"Aku tidak bisa tidur tanpamu, Sayang! Kembalilah ke kamar kita, Belinda. Aku janji akan bersikap lembut padamu, Istriku!" Daniel masih tersenyum menatap Belinda sampai Luca makin geram melihatnya. "Dia tidak akan kembali hanya untuk kau sakiti, Daniel! Biarkan Belinda tidur di kamarku." "Itu tidak mungkin, Luca. Belinda istriku, lagipula Ayah dan Ibu akan pulang hari ini, mereka juga tidak mungkin mengijinkannya kan?"Awalnya Luca masih kukuh mempertahankan Belinda bersamanya, tapi akhirnya Belinda memutuskan untuk kembali ke kamarnya sendiri. "Kemarin kau bilang mau bercerai kan, Belinda? Mengapa sekarang kau mau kembali ke kamarnya?" tanya Luca saat akhirnya Daniel sudah pergi ke kantor. "Aku sudah bilang akan menyelesaikannya sendiri kan, Luca? Tolong biarkan aku menyelesaikannya sendiri." Luca benar-benar tidak mengerti dengan sikap Belinda, tapi Luca tidak mau membantahnya lagi dan akhirnya ikut pergi ke kantor karena Belinda aman, tidak ada siapa pun di rumah selain pelay
Daniel benar-benar tidak menyangka Belinda yang selama ini patuh bisa mendadak menyerangnya seperti ini di depan keluarga Pak Landon dan ini sama sekali tidak bisa dibiarkan. "Apa-apaan ini, Belinda?" Daniel yang marah langsung mencekal lengan Belinda dan menariknya berdiri. Luca yang melihatnya pun buru-buru menepis tangan Daniel dan menarik Belinda bersamanya. "Kau yang apa-apaan, Daniel? Jangan menyentuhnya!" geram Luca. Melihat kedua anaknya bersitegang, Hector dan Belinda pun ikut tersulut emosi. "Hentikan semua! Apa yang sebenarnya kalian lakukan?" seru Hector dengan suara yang tegas. Hector pun langsung menoleh pada Pak Landon dengan sungkan. "Maafkan kami, Pak Landon! Ini kesalahan! Pasti ada kesalahan di sini!" Namun, Pak Landon sudah menatap semua orang dengan marah sebelum ia menatap Lorena dengan penuh tanya. "Jelaskan pada Om tentang semua foto-foto ini, Lorena! Jelaskan pada Om!" bentak Pak Landon sambil bangkit berdiri dan melempar foto-foto itu ke hadapan Lorena
"Ibu?" lirih Belinda saat menatap ibu yang sudah lama tidak ia temui itu. Belinda memang jarang pulang ke rumah orang tuanya. Bukannya tidak berbakti, tapi kalau pulang hanya untuk mendapatkan amarah dan ancaman, lebih baik Belinda tidak pulang. Setiap kali Belinda pulang, Belinda akan selalu bercerita pada ibunya tentang rumah tangganya, seperti yang anak lain ceritakan pada orang tuanya. "Aku tidak kuat lagi, Ibu! Kemarin Daniel memukulku lagi. Aku ingin berpisah saja!" kata Belinda hampir setiap kali Belinda pulang. Namun, Amelia, Ibu Belinda akan selalu menyalahkan Belinda dan meminta Belinda introspeksi diri. Belinda diminta bertahan dan terus bertahan sampai Belinda muak. Hingga akhirnya Belinda pun menjadi malas pulang. Dan setelah cukup lama tidak bertemu, yang Belinda dapatkan bukanlah pelukan hangat, melainkan tamparan. "Kau benar-benar sudah membuat malu Ayah dan Ibu, Belinda!" seru Amelia sambil menatap tajam ke arah anaknya itu. Luca sampai ikut terkejut dengan sik
Belinda terbangun pagi itu dengan senyum di wajahnya. Entah jam berapa Belinda tidur kemarin karena mendengarkan cerita Luca. Belinda lebih banyak mendengar, sedangkan Luca yang bercerita. Luca menceritakan bagaimana hidupnya di luar negeri. Belinda pun akhirnya tahu bahwa Luca bisa memasak, Belinda juga akhirnya tahu bahwa Luca suka hiking dan semua aktivitas outdoor. Karena itu juga, Luca begitu sigap menolong Belinda di resort waktu itu. Alih-alih bertanya juga tentang hidup Belinda, Luca lebih memilih untuk terus bicara dan malah lanjut menceritakan hal lucu sampai Belinda tidak berhenti tertawa. Itu menunjukkan bagaimana Luca menghargai perasaan Belinda. Dan sungguh, kebersamaan mereka singkat, tapi begitu banyak hal indah di dalamnya. Belinda pun masih tersenyum sendiri di ranjangnya saat pintu kamarnya mendadak dibuka dan Amelia pun masuk dengan wajah penuh amarah. "Ibu?" sapa Belinda waspada. "Kau sudah puas tidur, Belinda? Sekarang bangun dan bersiaplah karena kita akan
