Tengah malam Samudra terbangun karena mendengar bunyi ponselnya yang menggema di ruangan temaram itu. Beranjak dari kasur dengan keadaan setengah telanjang, Samudra mengambil benda pipih miliknya dari saku celana yang tergeletak asal di lantai.
Nama yang tertera di layar ponsel cukup membuat sepasang kelopak mata Samudra, yang awalnya masih mengantuk terbuka lebar seketika."Jane?"Samudra sontak menoleh ke belakang—di mana seorang gadis, yang tengah terlelap dalam keadaan polos tanpa sehelai benang pun, dan hanya selembar selimut yang menutupi. Queen terlihat begitu damai dan ... cantik.'Ck, sadar Samudra! Kamu baru aja bikin masalah.'Dalam hati, Samudra merutuk kecerobohan dan kebodohannya. Suatu kesalahan yang pastinya akan mengundang masalah besar ke depannya.Atensi lelaki itu kembali teralihkan pada dering ponsel. Samudra lekas menjawab panggilan telepon dari sang istri. "Halo …." sambil berjalan menuju kamar mandi, karena dia tak ingin mengganggu Queen.Samudra berdiri di depan cermin wastafel, menatap pantulan dirinya yang sangat berantakan."Kamu mau pulang jam berapa, Sam? Ini udah hampir pagi," kata Jannet terdengar merajuk."Sebentar lagi. Mungkin satu jam lagi aku sampe apartemen," jawab Samudra tanpa bersusah payah memikirkan jawaban yang pas."Buruan!" Jannet sedikit meninggikan suaranya."Iya, Sayang. Kamu tidur dulu aja. Gak usah nunggu aku." Perasaan Samudra makin campur aduk saat ini, ketika mengingat kebohongan yang baru saja dia lakukan. Jannet bahkan rela menunggunya pulang."Hmm. Ya udah. Kamu beneran pulang sekarang! Hati-hati di jalan. Bye ….""Bye ….""Telepon dari si Jannet, ya?" Queen tiba-tiba muncul di kamar mandi. Dia yang menyadari Samudra tak ada di sampingnya langsung menyusul lelaki itu. Gadis itu juga sudah mengenakan lingerie seksi warna hitam."Iya." Samudra meletakkan ponselnya ke pinggir wastafel, lalu menyalakan kran dan membasuh wajah agar lebih segar.Bibir Queen mengerucut. "Bang Sam mau pulang, ya?" tanyanya sambil memeluk Samudra dari belakang. "pulang pagi aja sekalian. Nanggung.""Gak bisa, Queen. Aku harus pulang sekarang. Aku gak mau Jane curiga," kata Samudra, lalu menghela napas berat.Untuk sejenak keduanya tak ada yang bicara. Queen sedang meresapi kehangatan punggung Samudra, sementara lelaki itu tengah menyesali apa yang terjadi."Maafin aku …." Samudra perlu meminta maaf, bukan? Meski kesalahan itu tak sepenuhnya dari dirinya.Queen-lah yang patut disalahkan atas semua yang telah terlanjur terjadi. Namun, Samudra pun tak menampik jika gadis itu telah memberikan pengalaman pertama yang begitu indah dan sangat memuaskan. Samudra memang brengsek!Apa sekarang dia sudah menjelma menjadi lelaki brengsek yang memanfaatkan kepolosan seorang gadis?Queen terkekeh mendengar permintaan maaf Samudra yang terdengar begitu tulus. "Kenapa Bang Sam minta maaf? Justru aku yang harusnya minta maaf karena udah jebak kamu," kata Queen masih enggan melepas lilitan tangannya di pinggang Samudra. "Makasih. Makasih karena Bang Sam udah kabulin kemauan aku.""Queen …." Samudra lagi-lagi harus mengakui jika Queen adalah gadis yang benar-benar polos.Bagaimana bisa ada seorang gadis yang menginginkan hal gila semacam itu? Bahkan, setelah menyerahkan kegadisannya secara cuma-cuma pada pria yang sudah