Share

Bab 5

Author: RENA ARIANA
last update Last Updated: 2021-05-16 23:22:56

Hari ini tiba juga saat yang di tunggu-tunggu. Perasaan senang, perasaan nervous, bercampur menjadi satu. Ya Allah, bismillah.

Aktifitas pagi ini dimulai dari mendatangi dokter kecantikan. 

Mba Milka mengantarku menemui dokter langganannya.

Saat tiba di kelinik Embun, aku sangat terkejut ketika yang akan menangani masalahku seorang dokter handshome alias dokter tampan. 

Haduwh … seneng-seneng gimana gitu. Tapi aku hanya sebatas mengagumi dokter tampan yang memperkenalkan diri bernama Dokter Adit. 

"Ra, Mba nunggunya sambil shoping ya. Jenuh kalau nunggu kamu di sini, pasti proses ngerombak wajah kamu ini bakal lama," ucap Mba Milka.

"Tapi, Mba …." Aku tidak melanjutkan ucapanku. Namun, mata ini melirik ke arah Dokter tampan. Sepertinya Mba Milka mengerti arti lirikanku.

"Gak apa-apa, dia gak gigit kok. Baik orangnya. Kalau macam-macam, kamu hubungi, Mba. Tenang, Adit ini bukan cuma Dokter langganan Mba, tapi dia juga sahabatku, Ra," ucapnya tersenyum seraya melirik pada Dokter Adit. Aduh Kakak iparku ini memang manis. 

"Iya, kamu tenang aja. Saya ini, selain Dokter yang tampan juga baik kok," celotehnya penuh tawa. Deretan gigi yang putih dan rapi menambah nilai ketampanannya. 

"Dit, aku pergi dulu. Tolong bikin adik gue cantik ya," selorohnya lalu pergi meninggalkan kami.

Tanpa ada Mba Milka di sisiku, jantung ini berdebar sangat kencang. Apa-apaan aku ini. Haduh, sadar Tiara, kamu ini siapa dia siapa. 

"Hey, jangan bengong. Bisa kita mulai?" tanyanya membuatku tersadar dari lamunan tentangnya. 

Di klinik Dokter Adit ini, semua serba ada. Bukan hanya untuk mempercantik wajah. Tapi khusus perawatan tubuh dan rambut juga ada. Kliniknya bertingkat. Ada banyak pegawainya tapi kenapa dia harus turun tangan sendiri untuk menanganiku. Apa mungkin karena aku ini adik Mba Milka. Entahlah ….

"Kita mulai dari mencuci rambut?" tawarnya.

"Boleh, Dok. Tapi apa Dokter tidak sibuk? Bukankah akan ada yang konsultasi juga?" tanyaku bingung.

Aku mengikuti dia menuju tempat mencuci rambut.

"Jangan kaget, Milka sudah memintaku untuk menanganimu. Demi nama persahabatan, aku turuti. Coba kamu lihat jam yang ada di dinding," tunjuknya ke arah jam itu.

Oooowww … ternyata masih pukul delapan pagi. Dan ini masih sangat pagi … sedangkan Mba Milka kemaren cerita kalau beliau akan menangani pasien pukul 11.00 pagi. Ada waktu tiga jam. Ya aku paham maksud Mba Milka, supaya aku ditangani langsung oleh ahlinya. 

"Rambut yang bagus. Panjang dan sehat, sayang terlalu sering di ikat jadi tidak menampakan keindahannya," pujinya membuatku malu. Setelah melahirkan hingga sekarang, baru kali ini kembali di puji seperti saat gadis dulu.

"Dokter bisa saja. Iyakah, Dok? Apa masih ada keindahan yang tersimpan dari diriku yang buruk rupa ini?" tanyaku berharap mendapat jawaban yang jujur.

Hening! 

Tidak ada Jawaban atas pertanyaanku setelah menunggu kurang lebih sepuluh menit.

****

"Sudah, kita keringkan rambut dulu." Kami kembali ke tempat pertama, di mana semua proses akan dilakukan.

