Share

Bab. 12

Author: Daisy Quinn
last update Last Updated: 2025-09-05 18:50:49

Bram melangkah perlahan, setiap jejak kakinya terdengar jelas di telinga Celina yang berdebar kencang. Nafas pria itu berat, seolah membawa sesuatu yang tidak bisa dibendung.

Celina spontan mundur, tubuhnya refleks menolak kedekatan itu. Namun langkahnya terhenti ketika punggungnya membentur dinginnya dinding. Seolah dunia menyempit, menyisakan ruang sempit antara dirinya dan Bram.

Kedua telapak tangan Bram terangkat, menempel di dinding tepat di sisi kepala Celina, membuat gadis itu terkunci tanpa jalan keluar. Tubuhnya bergetar, jemari meremas ujung bajunya sendiri. Ingatan pahit tentang malam itu berkelebat, membuat wajahnya pucat.

“Jangan… jangan lakukan ini lagi,” suara Celina nyaris berbisik, serak karena takut. Matanya berusaha mencari jalan lain, menghindari tatapan tajam Bram.

Bram menunduk sedikit, membuat jarak wajah mereka semakin dekat. Helaan nafas hangatnya menyapu kulit Celina yang kian merona pucat.

“Aku tidak akan menyakitimu,” ucap Bram dengan nada berat
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Gelora Berbahaya Calon Mertua    Bab. 14

    Dengan tergesa, Celina membuka pintu dan melangkah keluar. Napasnya masih tersengal, dadanya naik turun tak karuan. Ia menjatuhkan diri di sofa ruang tamu, tubuhnya lemas seolah baru saja melewati badai besar. Kedua tangannya meremas rok yang ia kenakan, sementara matanya kosong menatap lantai. Ya Tuhan… apa yang sudah kulakukan? pikirnya. Bram benar-benar membuat pikirannya kacau, mengguncang semua keyakinan yang selama ini ia genggam erat. Ia baru saja mengangkat tangan untuk menyeka sisa air mata, ketika suara pintu utama terdengar. “Celina?” suara Rian menggema, hangat dan penuh perhatian. Celina sontak menegakkan tubuhnya. Ia buru-buru menunduk, berusaha menyembunyikan wajahnya yang masih basah. Rian mendekat, keningnya berkerut. “Kenapa kamu terlihat gelisah? Wajahmu pucat sekali,” tanyanya dengan nada khawatir. Celina menelan ludah, jantungnya berdegup lebih cepat dari sebelumnya. Lidahnya kelu, pikirannya bingung mencari jawaban yang masuk akal. Ia tahu ia tidak

  • Gelora Berbahaya Calon Mertua    Bab. 13

    Napas keduanya terengah-engah, seolah baru saja berlari jauh. Bram akhirnya melepaskan tautan bibir mereka, lalu menempelkan keningnya pada kening Celina. Hembusan napas panasnya membelai wajah gadis itu, membuat suasana semakin pekat oleh keintiman yang tak seharusnya terjadi. “Celina…” suara Bram nyaris berbisik, parau dan sarat perasaan yang menyesakkan. Namun seakan tersadar dari fatamorgana yang baru saja menelannya, mata Celina melebar. Seketika ia merasakan sesuatu yang menusuk batinnya—rasa bersalah, takut, juga bingung. Dengan cepat ia mendorong dada Bram, hingga pria itu terhuyung sedikit mundur. “Jangan, Om!” Celina bersuara dengan napas yang masih terputus-putus. Wajahnya memerah, entah karena malu atau marah pada dirinya sendiri. “Aku… aku tidak boleh melakukan ini. Tidak denganmu.” Bram menatapnya lekat, wajahnya masih menyimpan bara yang sulit dipadamkan. “Kenapa tidak? Kau tadi tidak menolakku, Celina. Bahkan kau membalas ciumanku.” Celina terdiam. Dadanya

  • Gelora Berbahaya Calon Mertua    Bab. 12

    Bram melangkah perlahan, setiap jejak kakinya terdengar jelas di telinga Celina yang berdebar kencang. Nafas pria itu berat, seolah membawa sesuatu yang tidak bisa dibendung. Celina spontan mundur, tubuhnya refleks menolak kedekatan itu. Namun langkahnya terhenti ketika punggungnya membentur dinginnya dinding. Seolah dunia menyempit, menyisakan ruang sempit antara dirinya dan Bram. Kedua telapak tangan Bram terangkat, menempel di dinding tepat di sisi kepala Celina, membuat gadis itu terkunci tanpa jalan keluar. Tubuhnya bergetar, jemari meremas ujung bajunya sendiri. Ingatan pahit tentang malam itu berkelebat, membuat wajahnya pucat. “Jangan… jangan lakukan ini lagi,” suara Celina nyaris berbisik, serak karena takut. Matanya berusaha mencari jalan lain, menghindari tatapan tajam Bram. Bram menunduk sedikit, membuat jarak wajah mereka semakin dekat. Helaan nafas hangatnya menyapu kulit Celina yang kian merona pucat. “Aku tidak akan menyakitimu,” ucap Bram dengan nada berat

