Mala, setelah puas menangis, mulai membersihkan diri dari bau yang menyengat akibat ulah pria itu semalam. Entah berapa kali pria itu, menyemburkan lahar nya, di dalam dan di atas tubuhnya.
"Semoga, aku tidak hamil karena ulahnya!" doa Mala.Setelah merasa segar, Mala keluar dari kamar mandi. Dia terlihat bingung, melihat pakaian nya sudah sobek, karena di tarik paksa oleh pria itu semalam. Mala terpaksa mengambil kemeja pria itu, yang tergeletak di lantai dan segera mengenakannya."untung saja, dia tidak memakainya lagi, atau aku terpaksa, setengah telanjang keluar dari hotel ini!" ucap Mala, masih bisa bersyukur.Setelah dari hotel, Mala pergi ke rumah sakit, untuk melihat keadaan ibunya. Begitu sampai di rumah sakit, Mala terkejut, mendengar keadaan ibunya yang kritis.Bagaimana itu bisa terjadi, bukankah operasi nya berjalan lancar? bathin Mala cemas. Pikiran buruk mulai datang di pikiran Mala, airmata Mala mulai turun, baru saja dia kehilangan kehormatan nya, Mala tak ingin sampai kehilangan Ibunya juga hari ini.Mala menatap pintu ruangan di mana ibunya berada, entah mengapa pintu itu, tidak juga bergerak untuk memberi kabar. Mala berdiri, ketika melihat pintu sedikit terbuka, dengan pandangan sedih dia menatap dokter yang keluar.Mala merasa mulutnya begitu susah sekali di buka, untuk menanyakan bagaimana keadaan Ibunya, untung saja sang Dokter mengerti keinginan Mala."Maaf kami sudah berusaha, tapi Ibu anda tidak bisa kami selamatkan, karena pendarahan di kepalanya ternyata terlalu parah," ucap Sang Dokter, dengan sedih.Mendengar itu Mala langsung terduduk lemas, tubuhnya seperti melayang, pandangan matanya langsung kabur dan gelap."Tidak ibu, jangan tinggalkan aku! aku tak mau sendirian! aku masih butuh ibu!" Lirih Mala.Mala dengan sedih, menatap jasad Ibunya di bawa keluar dari ruangan itu, menuju kamar jenazah. Mala bahkan saat itu, tak sanggup menghentikan mereka, untuk sekedar melihat sebentar wajah Ibunya, Matanya tiba-tiba gelap.Mala menangis di dekat makam Ibunya, Ibunya sekarang sudah pergi untuk selamanya, Mala merasa akan selalu sendirian mulai saat ini."Mala, sudah kita pulang! Biar ibu kamu tenang di sana, jangan menangis terus, kita doakan saja biar amal ibadahnya di terima di sisinya!"Mala menggeleng lemah, tidak kuasa beranjak dari sisi makam ibunya, tapi beberapa orang memaksanya pergi dari tempat itu, karena hari mulai malam.Mala menangis lagi menatap foto Ibunya, selama ini hanya ibu yang dia punya, sedangkan ayahnya sudah meninggal sejak dia kecil. Sekarang dia sendirian, setelah Ibunya juga pergi,Mala menjadi bingung harus kemana, setelah ini.***Seminggu sudah Mala kehilangan ibunya, Mala masih mengurung diri di rumah, kadang-kadang ada tetangga yang sengaja datang untuk menengoknya."Mala, apa kamu mau bekerja?" tanya pak Harun, ketika dia dan istrinya datang menjenguk."Bekerja?" Tanya Mala kebingungan."Iya, dari pada kamu bersedih terus, lebih baik kamu sibuk bekerja, tidak baik untuk kamu jika terus begini," jelas ibu Harun."Bekerja apa??" tanya Mala."Di tempat bapak bekerja, sedang butuh cleaning service, apa kamu mau?" Tanya pak Harun."Cleaning servise?""Iya, bapak kan kerja menjaga apartemen dan apartemen itu sedang membutuhkan tenaga cleaning