Share

Bab 9

Penulis: RENA ARIANA
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-21 12:35:09

POV Bara

 

 

Melihat perempuan yang bersama bos-ku itu, mirip sekali dengan Tiara. Terutama dari segi suara. 

 

Ya, suaranya mengingatkanku pada Tiara. Tapi tidak mungkin juga itu si gajah bengkak. Jelas beda 180 derajat. 

 

Perempuan yang dibawa Pak Adit itu, selain cantik juga terlihat cerdas, elegan dan berkelas. Tidak seperti si gajah bengkak yang menjijikan. Mengingatnya saja sudah membuat perutku ingin mengeluarkan isinya. 'Hoooekkk' terutama wajahnya yang mirip monster, sangat, sangat, dan sangat menjijikan.

 

 

Untung … sebelum keluarganya menggugat cerai, sudah kugugat duluan. Sengaja tidak mempermasalahkan Hak Asuh Anak agar sidang tidak berjalan rumit. Kuserahkan kedua anak yang terlahir dari rahim si buruk rupa itu agar tidak membuatku ribet. Lagipula aku bisa mendapatkan anak dari Sandra.

 

 

Bersyukur sidang cerai-ku dan si Gajah bengkak lancar meski tidak dihadiri oleh pihak Tiara. Bagus dong, mereka tidak menuntut harta. Harta gono gini juga tidak bisa mereka menuntut. Karena selama menjadi istriku Tiara hanya makan untuk menggede-kan badan. Tapi … sebelum itu memang ada harta bersama. Agh, biarkan saja, toh yang mengetahui ini Tiara. Yang jelas surat cerai sudah kukirim pada keluarganya. Itupun melalui jasa pengiriman online. Ogah sekali aku masuk ke dalam rumahnya.

 

 

Meski awalnya aku tidak mau menceraikan Tiara. Namun, akhirnya aku berubah pikiran. Bagaimana tidak berubah pikiran, niat menjadikan-nya babu gratisan malah tidak pernah terlihat selama berbulan-bulan.

 

Lagipula, mimpi apa aku bisa memiliki istri buruk rupa seperti itu … hih … untung sudah menjadi mantan.

 

****

 

"Kok bengong si! Kamu ngapain ngeliatin perempuan itu terus!" Sandra mencubit kencang pinggangku.

 

 

"Aw … sakit!" pekiku membuat orang sekitar beralih menatap pada kami.

 

 

"Kamu gak sadar sama suara perempuan tadi?" tanyaku.

 

 

"Sadar si, mirip mantan istrimu. Tapi wajah dan tubuhnya jelas berbeda! Bagaikan langit dan bumi. Ngimpi kali ya Tiara seperti itu! Hahahahah!" tawanya melebar. 

 

****

 

 

"ATM, Mas,"  pintanya.

 

 

"Untuk apa?" Aku sedikit bingung. Dia memiliki uang sendiri tapi masih meminta uangku. 

 

 

"Ke salon lah! Tapi mau punya istri yang selalu tampil cantik!" cetusnya. Melihat bibirnya yang manyun hampir lima Cm, akupun memberikan kartu Atm padanya.

 

 

"Kamu kan udah cantik. Aku terima apa adanya kok!" 

 

 

"Halah … bulshit kamu, Mas! Kalau memang terima apa adanya, kenapa kamu ninggalin Tiara dan selalu memakinya!" Lah kok dia membandingkan dengan Tiara. Jelas beda dong. Sandra ini berkelas.

 

 

"Kamu sama Tiara itu jelas berbeda. Kamu sudah cantik, asal pandai merawat diri. Kalau Tiara memang bodoh."

 

Sandra tidak menjawab dan tetap menyelonong masuk ke salon. Pengeluaranku akhir-akhir ini sangat membengkak. Calon istriku kali ini hobi berbelanja menghamburkan uang.

 

Tapi tidak masalah, yang terpenting dia mampu memanjakan mataku.

 

 

******

 

 

"Dari mana aja kamu, Bar. Pulang hingga larut malam begini." Suara Ibu menyambutku disaat aku sedang terduduk akibat lelah seharian keliling bersama Sandra.

 

 

"Apalagi kalau gak keliling shoping seharian, Bu." Di mana ada Ibu, di situ ada Ida. Ibu dan Ida ikut duduk menghampiriku yang  masih meluruskan kaki.

 

 

"Kayaknya Ibu kurang cocok deh sama si Sandra itu, Bar." Aku mengernyitkan kening. "Iya, Ida juga, Bang," sambar Ida.

 

 

"Loh kenapa? Bukannya kalian ini setuju awalnya?" tanyaku memperotes.