"Dok, kenapa gak jawab pertanyaan-ku?" Kembali ku-ulang pertanyaan yang belum mendapat jawaban.

"Ada asal kamu mau berubah, banyak kecantikan yang tersembunyi di balik penampilanmu ini. Contohnya rambutmu, sangat indah bukan? Coba sebagai perempuan, meski sibuk mengurus rumah tangga, luangkan sedikit waktu untuk mengurus diri. Setidaknya mandi, berpakaian yang rapi. Hilangkan pikiran, Agh udah laku ini. Bukankah tampil cantik di depan suami itu juga bagus?" terangnya.

"Tapi suamiku lain daripada yang lain. Dulu, awal menikah suamiku sangat sayang dan perhatian. Saat itu aku masih bekerja sendiri, hingga mau apapun aku bisa memenuhinya bukan cuma perawatan kecantikan. Mertuaku juga sangat baik dan bijak. Walaupun aku bekerja, aku juga mengerjakan semua pekerjaan rumah layaknya istri dan menantu yang baik. Namun, seiring berjalannya waktu, aku tidak lagi bekerja karena hamil. Dalam fase kehamilan, tubuhku seperti melar, berat badan kian bertambah. Mungkin karena efek hamil pikirku. Di sisi yang bersamaan, mertuaku menjadi sedikit cuek dia tidak lagi membantu pekerjaan rumah, semua aku yang mengerjakan. Tidak ada waktu santai, hingga aku melahirkan, tubuhku semakin membesar. Aku memiliki dua putri kembar, Dok. Mereka sangat rewel, suami, mertua, serta iparku, tidak ada yang mau membantu, semua kukerjakan sendiri seminggu setelah aku melahirkan. Akhirnya, aku terbiasa untuk tidak memikirkan penampilan karena sibuk memikirkan pekerjaan rumah dan kerepotan memiliki anak kembar. Dan kelebihan tubuh yang aku miliki ini, menjadi makanan sehari-hari untuk mereka membully serta merendahkanku," ungkapku membuat Dokter Adit terdiam sejenak. Tidak terasa air mata menetes membasahi pipiku mengingat semua itu.

"Kamu lulur dulu dengan Mela, setelah itu kita lanjutkan pada tahap rangakaian berikutnya. Jangan kau pikirkan masalah kelebihan berat badanmu. Aku akan membantu. Mulai besok akan kubuatkan jadwal kursus program dietmu. Dalam tiga bulan aku yakin kamu dapat memiliki tubuh ideal. Semangat Tiara!" Aku tersenyum penuh haru mendengar ucapannya.

Tidak lama, aku berlalu ke ruangan khusus untuk lulur dengan Mela.

*****

Satu jam berlalu tubuhku sudah merasa fresh. 

Aku merasa kulitku lebih cerah setelah dilulur. 

Banyak yang aku tanyakan tentang Dokter Adit. 

Seperti kode dan semangat tersendiri, Mela menceritakan kalau Dokter Adit itu tidak punya pasangan. 

Namun, mungkinkah ….

Dasar aku, terlalu banyak berkhayal.

"Mba Tiara, senyum-senyum sendiri," cetus Mela cekikikan.

"Agh, enggak kok. Emmm… ngomong-ngomong udah selesai belum nih?" 

"Udah kok, Mba. Silahkan di pakai bajunya. Biar saya keluar," ucapnya sambil berlalu. 

Huftt … tubuhku terasa enteng. Enak sekali rasanya. Nikmat sekali ….

Siap sudah kukenakan kembali pakaianku. Kini tinggal menunggu tahap selanjutnya. 

Sudah tidak sabar untuk tampil cantik seperti impian kebanyakan wanita.

****

"Bagaimana? Rilexs?" tanya Dokter Adit membuka obrolan setelah aku duduk di ruangannya. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum lalu melirik jam dinding.