beristri. Queen masih bisa tertawa dan mengucapkan 'terima kasih'. Samudra sampai tak habis pikir."Aku janji gak akan bilang ke siapa pun soal ini. Aku janji. Asal Bang Sam gak pernah ninggalin aku. Asal Bang Sam jangan jauhin aku. Aku gak akan bisa hidup kalau Bang Sam lakuin itu semua. Aku cinta Bang Sam."Air mata Queen mengalir dengan sendirinya, dan membasahi punggung Samudra. Gadis itu terlalu takut dengan sesuatu yang belum tentu terjadi. Satu-satunya ketakutannya selama ini. Samudra menjauhinya."Queen ..." Samudra berbalik saat merasakan punggungnya basah. Mengurai pelukan Queen, kemudian menangkup wajah sembab sang gadis yang tak lagi gadis. "jangan nangis. Kamu jangan berpikir yang enggak-enggak."Dengan tenang Samudra menghapus jejak basah di pipi Queen. Menatap lamat-lamat sepasang bola mata jernih yang menyorotnya penuh cinta.Kenapa ada gadis yang begitu mencintainya dengan gila seperti ini? pikir Samudra."Aku memang gak membenarkan apa yang kamu lakukan, Queen. Itu salah. Sangat salah. Kamu dengan sengaja jebak aku dan mengacaukan malam pertamaku. Tapi, aku bisa ngerti kenapa kamu lakuin itu semua. Kamu terlalu menyukaiku. Karena itu kamu rela mengambil resiko sebesar ini. Dan kamu inget 'kan kalau tadi aku gak pakai pengaman?"Queen mengangguk."Dan kamu tau apa resikonya kalau laki-laki dan perempuan berhubungan tanpa pengaman?" imbuh Samudra.Queen mengangguk lagi, lalu mengerjap polos."Apa?" tantang Samudra.Dan kali ini raut Queen langsung berubah pucat pasi. Dia menelan ludah susah payah saat menyadari resiko besar yang akan terjadi di hidupnya setelah ini."Hamil ...""Ya, hamil. Kamu bisa hamil, Queen. Karena aku berkali-kali numpahin benihku di sini." Telapak tangan kiri Samudra mengusap perut rata Queen."Aku bisa gugurin," ucap Queen tanpa berpikir sedikit punDan Samudra sontak terlihat marah. "Jangan. Kamu jangan pernah lakukan hal gila itu, Queen. Cukup sekali kita melakukan dosa. Dan jangan berpikir kamu ingin menambah dosa lagi dengan menggugurkan kandunganmu. Aku gak akan biarin itu."Raut Queen berubah pias kala mendengar pernyataan Samudra yang begitu memperhatikannya. Meski demikian rasa takut yang tiba-tiba muncul tak bisa dia enyahkan begitu saja."Lalu aku harus gimana? Kalau semisal aku hamil, Bang?" Queen menjilat bibirnya yang mendadak kering. "Apa Bang Sam mau bertanggung jawab?" Queen mencengkeram erat lengan Samudra, menunggu lelaki itu menjawab dengan jantung berdebar kencang."Kita liat nanti," sahut Samudra setelah cukup lama terdiam. "Nanti kalau kamu ada tanda-tanda hamil, orang pertama yang harus kamu kasih tau itu aku. Jangan orang lain. Paham?" Samudra perlu menekankan hal tersebut pada gadis di hadapannya."Hmm. Aku paham," ucap Queen, dengan sorot mata tak setakut tadi. Queen memeluk Samudra, lalu berkata, "Aku percaya sama Bang Sam. Dan, setelah ini pun Bang Sam boleh—""Queen, sekali lagi aku sungguh minta maaf. Harusnya aku bisa nahan diri untuk gak ngerusak kamu. Maaf ...." Rasa penyesalan masih mengganjal di hati Samudra. Lelaki itu mengusap lembut rambut panjang Queen. "Harusnya aku jagain kamu bukannya ngerusak kamu.""Ya, aku maafin Bang Sam. Toh, ini bukan kesalahanmu sepenuhnya. Ini salahku. Aku yang mau. Aku yang salah. Bang Sam gak usah merasa bersalah