"Sial! Buka pintunya! Buka, Sialan!" Luca tidak berhenti mengumpat sambil memukuli pintu kamarnya yang masih dijaga oleh dua anak buah Hector. Tidak ada yang mempedulikan teriakan Luca sampai Luca pun kesal sendiri. "Mereka pikir aku tahanan, Jedy! Sial!" "Tenangkan dirimu dulu, Bos! Tenangkan dirimu! Jangan membuat Pak Hector marah.""Aku tidak peduli, Jedy! Biar saja dia marah! Semua orang bisa dia atur, tapi tidak denganku, Jedy! Sial! Ini tidak adil bagi Belinda! Aku bahkan tidak tahu harus bagaimana membela keluargaku sendiri. Mereka benar-benar tidak punya hati, Jedy! Aku paham kalau mereka ingin menjaga nama baik, tapi bahkan rasa iba dan rasa bersalah pada Belinda saja tidak mereka rasakan! Keterlaluan!" geram Luca yang tidak berhenti mengumpat sambil terus menendang pintu kamarnya. Luca pun berakhir dengan menonton berita di internet tentang klarifikasi keluarganya, dan melihat ekspresi datar Belinda membuat Luca makin geram. Apalagi saat tidak lama kemudian, Hector masuk
Luca ....Ya, itu Luca. Pria yang sedang melangkah ke arahnya adalah Luca. Ini mengejutkan sampai Belinda terus menatap tak percaya. Belinda bahkan mengedipkan matanya beberapa kali karena Belinda takut ia mabuk dan mulai berhalusinasi. Namun, saat pria itu benar-benar sudah berdiri di hadapan Belinda, ia pun menyadari bahwa ini sama sekali bukan halusinasi. "Luca? Luca?" tanya Belinda yang masih tidak percaya. Namun, pria itu memang Luca, kakak iparnya. "Kau sudah minum terlalu banyak, Belinda! Terlalu banyak," seru Luca yang langsung meraih gelas Belinda dan meneguk isinya sampai habis. Mereka pun kembali saling menatap dan Luca tersenyum penuh kelegaan saat akhirnya ia sudah ada di sini bersama Belinda-nya. Luca sama sekali tidak bisa tenang begitu mengetahui keberadaan Belinda tadi. Bukannya takut Belinda melakukan hal buruk seperti bunuh diri karena Luca yakin pikiran Belinda tidak sesempit itu. Luca hanya merasa begitu sedih kalau harus membiarkan Belinda larut dalam kes
Berciuman tidak pernah senikmat ini saat dilakukan dengan orang yang salah, tapi berciuman dengan Belinda, rasanya tidak pernah tidak nikmat. Begitu bibir Luca saling bertaut dengan bibir Belinda, Luca pun melupakan segalanya. Entah siapa yang lebih dominan karena Belinda ternyata juga menyimpan hasrat yang sama. Bibir keduanya pun saling memagut dengan penuh hasrat, saling mencicipi manisnya bibir satu sama lain, saling meraup tanpa ada yang mau mengalah. Kedua tangan Belinda sudah menangkup kedua pipi Luca dan pagutan bibir mereka pun makin dalam. Atmosfer yang begitu mendukung pun membuat kedekatan itu makin terasa intim seolah memang mereka adalah pasangan yang saling memiliki, sampai saat mereka mulai kehabisan napas, mereka pun saling melepaskan bibir mereka dan saling bertatapan dengan mesra. "Apakah boleh aku meminta tambahan hari lagi untuk menjadi kekasihmu, Luca?" bisik Belinda sambil menempelkan hidungnya ke hidung Luca dan menggoyangkannya manja. "Bagaimana kalau kau
Luca masih membeku mendengar permintaan Belinda yang mengejutkan. Sungguh, Luca tidak menyangka Belinda akan meminta hal seperti ini, tapi tentu saja, Luca tidak akan menolaknya, bahkan tanpa diminta pun, mungkin Luca yang akan memintanya duluan malam ini."Belinda ...," panggil Luca lagi dengan suaranya yang mulai serak."Aku milikmu malam ini, Luca!" desah Belinda begitu menggoda. Luca kembali menahan napasnya sejenak. Godaan ini sungguh tidak bisa ditahannya.Namun, bukan hanya Luca yang tidak bisa menahannya, karena Jedy yang mendengar suara Belinda pun sampai menelan salivanya tegang. "B-Bos, ini ... kau ... kalian ... akan begitu? Ya ampun, apa yang harus kulakukan? Kau masih mendengarku, Bos? Oh, ini gila, Bos, kau masih di sana?" Jedy terus berbicara dengan gugup membayangkan akan ada perselingkuhan yang sebenarnya antara Luca dan Belinda. Jedy berharap Luca masih cukup waras untuk tidak menyantap adik iparnya, tapi sepertinya itu hanya tinggal harapan saat alih-alih menyahu