"Masih ada waktu dua jam," cetusnya seperti mampu membaca isi kepalaku. Aku yang pemalu ini tidak banyak berbicara, mengingat lawan bicaraku pria tampan seperti dirinya. Dokter pula. 

Semua peralatan sudah siap di ruangannya, seperti ketiban duren Montong, sampai segininya, aku kan jadi GR. Bagaimana tidak GR, kalau perlakuannya sesepesial ini.

Tahan diri Tiara, jangan over Kepedean merasa di sepesial-kan. 

Dokter Adit mulai memakai sarung tangan lalu, dia mulai memegang wajahku. Memeriksanya dengan detail.

Aku merasa tidak enak karena jerawat di wajahku cukup parah. Tubuhku seperti hendak keluar keringat dingin di sentuh olehnya. Dag …  Dig …  dug …  tidak jelas. Grogi, tegang, campur aduk, tidak karuan. 

Apalagi saat wajah tampannya berada tidak terlalu jauh dariku, seneng-seneng gimana gitu. Ini si debaran seperti pertama kali jatuh cinta. Haduh … Tiara apaan si.

"Jangan grogi, Tiara." Aduh, aku tidak menjawab hanya melirik ke arahnya yang sedang sibuk memencet jerawat menggunakan sebuah alat yang tidak kuketahui namanya. 'Ya Allah, manis sekali ciptaanmu'

"Jangan terlalu menatapku, aku tahu memang wajahku tampan," celetuknya penuh tawa. Ya Allah … ini manusia wajahnya terbuat dari gula-kah? Kenapa semanis dan setampan ini.

"Dokter dari tadi memuji diri sendiri," kilahku meski ucapannya benar. Dia tertawa renyah, mebuatku ikut tertawa. 

"Tiara …," panggilnya pelan.

"Saya, Dok." 

"Berteman?" tawarnya tersenyum sambil memberikan jari kelingkingnya. Wajahnya semakin dekat denganku. Bukan apa, karena dia sedang membersihkan krikil yang bersemedi di hidungku. Mungkin bukan krikil, tapi pasir … iya, pasir hidung alias komedo. Cckkckck.

"Dokter, kok dekat sekali dengan Tiara, memang tidak mencium bau badanku? Sebab kata Suamiku yang akan menjadi mantan, badanku sangat bau, bahkan meski berjarak satu meter," ucapku meski sakit ketika mengucapkannya.

"Bau wangi kok. Kan abis lulur, apalagi rambutnya, hemmm, seger sekali." Dia menghirup nafas dalam-dalam seperti menghirup aroma segar yang menenangkan.

"Bagaimana tawaranku tadi?" Wah aku kamu? Aih … jadi enak … senengnya hati ini. 

"Aku mau jadi teman Dokter. Apa Dokter gak malu berteman sama saya?" Mau ngomong aku lagi, tapi kok seperti ada yang mengganjal.

"Jangan panggil Dokter. Panggil Adit aja. Kan gak ada orang," jawabnya sambil kembali memberikan kelingkingnya.

"Siap, Dokter Adit. Maaf, Dok … aku belum bisa memanggilmu nama untuk sekarang, mungkin cepat atau lambat akan terbiasa. Aku tersenyum renyah sambil meraih kelingkingnya. Klingking persahabatan kami telah bersatu. Awalnya dalam sekejap suasana berubah kaku, tapi kelamaan kami menjadi cocok dan menyatu dalam persahabatan. Aku juga tidak berharap lebih, aku tahu diri, dia siapa dan aku siapa. Perbedaannya bagaikan bumi dan langit, meski berhadapan, tapi tidak bersatu.

*****

Sekarang mataku mengantuk, sedang Adit masih sibuk mengeluarkan krikil dan pasir di wajahku.

"Tidurlah, jika sudah selesai, akan kubangunkan nanti," ucapnya. Tanpa menjawab, aku memejamkan mata.

Aneh, aku merasa nyaman berada di dekatnya. 


Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gendut Alasan Suami Mendua   ENDING

    ENDING"Apa anda benar-benar tidak tahu dimana keberadaan Milka?" Ilham bertanya pada Rian bos istrinya itu."Saya tidak tahu, Pak Ilham. Benar. Untuk apa saya menyembunyikan istri anda?" jawab Rian mulai terbawa emosi dengan pertanyaan Ilham yang terkesan menyudutkan bahwa Rian mengetahui keberadaan Milka. "Sudah enam bulan ini saya kehilangan kontak dengan Milka semenjak dia mengundurkan diri dari perusahaan saya," lanjut Rian lagi. Ilham pun meminta maaf pada Rian. "Maaf, kalau begitu saya pamit dulu," ucap Ilham kemudian beranjak dari ruangan Rian. Sampai di depan ruangan Rian, Ilham menjambak rambutnya. Menahan pusing dan sakit kepala yang hampir pasrah mencari keberadaan Milka. Bahkan bertanya pada keluarganya pun Ilham tidak mendapatkan jawaban apapun."Kemana kamu, Sayang!" jerit Ilham dalam hati. "Aku sangat merindukan kalian berdua. Istri dan anakku. Rasanya begitu menyiksa. Tolong hubungi aku, Milka. Aku rindu. Aku bisa gila kalau seperti ini terus. Kenapa kamu tega sekali

  • Gendut Alasan Suami Mendua   Akhirnya

    POV IDA"Gimana?" ulangku bertanya. Setujukah? Biar adil. Hidup itu harus adil!" Aku mendekati wajah suami dan istri sirinya itu. "Kurang ajar kamu!" ucap Putri. "Wah! Aku gak kurang ajar dong. Mas Hildan itu suamiku. Dari mana aku kurang ajar? Disini ada hakku dan anak-anakku. Pilih saja! Kehilangan rumah, atau usaha dengan segala kemewahannya?" Aku kembali mengingatkan kehancuran mereka yang sudah berada di depan mata."Dasar wanita brengsek!" maki Putri tidak terima. Jelas saja aku meringis mendengar makiannya. Rasanya manusia bodoh satu ini memang ingin ditertawakan. "Ha! Aku brengsek? Loh, bukannya kamu yang brengsek?" kataku lagi. Muak sudah aku dengan keduanya. Tak peduli kalau kami harus bercerai. Tapi aku juga tidak mau jika cerai tidak mendapat apapun. Lagi, aku punya dua anak dengan Mas Hildan. "Udah, Mas. Kasih saja. Yang penting perempuan ini enyah dari kehidupan kita," ucap Putri. Aku tersenyum girang. "Yes!" batinku dalam hati. "Satu lagi." Aku kembali berbicara mem

  • Gendut Alasan Suami Mendua   Rencana

    RencanaPOV IDAKeributan besar terjadi di rumah malam ini. Mas Bara membawaku pergi ke sebuah rumah minimalis yang lumayan mewah dan mobil mewah terparkir di halaman itu. Saat kutanya pada Bang Bara itu rumah dan mobil siapa, Bang Bara jawab Hildan. Membuatku tak percaya. Namun ketidakpercayaan itu berubah jadi rasa percaya ketika Hildan keluar dari rumah itu bersama dengan perempuan cantik. Kemudian mereka masuk ke dalam mobil. Yang membuatku lebih kaget lagi, pakaian Mas Hildan sangat berkelas layaknya orang kaya berduit. Jelas saja membuatku terpana. Tega sekali dia berlaku seperti ini padaku dan kedua anakku. Singkat cerita, aku pun mengikuti Mas Hildan dan perempuan itu ternyata mereka pergi ke hotel. Setelah keduanya keluar lagi dari hotel, akupun masuk ke dalam hotel bersama Bang Bara, bertanya pada Resepsionis siapa mereka. Dan yang mengejutkan, ternyata mereka adalah pemilik hotel itu. Aku benar-benar ditipu mentah-mentah. Setelahnya, aku dan Bang Bara memutuskan pulang ke r

