Home / Rumah Tangga / Gelora Cinta Istri 1 Miliar / Bab 3 : Pria Yang Menikahiku

Share

Bab 3 : Pria Yang Menikahiku

Author: Kafkaika
last update Last Updated: 2025-05-18 20:40:27

“Sudah sadar kamu?” suara bariton itu membuatku meremang.

Seorang pria tinggi tegap masuk ke dalam kamar dan dengan cepat menutup kembali pintunya.

Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan baik karena suasan kamar remang-remang. Lampu tidak dinyalakan, dan tirai pun belum dibuka.

“Siapa Anda?” tanyaku dengan segenap rasa cemas. Aku menyusutkan tubuhku takut seandainya dia pria yang akan macam-macam denganku.

Dia tak menjawab, tapi melangkah menekan saklar lampu. Sesaat keadaan terang dan aku bisa melihat pria yang sama sekali asing bagiku itu.

“S-siapa, kau?” tanyaku yang masih ketakutan di ujung tempat tidur. Ingatan tentang menjadi korban pemerkosaan pria asing membuatku gugup.

Dan aku tidak mengenal pria itu. Yang kini menatapku dengan sorot  teduh  namun begitu misterius. 

“Hati-hati, kau bisa  jatuh!” ujarnya dengan suara sedikit serak namun penuh dengan ketenangan.

Tapi akulah yang tidak tenang saat ini.

Bukan pria ini yang katanya akan menikahiku.

Lalu, kalau aku di sini, di sebuah kamar bersama pria asing yang tak  kukenal, berarti ada yang salah.

Aku ingat harus menikah saat ini. Dengan majikan Pakdeku yang sudah memberikan uang 250 juta.  Kalau ketahuan berdua-duaan bersama pria lain di kamar, ini akan jadi masalah besar. Tidak hanya untukku, tapi juga keluargaku.

Tak kusangka melihatku terus menepi dengan gugup membuatnya malah menghampiriku.

Karena itu, aku reflek turun dan berlari untuk menghindarinya.

Hanya saja kakiku terpeleset di lantai. Dan pria itu dengan sigap menangkapku. Menarik lenganku hingga aku terhempas di dadanya.

Aku meronta. Namun pegangan tangan kokoh pria ini membuatku tak berkutik. 

“Tolong jangan apa-apakan aku!”   pintaku memohon. Aku bahkan tanpa sadar memukuli dadanya.

“Tenang dulu, aku baru melepasmu,” ujarnya.

Mungkin karena berdiriku belum stabil, dia masih menahanku. 

Tapi aku tidak bisa menuruti ucapannya. Terus saja nerocos dan merusal ingin di lepaskan.

“Kenapa aku ada di sini? Aku akan segera menikah hari ini. Tolong jangan buat aku dalam masalah. Keluargaku dalam masalah besar kalau aku tidak jadi menikah dengan majikan pakdeku!”  

Perlahan kurasakan genggaman tangannya mengendur. Pria itu  kemudian melepaskankanku

Dia memintaku duduk agar  tenang. Menyodorkan sebotol air mineral dan dia sendiri melangkah untuk duduk di kursi yang lain. Memberikan sebuah tatapan lekat seolah sedang menilaiku.

 “Pakdemu tidak akan marah karena kau sudah menikah,” tukasnya.   

“A-apa? Aku sudah menikah?” Kupastikan apa yang kudengar tidaklah salah.

Terbersit di pikiranku, bisa jadi pernikahan tetap berjalan saat aku pingsan tadi. Kehadiranku bukanlah sebuah rukun dalam sahnya pernikahan. 

Walau demikian, kalau memang pernikahan tetap berjalan, lalu kenapa aku malah ada di sebuah kamar bersama pria ini?

“Bagaiamana Anda dengan tidak tahu malunya malah ada di kamar pengantin wanita orang?” Aku mengingatkan pria itu,  seandainya saja dia tidak tahu diri.