servise," jelas Harun.Mala terdiam, dia bingung harus mengatakan apa, apa dia sudah bisa bekerja sekarang, sementara hatinya masih bersedih. Bukan hanya sedih karena kehilangan Ibunya, tapi juga karena telah kehilangan kehormatannya, dan sekarang timbul perasaan takut hamil.Bagaimana seandainya itu terjadi, kemana dia harus meminta tanggung jawab."Akan aku pikirkan pak, terimakasih," ucap Mala pada pak Harun.Mala masih bersyukur, walau dia dan ibu nya belum lama pindah ke tempat ini, tapi para tetangga sangat perhatian padanya. Setidaknya Mala tidak terlalu merasa sendirian.Mala ingat, dia masih punya uang sisa pembayaran menjual kehormatan nya. Membuat Mala siang ini, berniat pergi ke rumah majikan Ibunya, menemui Ratna.Mala jalan perlahan, menuju rumah majikannya, tapi langkahnya terhenti ketika melihat pria yang telah merenggut kehormatan nya ada di sana, dia terlihat sangat marah."Keluar kamu Ratna!" Teriaknya.Pria itu menggedor pintu pagar kuat-kuat, sambil berteriak lagi, ternyata pria itu memang memang suka berteriak, bathin Mala."Keluar atau ku panggil polisi!" Ancamnya.Mala melihat dari luar pagar, Ratna keluar dari rumahnya, tapi dia tidak sendirian, dia bersama kedua orang tuanya."Buka gerbang!"Gerbang terbuka cepat, pria itu langsung masuk tanpa menutupnya, Mala segera mendekat ingin mendengar pembicaraan mereka."Kamu sini!!" pria itu menarik Ratna. Wajah Ratna terlihat pucat."Lepaskan dia, apa yang telah dia lakukan yang membuat kamu marah?""Dia telah berani memberi aku obat perangsang, dan menjebak ku tidur dengan wanita jelek!" teriak pria itu."Dia telah merenggut kehormatan aku ayah!" teriak balik Ratna, untuk membela dirinya."Benarkah? bukankah kamu sendiri yang dengan sukarela menyerahkannya!" balas pria itu."Itu karena aku mencintainya!""Cinta? mana ada wanita menjebak pria yang di cintai nya! kamu hanya terobsesi untuk memiliki aku, iya kan?" Sarkas pria itu."Sudah kita bicarakan ini di dalam, malu sama tetangga," ucap Nyonya rumah."Tidak usah! aku hanya ingin dia mengaku, jika benar dia yang menjebak ku!" Ucap pria itu, sambil mendorong Ratna hingga terjatuh.Mala yang sedang bersembunyi di balik tembok, bergidik ngeri, ternya pria itu benar-benar tak punya perasaan. Mala yakin, jika dia menampakkan diri, pasti dia juga diseret dan di dorong oleh pria itu."Aku akan membawa kasus ini ke polisi!"Mala makin merasa takut, mendengar nama polisi di bawa-bawa. Tanpa buang waktu, Mala langsung pergi dari tempat itu, mengurungkan niatnya untuk menuntut sisa pembayaran.Mala berjalan cepat menuju rumahnya. Mala langsung masuk ke dalam kamar tidurnya, menyembunyikan diri dalam selimut yang tebal, tubuhnya masih bergetar karena ketakutan.Ternyata pria itu benar-benar kejam, Pria itu tak perduli dia wanita atau pria, dia akan tetap berlaku kasar pada siapapun, Mala mengingat bagaimana pria itu mendorong kuat Ratna hingga tersungkur. Mala bergidik ngeri sekali lagi."Ya Tuhan! Jangan pertemukan aku dengan pria itu lagi!" Doa Mala.Mala mencoba memejamkan matanya, agar bayangan pria itu segera hilang dari pikirannya."Ya Tuhan! Jangan biarkan dia masuk dalam mimpiku lagi!" Doa Mala lagi."Tok, tok, tok," suara ketukan pintu, membuat mata Mala yang terpejam kembali terbuka, Mala