terus-terusan.""Om Alex, Tante Suci ....""Mereka gak akan tau selama salah satu dari kita gak ada yang ngasih tau. Bener 'kan?" Queen mengurai pelukan, mendongak menatap wajah Samudra yang ganti terlihat khawatir. "Daddy dan Bunda gak akan tau masalah ini. Aku janji."Samudra diam, merenung sejenak untuk mencari jalan keluar dari masalahnya. Masalah yang sebenarnya bisa di hindari. Namun, Samudra juga tidak bisa lepas tangan begitu saja, jika suatu saat Queen benar-benar hamil."Aku gak masalah kalau pun harus jadi yang kedua," celetuk Queen dengan santai.Sementara Samudra justru terlihat terkejut. "Queen ...."***bersambung ...."Maafin aku, Sam. Selama ini aku udah banyak bohong sama kamu," ucap Jannet, menyadari kesalahan yang sudah dia buat di belakang Samudra—pria baik yang sempat singgah di hatinya. Keserakahannya membuat hubungannya dengan Samudra berantakan. "Ya. Aku udah maafin kamu." Samudra mengusap lengan Jannet sebentar. Maniknya menatap pada perut mantan istrinya itu. "Gimana kondisi janinnya? Sehat 'kan?" Jannet mengangguk. "Dia sehat." "Justin mau tanggungjawab 'kan?" Samudra berharap kehidupan Jannet bisa lebih baik lagi setelah ini. "Mau. Minggu depan kami menikah secara siri." "Syukurlah." "Kalau kehamilan Queen, gimana?" Jannet tiba-tiba menanyakan perihal kehamilan Queen, yang sama sekali tidak diketahui oleh siapa pun kecuali orang terdekat. Tentunya Samudra terheran sekaligus terkejut. "Darimana kamu tau kalau ..." Jannet tersenyum, tak ada lagi kebencian di matanya ketika membahas Queen. "Aku sempat lihat dia di rumah sakit. Dan kebetulan, dokter yang menangani kami sama." Samu
Hari yang dinanti-nanti oleh Samudra pun akhirnya tiba. Hari ini merupakan hari di mana dia akan benar-benar berpisah dengan mantan istrinya, Jannet. Setelah ini lelaki yang sebentar lagi akan menjadi seorang ayah itu sudah memiliki banyak sekali rencana. "Kamu yakin gak mau aku temenin?" Queen mencoba memastikan sekali lagi, meski dia akan mendapat jawaban yang sama dari sang suami, yang sudah siap berangkat pagi ini. Samudra mengangguk, sambil mencolek dagu sang istri. "Iya, Sayang. Kamu gak perlu ikut ke pengadilan. Capek. Lagipula ini adalah urusanku." Bibir bawah Queen mencebik, "Iya, deh. Aku juga males kalo ketemu mantan istrimu. Ngeri." Selanjutnya dia terkikik, sambil menggamit lengan Samudra. "Ayo sarapan dulu. Tadi aku udah siapin sarapan spesial buat suamiku yang ganteng ini." "Wah ... Wah ... Si kriwil udah pinter masak sekarang. Jadi gak sabar aku." "Enak aja kriwil! Ngomong-ngomong aku udah gak kriwil, ya!" sungut Queen, pura-pura kesal, padahal dalam hat
Dua pekan berlalu, semenjak kehamilan Queen diketahui oleh keluarganya, situasi perempuan itu semakin rumit. Kebebasannya seolah direnggut paksa oleh orang-orang yang menurutnya terlalu berlebihan dalam menjaganya. Dengan alibi—ingin melindunginya dan bayinya. Tak hanya itu, dia pun tak lagi bisa bebas bertemu dengan Samudra sebelum lelaki itu resmi bercerai dari istrinya. Lantas, bagaimana kelanjutan hubungannya dengan Samudra? Alex selaku ayah yang mengadopsi Queen mempunyai caranya sendiri. Sama halnya seperti yang lelaki itu lakukan pada Suci dahulu kala. Alex menyarankan agar Queen dan Samudra menikah secara agama terlebih dahulu, sampai bayi yang ada di dalam kandungan lahir. Sambil menunggu status Samudra benar-benar jelas. "Kita ini udah nikah, tapi, kenapa Daddy ngelarang kita tinggal bersama? Apa menurut Bang Sam ini gak terlalu berlebihan, ya? Gak enak banget gak bisa ketemu kamu." Queen terus mengeluh sejak di tiga puluh menit pertama dia dan Samudra melakukan pan