  • Gendut Alasan Suami Mendua   Kacau balau

    Kacau balauIlham menatap pilu kepergian Milka. Rasanya seolah ada yang menyayat hatinya. "Kenapa setelah aku menyadari perasaan sayangku, justru kamu pergi dariku, Milka," lirih Ilham. Laki-laki itu pun melangkah ke kamar dengan perasaan yang tak menentu. Seolah hilang arah dan seketika tidak memiliki semangat dalam hidup. Seharian, Ilham hanya diam di kamar. Tidak makan ataupun minum. Ia hanya meratap memikirkan Milka dan anaknya. Semua seolah berbalik 180 derajat Biasanya saat ada Milka dia tak pernah merasakan hal seperti itu meskipun dalam hatinya dia mencintai Tiara juga. Namun saat ini, perasaan cinta pada Tiara seolah hilang, dan justru terfokus pada Milka dan anaknya. "Seperti inikah rasanya berharga seseorang setelah pergi? Kenapa berharganya seseorang terasa setelah kepergiannya. Kenapa saat bersama seolah semua biasa saja?" lirih Ilham seraya menjambak rambutnya. ***"Bund, Ayah mau ke tempat Ilham dulu. Sudah tiga hari ini, dia tidak masuk kantor. Nomor juga tidak aktif

  • Gendut Alasan Suami Mendua   Butuh waktu

    Butuh Waktu"Hari ini kami tidak boleh berangkat kerja, Milka," cegah Ilham saat Milka sudah siap dengan pakaian kantor dan tas di tangannya."Aku kariawan orang. Tidak bisa seenaknya begitu!" balas Milka. "Tapi aku suami kamu, dan kau berhak melarangmu!" tekan Ilham lagi sembari menghalangi Milka yang sudah siap hendak membuka pintu. Ilham sendiri berdiri di depan pintu kamar lalu mengunci pintunya dan mengambil kunci itu supaya Milka tidak bisa keluar dari kamar. "Awas, Mas! Aku mau kerja nanti kesiangan!" ucap Milka geram. "Kamu gak ada masuk kerja hari ini. Begitupun aku. Aku tidak tahan didiamkan oleh kamu! Kita selesaikan masalah kita. Jangan keras kepala, Milka! Jangan seperti anak kecil! Kamu itu seorang Ibu. Mari bicara dengan kepala dingin!" ujar Ilham. "Duduk!" pintanya sambil mendorong tubuh Milka hingga wanita itu pun terduduk di tepi ranjang. Wajah Ilham mendekat pada Milka, sementara Milka membuang muka. "Aku tanya sama kamu, kamu benar-benar ingin pisah dari aku? T

  • Gendut Alasan Suami Mendua   Menyedihkan

    MenyedihkanTepat pada pukul 20.00 seperti yang telah disepakati, Bara pergi menemui Pak Santoso. Bersyukur Pak Santoso tidak membatalkan proyek kerja samanya. Jadi, Bara pun merasa aman. Setidaknya, Bara tidak kehilangan pekerjaannya. Setelah selesai menemui Pak Santoso, Bara pun langsung berpamitan untuk pulang. Namun, langkahnya terhenti ketika dirinya mendapati Hildan turun dari mobil bersama wanita cantik. Penampilannya juga sangat rapi tidak seperti saat sedang berada di rumah. Bahkan, pakaian yang Hildan gunakan juga tidak sama seperti pakaian yang dipakai saat bertengkar dengan Ida siang tadi. "Masa sih Hildan pura-pura miskin di depan istrinya? Kelewatan," batin Bara. Namun, saat dirinya ingin berontak, Bara kembali teringat kesalahannya di masa lalu. "Tidak mungkin kesalahanku ditanggung oleh Ida. Hildan! Rasanya aku ingin membunuhmu!" batin Bara sambil mengepalkan kedua tangannya. Diam-diam Bara pun mengikuti Hildan dan wanita itu. Langkah kaki Bara terhenti di sebuah ho

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status