segera menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, lalu segera turun untuk melihat siapa yang datang."Iya sebentar!" Teriak Mala, sambil berjalan ke arah pintu."Cari siapa?" Tanya Mala langsung, saat melihat seorang pria muda, berdiri di depan pintu."Anda, anak dari ibu Narti kan?""Iya kenapa?""Tuan Charles, memanggil anda," jawab pria itu."Tuan Charles?" Tanya Mala bingung, karena merasa tak kenal siapa tuan Charles."Majikan ibu anda,""Deg" jantung Mala, langsung berdegup kencang mendengar itu.Bramono menatap tidak percaya pada Markus, Markus mengedipkan matanya, melihat keterkejutan Bramono itu.Mendapat kedipan mata dari Markus, Bramono malah makin terkejut, bagaimana bisa Markus yang terkenal dingin, mengedipkan matanya bahkan senyum-senyum seperti sekarang."Dia berubah!" Batin Bramono."Apa kamu ingin menjadi, seperti aku dulu?" Tanya Bramono."Tentu tidak! Aku tidak akan melakukan hal bodoh itu, aku dan kamu berbeda, aku tidak akan pernah membuat seorang wanita dendam padaku,""Bahkan aku tidak mau membuat senjataku marah, hingga tidak bisa berdiri," lanjut Markus.Bramono menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sambil tersenyum malu."Semoga apapun usaha kamu, kamu segera mendapatkan hasilnya," ucap Bramono kemudian."Terimakasih! Aku titip Mala dan Brama jaga mereka, jangan buat mereka terluka, karena jika itu terjadi, bisa aku pastikan kamu akan menyesal!" Ancam Markus dengan wajah dinginnya."Siap-siaplah kehilangan segalanya, jika sampai itu benar-benar terjadi!" L
"Aku tadi," Bramono mencoba membuka mulutnya, untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya pada Mala, namun dengan cepat Mala memotongnya."Seharusnya kamu, tadi cepat masuk ke sini, begitu Markus keluar dari ruangan ini!" Omel Mala."Aku berharap melihat kamu di balik pintu itu, mengintip aku dan Markus dalam ruangan ini!" Omel Mala lagi."Tapi ternyata kamu bahkan, tidak langsung masuk menemui ku, ketika Markus keluar!" Lanjut Mala.Bramono menatap Mala yang terlihat sedih mengatakan semua itu, padanya.Bramono bahkan kini melihat kedua mata Mala sudah berkaca-kaca."Tidak seperti itu! Saat melihat kamu berada dalam satu ruangan bersama Markus! Sebenarnya aku juga ingin ikut masuk! Tapi, aku takut kamu marah!" Ucap Bramono."Aku berpikir mungkin memang kalian berdua, butuh untuk bicara," lanjut Bramono."Aku juga gelisah, saat kalian berdua di dalam ruangan ini, begitu lama!""Apalagi saat melihat Markus keluar dengan wajah marah dan kesal,""Lalu kenapa kamu tidak langsung masuk,
Markus menatap Mala, dengan tajam, dia ingat bagaimana Mala mempermalukan dirinya di pesta ulang tahunnya.Pesta ulang tahun, yang seharusnya menjadi hari yang paling bahagia, berubah menjadi hari yang buruk karena penolakan yang di lakukan Mala pada lamarannya, didepan orang banyak.Bahkan, Mala menambah drama penolakan nya, dengan aksi membuang cincin nya, tanpa rasa bersalah.Flash back on.Markus menjemput Mala dan Brama ke bandara siang itu."Aku akan mengajak kalian jalan-jalan dulu sekarang, apa kalian mau?" Tanya Markus pada Mala dan Brama."Mau!" Jawab Brama dengan semangat.Mendengar hal itu, Markus tersenyum bahagia. Siang itu Mala dan Brama benar-benar di manjakan oleh Markus.Mereka berjalan-jalan mengitari sebuah taman yang sangat indah di tengah kota. Hingga tanpa terasa siang pun sudah berubah menjadi malam.Saat malam datang, Markus tidak membawa Mala dan Brama pulang ke rumah, tapi mengajak Mala dan Brama masuk ke sebuah restoran, untuk makan.Tanpa di ketahui oleh M