Pria itu tertegun menatapku. Menarik sudut bibirnya menyunggingkan seutas  senyum samar.

Baru kuperhatikan pria itu tampan sekali. Aku sampai segan dan harus menunduk menghindari tatapannya.

“Memangnya kau menikah dengan siapa?” tanyanya dengan suaranya yang enak di dengar.

Walau begitu, belum juga menurunkan rasa gugupku akan banyak hal yang tidak kuketahui.

“A-aku menikah dengan majikan pakdeku,” ujarku tak bersedia menatap pria itu.

“Siapa majikan pakdemu?” tanyanya lagi dengan sabar.

Aku baru mendongakkan pandangku karena baru sadar dengan naifnya tidak tahu siapa nama majikan pakdeku yang menikahiku itu.

“Kau bahkan tidak kenal dengan pria yang akan menikahimu?” tanyanya lagi.

Pasti heran bagaimana ada wanita sepertiku yang tidak mengenal calon suaminya.

“Pasti yang kau tahu uang satu milyarnya itu, ya?” pria itu menyindirku.

Aku sedikit melirik ke arahnya. Tak menyangka kalau pria itu juga tahu hal ini. Padahal pakde bilang, semua serba rahasia.

“Bukan urusan Anda juga, kan?”  tukasku dingin.

Terlihat tawa sinisnya. “Wanita jaman sekarang memang banyak yang matre, hanya ingat uangnya tapi tidak tahu siapa yang akan menikahinya.”

Sindiran itu sudah barang tentu ditujukan padaku.  Aku yang tidak terima menyangkalnya,  “Aku tahu kok,  orangnya!” 

“Oh, yah? Seperti apa dia?” kejarnya. 

“Seumuran Pakde, gendut, dan berkumis seperti Pak Radhen!” ucapku begitu saja.

Kurasa aku harus menjelaskan ciri-ciri orang itu agar aku tidak dikira tidak tahu siapa yang menikahiku.

Sesaat setelah mendengarku mengatakan itu, kulihat pria ini menaikan alisnya menatapku. Namun sebentar melengos dan menyembunyikan tawa kecilnya.

“Anda siapa?” tanyaku yang baru ingat belum mengusik tentangnya. Merasa pria ini bukan pria kejam, aku mulai tidak panik dan tegang lagi. 

Sebuah ketukan pintu menunda perkenalan kami. Nampak dua orang pelayan wanita masuk. Satu membawa  beberapa baju ganti, dan yang satu membawa nampan berisi makanan.

“Permisi, Pak Fabian.” 

Dua wanita itu menunduk hormat pada pria yang kini bangkit dari duduknya itu.

“Urus dia. Pastikan makan dengan benar biar tidak pingsan lagi!”  ujar pria itu lalu melangkah pergi.

Melihat punggung itu menjauh, otakku masih kosong dan enggan menduga-duga.

Jadi, lebih baik langsung bertanya saja pada dua pelayan itu.

“Maaf, Mbak. Yang tadi itu siapa?”

Entah apa yang salah dari pertanyaanku hingga kedua wanita itu sontak menatapku bersamaan.

“Yang tadi maksudnya yang mana, Bu?” salah satu dari wanita itu bertanya. Barangkali mereka salah tangkap siapa yang kutanyakan.

“Yang  tadi...” kutunjuk sofa tempat pria itu duduk. Dan lagi-lagi keduanya saling menatap heran.

“Anda tidak tahu?” tanyaya heran.

Melihat gelagat mereka, aku seketika merasa begitu bodoh.

Baru terlintas, bahwa bisa jadi  pria itu adalah... majikan pakde?

