Bye bye, Julian. Makasih sudah lewat sebentar~~~
Nadine memasukkan beberapa helai pakaian ke dalam tas jinjing, juga keperluan selama tiga hari. Dia akan ikut Collin ke luar kota menyusul Rick.“Apa kau memang seegois itu, hanya menyiapkan pakaianmu sendiri?” Collin duduk sambil membaca dokumen proyek. Dia pikir, Nadine juga akan menyiapkan kebutuhan pribadinya, tapi Nadine akan keluar kamar setelah selesai dengan barang-barangnya sendiri.“Anda tidak menyuruh saya.”“Apa aku perlu memberi tahu semua yang harus kau lakukan? Itu sudah kewajibanmu jadi istri!”‘Tapi, kau tidak pernah menganggapku sebagai istrimu. Kalau ada butuh seperti ini saja kau baru menuntut kewajibanku.’ Nadine menjawab dalam hati.“Tidak. Aku salah bicara. Papa membiayai kebutuhan keluargamu. Jadi, kau hanya seperti pelayanku.”Nadine mengabaikan ucapan Collin. Dia tak sakit hati karena dia pun tak berharap jadi istri Collin yang sesungguhnya. Mereka berangkat sore harinya. Karena Smith Group tak memberi fasilitas perjalanan, Collin mengendarai mobilnya sendi
“Tuan Collin.” Helen berbisik lirih, menyadarkan Collin dari bayangan mengerikan dalam pikirannya.Collin kembali fokus, mendengarkan presentasi Nadine.Tanpa diduga, Nadine memaparkan semua isi materi dengan lancar dan tepat layaknya profesional yang sudah bekerja dalam waktu lama. Apalagi, Nadine yang merancang semua bangunan perumahan walaupun mendapat bantuan dari Vino.Jika Nadine bukan wanita yang merusak masa depannya, atau hanya karyawan biasa, Collin pasti akan bertepuk tangan setelah presentasi Nadine selesai. Mustahil dia melakukannya sekarang. Hanya dia yang tak merespon kerja keras istrinya sendiri.“Setelah ini, Nadine akan menemani Anda ke tempat pihak konstruksi. Tuan Asher menyuruh Nadine supaya belajar dari Anda yang lebih paham dalam bernegosiasi dengan klien,” ucap Vino. Dalam suasana formal, baik Vino dan Collin bicara sopan.“Dia bisa pergi dengan Helen. Masih ada pekerjaan lain yang perlu aku selesaikan setelah ini.” “Kalau itu, lebih baik Anda minta izin langs
Collin tak bisa membantah ucapan ayahnya. Dia mematikan sambungan telepon, ingin melempar ponsel, tapi berhasil menahan diri, lalu membuka kancing kemeja dengan gerakan kasar sambil masuk ke dalam. Nadine sudah kembali tidur meringkuk. Dua bantal besar dan tiga bantal sofa menjadi penyekat di tengah ranjang. “Ck! Ini semua gara-gara kau!” Pada akhirnya, Collin tidur di ranjang yang sama dengan Nadine, dengan posisi membelakanginya. Dia tak akan bisa tidur di sofa atau di lantai. ‘Apa aku menyerahkan diri dan dipenjara saja?’ Collin gelisah sepanjang malam. Hidupnya berada dalam genggaman ayahnya. Hak merasakan kebebasan telah direnggut paksa. Namun, semua memang dimulai karena kesalahannya … Ketika Collin membuka mata pagi harinya, Nadine sudah tak ada di kamar. Sisi ranjang sebelahnya sudah dirapikan. Bantal pemisah pun sudah ditata di ujung atas ranjang. Collin berkedip-kedip sambil menyeka mata. Dia sedikit pusing karena tidur terbangun-bangun, memastikan Nadine tak mencuri
Tak seperti dugaan Collin. Vino hanya menyuruh Nadine memilihkan hadiah untuk ibunya. Dia memperlihatkan beberapa foto barang di galeri ponsel. Nadine dengan cepat memilih salah satu barang. Dia ingin segera keluar dari mobil agar masih bisa disaksikan Collin yang seharusnya melintas, untuk mengurangi kesalahpahaman. Dia bergegas ke halte bus, sementara Vino masuk ke hotel tempatnya menginap. Sampai rumah, Nadine langsung menyiapkan makan malam. Dia menunggu Collin cukup lama. Namun, Collin pun tak memberi kabar. Alhasil, dia hanya meninggalkan makan malam di meja ruang makan, lalu istirahat agar besok pagi tidak terlambat. Nadine juga kaget waktu melihat kamarnya. Dia mendapat pesan di aplikasi obrolan dari Asher setelahnya, lalu tidur di kamar Collin yang sekarang jadi kamarnya. Saat Nadine terlelap, tiba-tiba dia merasakan guncangan keras di ranjang. BUK!! Collin menendang tepi ranjang dengan kasar. “Bangun!!” Jantung Nadine berdebar cepat oleh bentakan Collin. Dia sontak
‘Murahan.’Nadine tahu alasan Collin mencacinya. Dia adalah wanita bersuami, tapi malah berkeliaran bersama pria lain.Dia segera berpaling ke depan. Badannya sedikit gemetar. Teringat kata yang sama diucapkan pengusaha yang menipu ayahnya.‘Kalau kau tidak bisa membayar hutangmu, lebih baik kau berikan anak murahanmu itu! Aku akan merawatnya dengan baik!’Ada juga teman-teman sekolahnya dulu yang mengatakan hal yang sama.‘Apa kau tahu kalau gadis murahan ini bekerja di tempat hiburan malam?’Waktu itu, Nadine bekerja paruh waktu sebagai petugas kebersihan di kelab malam. Meski ditawari gaji yang lebih banyak, Nadine tak mau mengambil pekerjaan yang mereka tawarkan—jelas akan berakhir seperti apa.Nadine selalu mendengar kata hinaan itu. Dia sakit hati oleh segala penilaian buruk orang-orang yang tak mengenal dirinya. Ucapan orang lain masih bisa dia tahan. Namun, Collin adalah suami sahnya, bagaimanapun perjanjian di antara mereka.Apakah Collin sebenci itu padanya? Apa sebenarnya
Collin jelas tak tertarik dengan pengumuman Asher. Pergi liburan hanya akan buang-buang waktu.Dia dulu jadi yang pertama bersemangat saat ada liburan panjang. Artinya, dia bisa pergi bersama Jolie, menghabiskan waktu sepanjang hari melihat tawa wanita itu.Setelah hubungan mereka berubah … Collin tak menginginkan apa pun lagi.“Liburan? Konyol sekali …”Collin melanjutkan pekerjaan. Seorang karyawan wanita mengetuk pintu ruangannya yang sedikit terbuka, lalu masuk ke dalam.“Tuan Collin, satu jam lagi ada pertemuan dengan Tuan Victor,” ucap karyawan itu mengingatkan.“Hm. Terima kasih,” balas Collin datar.Wanita itu sedikit memiringkan kepala selagi keluar. Akhir-akhir ini, dia dan karyawan lain hampir tak pernah melihat Collin tersenyum. Justru Claus yang selalu tertawa lebar di mana-mana.Kepribadian si kembar seperti tertukar dari sudut pandang orang lain.Collin bergegas menyelesaikan pekerjaan, lalu menuju lokasi pertemuan bersama Helen, sekretarisnya.Victor sudah menanti Col