Pulang menjenguk Ratna, Mala dan Bramono langsung pulang, mereka pun kini sedang berbaring berdua di atas tempat tidur, sambil menatap langit-langit kamar.Setelah puas menatap langit-langit kamar, Bramono mengubah posisi tidurnya menghadap ke arah Mala.Menatap wajah cantik Mala, merupakan hal yang senang dia lakukan akhir-akhir ini.Mala makin di lihat makin cantik, dia memang untung besar mendapatkan Mala.Bahkan dia sering merasa tidak percaya diri berjalan bersama Mala, kecantikan Mala membuat semua hampir menoleh kearah, Bramono takut suatu ketika Mala menghilang darinya."Kenapa?" Tanya Mala, melihat Bramono menatapnya sambil melamun."Kenapa, apanya?" Tanya Bramono balik."Apa yang sedang kamu, pikirkan?""Aku sedang memikirkan bagaimana seandainya kamu pergi dariku, pasti aku akan mati!" Jawab Bramono."Kenapa bisa begitu?" "Tanpa kamu apalah arti diriku!" "Gombal!" ucap Mala sambil tersenyum."Itu benar, aku sekarang sangat tergantung padamu!""Kalau begitu buatlah, aku be
Ciuman yang sangat panjang dan lama, hingga membuat kedua merasakan sesuatu dorongan yang kuat dalam hati mereka untuk berbuat lebih dari itu.Mendorong Bramono untuk membawa Mala, ke atas tempat tidur dengan lembut, dan mulai merangkak di atas tubuh Mala."Tok, tok, tok!" Tiba-tiba suara pintu di ketuk dari luar, membuat gerakan Bramono terhenti.Bramono dan Mala saling pandang."Siapa?" Tanya Bramono."Ini aku ayah, aku ingin tidur bersama ayah!" Jawab Brama.Bramono kembali menatap Mala, Mala tersenyum. Bramono mau tidak mau segera turun untuk membukakan pintu untuk Brama."Kamu mau tidur sama ayah?" "Iya,""Baiklah!" Jawab Bramono. Bramono langsung menggendong Brama lalu masuk ke dalam kamar nya Brama."Baiklah, malam ini kita akan tidur berdua di kamar ini," ucap Bramono.Brama tersenyum senang mendengar itu, dia pun langsung tidur sambil memeluk Bramono erat, seakan-akan tidak akan dia lepaskan lagi.Bramono jadi senyum sendiri, menyadari hal yang tidak jadi dia lakukan bersam
Bramono menatap Mala yang muntah mengenai seluruh tubuhnya, Mala menutup mulutnya, menahan rasa mual yang kembali menyerangnya.Mala tanpa ragu mendorong tubuh Bramono, lalu turun dari tempat tidur, dan kelur dari kamar menuju kamar mandi.Sedangkan Bramono menatap tubuhnya, yang penuh dengan muntah."Oh, Tuhan!" Ucap Bramono, dia pun langsung berlari ke arah kamar mandi menyusul Mala.Mala menatap sedih ke arah Bramono."Maaf!" Lirih Mala "Sudahlah, mungkin bayinya belum mau di tengok," ucap Bramono sedih.***Bramono dengan berat hati harus meninggalkan Mala dan Brama di kampung, hari ini. Bramono harus kembali, ke Jakarta karena Bramonos'grup membutuhkannya.Sampai di Jakarta, Bramono benar-benar langsung pergi menuju kantor, hari itu juga.Dia mencoba berbuat sesuatu yang dia bisa dia lakukan untuk menyelamatkan Bramonos'grup dari kebangkrutan.Siang dan Malam, Bramono berkutat hanya di seputar pekerjaan, tidak ada waktu untuk memikirkan hal lain.Hingga tanpa terasa, waktu pu