalam benaknya, justru Zayn dikejutkan dengan keputusan Intan untuk move on dan akan memblokir nomor kontaknya. 

"Hahh ... diblokir? Baguslah, gue nggak perlu repot mikirin dia lagi. Good bye, Intan!" ujar Zayn diiringi tawa sinisnya.

Kegembiraannya tak berlangsung lama, ponselnya penuh dengan kenangan tentang kisah cintanya bersama Intan. Foto mereka bersama menghiasi akun media sosialnya yang mana saja. Galeri ponselnya sebelas dua belas, foto Intan dan dirinya mendominasi di sana.

Zayn pun mencoba menghapus foto kenangan manis masa pacarannya satu per satu. Sayangnya semakin dihapus justru semakin membuatnya teringat dan ia pun kesal. "Aarrghh! Apaan sih kok malah jadi ingat lagi sama Intan?!" teriaknya stres.

Akhirnya ia memutuskan untuk membiarkan saja foto-foto itu tetap di galeri ponselnya. Sedangkan, akun media sosialnya yang terhubung dengan Intan sengaja Zayn nonaktifkan.

Pemuda bertubuh jangkung itu menghubungkan ponselnya ke charger untuk mengisi daya karena memang posisi baterenya kritis nyaris mati. Kemudian Zayn berjalan mendekati kaca jendela kamarnya. Bulir-bulir salju berwarna putih yang berjatuhan dari langit menutupi permukaan bumi. 

Taman di sekeliling rumah milik keluarganya itu dilapisi salju tebal berwarna putih. Dia merasa beruntung karena tidak memiliki riwayat alergi dingin. Negara yang terkenal dengan susu dan madu terbaiknya sedunia itu ketika musim dingin tiba sangatlah menyiksa bagi yang belum terbiasa tinggal di sana.

Rumah-rumah yang berada di sekitar rumah itu juga atapnya berwarna putih karena tertutup timbunan salju tebal. Zayn melamun di balik kaca jendela kamar tidurnya di lantai 2. Kerinduan atas rasa hangat yang dulu pernah ia bagi bersama tubuh Intan membuatnya tak enak hati. 

Terkadang melepaskan kemelekatan dengan sesuatu yang sangat disukai itu begitu sulit dan sekaligus menyiksa. Demikian pula yang dirasakan oleh Zayn setelah berpacaran begitu lama dengan Intan. 

Karena kenangan manis itu justru menghantui Zayn setelah pesan pamit dari Intan yang dibacanya tadi, ia pun memilih untuk tidur saja. Dia berbaring memeluk gulingnya di atas ranjang luas dan nyaman di kamarnya.

Kelelahan pasca perjalanan panjang dari Jakarta ke Zürich memang sangat terasa hingga membuat kelopak mata Zayn terpejam dan ia pun terlelap. Dan secepat itu pula mimpi tentang Intan menyerbu alam bawah sadarnya.

Kenangan berlari-lari di pantai dan bermain ombak bersama Intan seakan-akan terasa nyata Zayn alami langsung. Senyuman manis di wajah ayu itu seolah membuatnya jatuh hati begitu dalam sekali lagi.

"Intan ... Intan ... jangan pergi! Gue cinta lo ...," igau Zayn dalam tidurnya. Kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri berulang kali. Mulut boleh berkata benci dan marah saat pemuda itu tersadar, tetapi kenyataan dari lubuk hatinya itu muncul saat dia tertidur.

Zayn pun mendekap erat-erat guling di sampingnya, dia mengira itu adalah perempuan yang dicintainya. Dan Zayn tak ingin Intan pergi meninggalkan dirinya. 

Ketika mimpinya menjadi semakin buruk karena Intan menolaknya, Zayn berteriak memanggil nama Intan lalu terbangun dengan perasaan kosong dalam dadanya. 

"Ohh ... cuma mimpi aja!" gumam Zayn yang terduduk sendiri di atas tempat tidurnya. Keringat membanjiri permukaan kulitnya hingga dia melepaskan sweater luar kaos tshirt yang dikenakannya. Kemudian dia pun berbaring kembali di ranjang. 

Dia yakin bahwa seiring waktu yang berlalu, kenangannya bersama Intan akan pupus dari ingatannya. Zayn pun memejamkan matanya kembali sambil memeluk guling. Dia ingin fokus dengan kuliahnya di negeri yang jauh dari tanah airnya saja. 

Komen (18)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
ternyata dugaan mu salah kan Zayn dikira intan mau mengemis pertanggung jawabmu ternyata intan akan move on dan melupakan kenangan terhadap mu
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
Zayn walau kau jauh dari intan dan berusaha melupakan itu malah akan membuat mu makin tersiksa Zayn sedangkan intan semoga bisa lngsng move on tentg qm zayn
goodnovel comment avatar
Cyya Yaya
Enak banget ya Zayn punya keinginan mau fokus kuliah gak ingat atau merasa bersalah udah buat intan hamil dan gak bertanggungjawab
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status