🌹🌹🌹

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Marlien Cute
Hoky banget bisa dapat suami seperti Fabian...
goodnovel comment avatar
Strawberry
untung yaa gmn kalau dpt gendut ......
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Gelora Cinta Istri 1 Miliar   Bab 124 : Pergi Bersama

    Sore hari pun tiba. Bian sudah mengirim pesan bahwa dia sudah di perjalanan menjemputku.Sudah kuputuskan seperti yang kuinginkan ahir-ahir ini. Dan aku tak mau banyak pikiran lagi untuk meragu.Hanya saja aku merasa tidak enak kalau tidak memberitahu Tante Aini. Dia selama ini selalu mendukungku agar tetap bertahan dengan Bian. Jadi kuharap dia memahami situasiku saat ini.Sayangnya, panggilanku tak juga tersambung. Kutunggu sebentar barangkali dia repot ada kajian yang harus diisinya. Aku tahu itu karena sering melihat statusnya di medsosnya. Tante Aini sosok wanita perpengetahuan luas yang sering diminta mengisi kajian di majlis-majlis.Tanganku menyapu layar ponsel dan kebetulan melihat status Tante Aini. Dia memang sedang ada di sebuah acara bersama beberapa wanita berhijab yang lain dengan caption, [Jalan menuju surga untuk wanita muslimah] Mungkin itu tema kajiannya kali ini.Hingga beberapa slide terakhir, aku terkejut ada Miranda yang berfoto bersamanya dan Om Damar.Mirand

  • Gelora Cinta Istri 1 Miliar   Bab 123 : Memutuskan

    "Tidak enak kalau kita ngomong ditelepon Mel, kita ketemu ya?"Terdengar suara Bian masih mencoba membujukku untuk bertemu.Kutarik napas dalam-dalam beberapa kali agar aku kembali tenang. Berasa cengeng sekali kalau di depan Bian. Tapi tak semestinya aku memperlihatkan kerapuhanku ini pada pria yang sama sekali tidak pernah menghargaiku selayaknya wanita pada umumnya.“Aku jemput, ya?” Bian. Baru kusahuti dengan lirih, "Enggak mau, Mas.""Kenapa?" tanyanya dengan setenang mungkin, karena sejak tadi aku tidak berhenti terisak. Mungkin Bian hanya ingin aku kembali tenang dulu agar bisa melanjutkan obrolan kami. "Bisa tidak menjamin bahwa kita hanya bertemu?""Maksudmu?" suaranya terdengar heran.Seharusnya dia tahu apa yang kumaksudkan. Mana bisa dia mengajakku bertemu tanpa meniduriku?"Aku tidak mau berhubungan, Mas. Aku mau pisah." Kujelaskan hal itu sekalian."Oke, kita ketemu dulu, ya?"Akhirnya aku mengiyakan ajakannya untuk bertemu. Biar sekalian kami tuntaskan semuanya.

  • Gelora Cinta Istri 1 Miliar   Bab 122 : Pulangkan Aku

    Hingga larut malam aku mondar mandir di kamar, tapi tak juga Bian datang.Jadi penasaran, apa yang sedang dia bicarakan dengan Tom Lee di depan.Aku memutuskan keluar dan mencari tahu. Tidak tenang saja kalau aku tidak tahu apa-apa.“Sudah malam, Mel. Kenapa tidak tidur?” tanya Iqdam yang juga masih belum tidur.“Mas Bian masih di depan?” tanyaku menoleh ke ruang depan. Tapi kosong dan sepi.“Sudah pergi tadi.” Iqdam kembali menjawab dengan cuek.“Pergi? Mas Bian juga?” tanyaku lagi.Iqdam yang sibuk dengan ponselnya melirikku. “Bukannya kau tidak mau bertemu dengan Mas Bian? Dia pergi kamu cari-cari?” ucapnya menyindirku.Aku tak membahasnya. Malas saja sudah malam. Dan lagi, aku juga lelah dan mengantuk. Tidak baik sedang hamil begini tapi masih begadang.Teringat hal itu aku sebenarnya merana. Biasanya ada suami yang akan mendampingiku dan menjagaku di masa kehamilan. Tapi itu tidak akan bisa jika statusku hanyalah istri simpanan Bian.Hingga saat aku masuk, kutemukan ponselku sud