  • Gelora Berbahaya Calon Mertua    Bab. 11

    Ruang makan keluarga itu begitu mewah. Meja panjang berlapis taplak putih, lampu gantung kristal memancarkan cahaya keemasan yang hangat. Hidangan beraneka rupa tersaji rapi—sup hangat, ayam panggang, salad segar, dan wangi nasi gurih yang mengepul. Suasana seharusnya nyaman, penuh kebersamaan. Namun bagi Celina, duduk di kursi di samping Rian, justru terasa seperti duduk di kursi pesakitan. Di seberangnya, Bram duduk dengan sikap tenang, sesekali menyesap anggur merah dalam gelasnya. Pandangannya tampak biasa bagi orang lain, tapi bagi Celina, tatapan itu menekan, menusuk, dan menyiksa. Celina ikut tersenyum, walau hatinya tercekat. Kata-kata sederhana itu justru menambah luka. Kalau saja mereka tahu… kalau saja Rian tahu… Bram meletakkan gelasnya, suaranya berat dan tegas. “Pernikahan itu bukan sekadar cinta, tapi tanggung jawab. Celina, apakah kamu benar-benar siap mendampingi Rian? Dunia bisnis keras, dan anakku ini butuh istri yang kuat.” Pertanyaan itu menampar Celin

  • Gelora Berbahaya Calon Mertua    Bab. 10

    Senja turun perlahan, meninggalkan langit dengan semburat jingga yang indah, seolah ingin menutup hari dengan kelembutan. Namun bagi Celina, senja itu justru menjadi tanda dimulainya malam panjang yang menyesakkan. Ia berdiri di depan kaca rias, menatap bayangan dirinya sendiri. Celana jeans biru yang ia kenakan membentuk siluet tubuhnya, blouse sederhana dipadu riasan tipis di wajah membuat pesonanya kian terpancar. Rambut hitam panjang dibiarkan terurai, mengalir bebas di bahu. Dari luar, ia tampak menawan. Tapi di balik pantulan kaca, mata itu menyimpan getir dan luka yang tak bisa ia sembunyikan. Celina menghela napas panjang. Aku harus kuat. Aku harus terlihat biasa di depan Rian. Jangan sampai dia tahu… jangan sampai dia curiga. Ketukan pelan di pintu membuyarkan lamunannya. “Lin, Rian sudah datang. Dia nunggu di depan,” suara Dewi terdengar dari balik pintu. Celina menelan ludah, jantungnya berdegup lebih cepat. Tangannya refleks meremas ujung blouse, mencari kekuatan

  • Gelora Berbahaya Calon Mertua    Bab. 9

    Dewi sejak tadi tak henti memperhatikan Celina. Gadis itu duduk di balik meja kasir, jemarinya berulang kali salah menekan tombol mesin hitung hingga harus mengulang lagi. Kening Celina berkerut, seolah pikirannya terbang entah ke mana. “Lin, kamu kenapa? Dari tadi kelihatan nggak fokus,” tanya Dewi sambil mendekat, suaranya lembut tapi sarat dengan rasa khawatir. Celina terperanjat kecil, lalu buru-buru memaksakan senyum. “Nggak apa-apa, Kak. Mungkin cuma kurang tidur.” Dewi tidak langsung percaya. Tatapannya tajam menelusuri wajah Celina yang terlihat pucat, bibirnya pun nyaris tak berwarna. “Kamu yakin cuma kurang tidur? Dari tadi sudah tiga kali ngulang hitungan nota. Itu bukan Celina yang biasanya, lho.” Celina menunduk, jari-jarinya memainkan bolpoin di meja. Ada jeda panjang sebelum ia akhirnya membuka suara. “Aku… aku lagi banyak pikiran. Tapi nggak apa-apa kok, bisa aku atasi.” Dewi menarik kursi di samping kasir lalu duduk. Ia meletakkan tangan di atas punggung C

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status