Bagi Suci, hal paling terburuk dalam hidupnya ialah gagal menjadi orang tua. Dia merasa gagal sebab kini masa lalu kelamnya seperti terulang kembali. Ya, entah Suci akan menganggapnya sebagai apa. Yang jelas, hatinya saat ini hancur lebur. 'Queen hamil ...' Dua kalimat tersebut tak berhenti berdengung di telinga Suci. Mengakibatkan air matanya kian deras mengalir membasahi pipi. "Bunda ...." Panggilan dari sang anak yang menjadi penyebab kesedihannya menyadarkan Suci. "Queen?" Suara Suci nyaris tak terdengar, karena cekat di tenggorokan yang kian menghimpit. Sesak di dadanya makin terasa. Pandangannya sedikit mengabur. Kedua bola matanya menatap nyalang sang anak yang berdiri berdampingan dengan Samudra. Alex yang sedari tadi kebingungan serta bertanya-tanya berinisiatif menghapus jejak basah di pipi Suci. "Sayang ...." Suara khas Alex mampu mengalihkan perhatian Suci. Kini, dia bisa melihat dan merasakan—kekecewaan dari sorot manik bulat itu. "Mas ...." Kelopak m
Beberapa menit sebelumnya.... Suci menghempas punggungnya ke sandaran kursi sambil menghela panjang. "Akhirnya selesai juga. Tinggal cari bahan sama pesen payet," gumamnya, setelah berhasil menyelesaikan sketsa gaun pengantin pelanggannya. Seharian ini Suci lumayan sibuk sebab dia akan mempersiapkan koleksi-koleksi terbarunya di tahun ini. Masih banyak yang belum sempat dia selesaikan. Ditambah dengan pesanan gaun yang tak pernah berhenti. Suci cukup kewalahan. "Si Niken berangkat gak, sih hari ini? Kenapa seharian aku gak liat dia?" Saking sibuknya, Suci sampai tidak beranjak sedetik pun dari ruangannya. Sampai-sampai dia baru menyadari jika dia belum melihat Niken seharian ini. "Apa dia gak berangkat, ya?" pikir Suci, mengira jika sang sahabat tidak masuk kerja. "Coba aku cek aja, deh." Daripada penasaran, lebih baik dia memastikannya saja langsung. Tanpa menunggu lagi, Suci bergegas beranjak dari tempatnya, lalu keluar ruangan, dan menuju ruangan Niken. Ketika di
Sore-sore begini, tidak biasanya Queen baru bangun tidur. Dia bahkan terbilang jarang sekali betah berada di rumah jika sedang tidak ada pekerjaan. Biasanya, Queen akan menghabiskan waktu di berbagai tempat—mencari inspirasi untuk konten-kontennya. Ah, mengenai konten. Queen sudah lama tidak mengunggah postingan di laman private-nya. Akun rahasia yang tidak ada satu orang pun yang tahu. Termasuk Samudra. Queen sangat berhati-hati untuk hal yang satu itu. "Jam berapa sekarang?" Queen bergumam sambil beranjak dari kasur ternyaman, lalu melangkah menuju kamar mandi. Dia berencana mandi, sebab dari sejak pagi rasanya sangat malas sekali untuk sekadar mencuci muka. "Astaga mukaku!" Ketika bercermin, Queen nampak syok dengan kondisi wajahnya yang sangat kucel. Rambutnya pun sangat lepek. Apalagi di beberapa bagian tubuh seperti ada yang berubah. "Kayaknya aku tambah gemuk, deh? Payudaraku kayak tambah gede," cicit Queen, meraba-raba bagian dada yang dia rasa berubah bentuk. "