  • Gelora Cinta Istri 1 Miliar   Bab 121 : Bertemu Bian

    ~ Pov Melati ~Ketika hendak memesan ojek online di aplikasi yag ada di ponselku, aku menyadari ponselku tak ada di tas.Baru kuingat, tadi aku sempat mengeluarkannya dari tasku untuk melihat jam. Kuletakkan di nakas dan kutinggal ke kamar mandi.Sekeluarnya aku lupa tidak memasukan lagi ke dalam tasku. Karena terburu-buru, takut keduluan Bian bangun dan akan sulit baginya membiarkanku pergi.Aku masih labil. Belum bisa bicara dengan baik dengannya. Percuma juga karena nanti kami hanya akan bertengkar dan selalunya aku yang merasa sakit hati.Aku hanya mencoba menjaga emosiku saat-saat masih trimester pertama ini. Takut mahluk kecil di rahimku ini terimbas buruk dari keadaanku.Hujan yang tiba-tiba turun membuatku harus mencari tempat untuk berteduh. Tidak mungkin juga harus balik ke vila itu. Jadi aku melangkah ke minimarket yang tak jauh dari vila itu.Masuk ke dalam untuk membeli air mineral, tak tahunya melihat susu formula untuk ibu hamil, aku jadi ingat stok susu ibu hamil di

  • Gelora Cinta Istri 1 Miliar   Bab 120 : Pesan Yang Dikirim Dini

    “Aku akan berubah Bian. Aku janji tidak lagi membiarkan mama dan Tio menguasaiku. Aku janji akan memperbaiki semuanya. Aku bahkan sudah menerima Melati menjadi maduku. Jadi jangan ceraikan aku, Bian.”Miranda memohon-mohon padaku dengan keseriusannya itu.Aku hanya menghela saja. Meruntuk karena selalu diposisi yang sulit begini. Tegaspun akan terkesan salah karena tak mau memberi kesempatan pada wanita yang sudah beritikad untuk berubah ini.Meski aku tak mudah luluh dengan kesungguhannya itu. Kusimpan saja sendiri dan tak mau banyak berspekulasi. Syukur-syukur kalau memang Miranda benar-benar mau berubah. Jika tidak, akan sangat mudah bagiku untuk melepasnya.Setidaknya, aku sudah jujur bagaimana perasaanku saat ini padanya, juga tentang perasaanku pada Melati. Poin pentingnya adalah Miranda membiarkanku masih bersama Melati. Artinya, tidak akan ada masalah jika aku melegalkan pernikahanku dengan Melati. Bukankah yang selama ini Melati inginkan hanyalah sebuah kepastian pernikahan

  • Gelora Cinta Istri 1 Miliar   Bab 119 : Menerima Melati

    Tante Aini memanggilku dan Miranda. Sepertinya dia juga terpikirkan tentang masalah perasaanku. Dia paham, aku dan Melati saling mencintai. Karenanya sebagai orang tua, dia ingin membantu meluruskan.“Kau serius ingin berubah, Miranda?” tanya Tante Aini pada Miranda.Miranda mengangguk pasti.Hingga Tante Aini bertanya tentang Melati.Saat itu aku mulai tegang.“Kau pasti sudah tahu kan, bahwa Bian juga memiliki istri lainnya yang baru dinikahi secara siri?”“Tante?” selaku cepat.Miranda sangat sensitif kalau membahas tentang Melati. Biar aku saja yang menyelesaikan masalah ini secara pribadi tak perlu Tante Aini ikut campur.Aku sudah bertekad setelah semua beres, aku akan lanjut menceraikan Miranda.Kedengarannya kejam dan hanya memanfaatkannya saja. Tapi akan kuberitahu Miranda baik-baik, bahwa aku tidak lagi mencintainya.Percuma dipaksakan kalau kenyataannya Melatilah yang sudah menguasai hatiku. “Bian, ini harus ditegaskan sekarang. Mumpung Miranda memang bertekad berubah.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status