 

 

"Iya, tapi makin kesini kelakuannya itu lo, gak cocok banget deh jadi Istri. Apalagi sifat borosnya," keluh Ibu. 

 

 

"Iya, Bang. Sok banget. Sok segalanya, masa dia nyuruh-nyuruh Ida terus sih! Emang Ida pembantunya. Kalau bisa batalin deh. Lagian, Ibu juga pasti pingin punya menantu itu yang nurut," sambung Ida. 

 

 

"Gak bisa, Bu. Bara sudah mencintai Sandra. Namanya juga wanita berkelas dan berpenghasilan, wajar kalau seperti itu. Bukan kalian yang paling mendukung."

 

 

"Tapi kamu jangan kalah sama, Sandra kalau sudah menikah."

 

 

"Bara bukan pria bodoh yang mau menurut sama perempuan. Di mana-mana, laki-laki itu pemimpin. Kita turutin saja dulu maunya. Sandra itu cerdas, kenalan pembisnis banyak. Rencana, aku dan dia kalau sudah menikah mau membuka perusahaan sendiri," Terangku dengan rasa percaya diri.

 

 

"Tapi benar ya ucapanmu," tandas Ibu. 

 

Aku hanya mengangguk. 

 

****

 

Sepi juga tidak ada Tiara dan anak- anak di sini. Tapi ada bagusnya, mereka tidak membuat otakku keram. 

 

Apalagi melihat gajah berlalu lalang dengan segala protes dan keluhannya. Tapi di mana perempuan itu, dua kali aku berkunjung ke rumahnya pun tidak ada kulihat bentuk dan wujudnya yang besar. Kabar via telpone juga tidak ada, apa dia sudah bisa melupakan-ku? Agh mana mungkin, hanya aku yang mau dengan dirinya.

 

 

Semoga saja dia menyesali keputusannya tidak mau kembali denganku. Gara-gara keangkuhan-nya tidak mau kembali, aku menceraikan-nya. Hahhahaha rasakan! Jelek aja belagu si. Aku berharap dia mendengar kabar pernikahan-ku dengan Sandra. Akan kukirim undangan ke rumahnya. 

 

 

Welcome untuk kekecewaanmu berikutnya Tiara ….  

 

Berani sekali membantah dan menolak keinginanku. Awas kamu Tiara ... Dasar tidak tahu diuntung! Berani sekali meminta cerai dariku, emang dia siapa? wanita gajah yang buruk rupa! 

 

"Aku mau cerai, Bang!" Aku teringat akan ucapannya saat itu. Benar-benar membuatku malu di depan keluarganya. Tahu rasa, bahkan aku telah mengirim surat cerai. Rasakan itu! Nikmati penyesalanmu. Bahkan aku sangat yakin, setelah berpisah dariku, tidak akan ada pria yang mau menjadikannya istri. Rasakan kamu jadi janda yang tak laku. Kalau aku, melepas wanita rendahan sepertinya tidak masalah, karena kudapat wanita berkelas. Nah dia, melepas pria sempurna sepertiku, ya tidak laku-laku. 

 

Sudah tidak sabar untuk mengirim surat undangan padanya dan keluarga besarnya. Jelas untuk membuktikan aku di atas segalanya .... 

 

 

 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (15)
goodnovel comment avatar
Edi Sunarno
sedih baru baca dah kena poin.
goodnovel comment avatar
Kusuma Radi Sukra Saptawara
not too bad to read
goodnovel comment avatar
Teguhwiyono Indoterra
walah mbayar
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Gendut Alasan Suami Mendua   ENDING

    ENDING"Apa anda benar-benar tidak tahu dimana keberadaan Milka?" Ilham bertanya pada Rian bos istrinya itu."Saya tidak tahu, Pak Ilham. Benar. Untuk apa saya menyembunyikan istri anda?" jawab Rian mulai terbawa emosi dengan pertanyaan Ilham yang terkesan menyudutkan bahwa Rian mengetahui keberadaan Milka. "Sudah enam bulan ini saya kehilangan kontak dengan Milka semenjak dia mengundurkan diri dari perusahaan saya," lanjut Rian lagi. Ilham pun meminta maaf pada Rian. "Maaf, kalau begitu saya pamit dulu," ucap Ilham kemudian beranjak dari ruangan Rian. Sampai di depan ruangan Rian, Ilham menjambak rambutnya. Menahan pusing dan sakit kepala yang hampir pasrah mencari keberadaan Milka. Bahkan bertanya pada keluarganya pun Ilham tidak mendapatkan jawaban apapun."Kemana kamu, Sayang!" jerit Ilham dalam hati. "Aku sangat merindukan kalian berdua. Istri dan anakku. Rasanya begitu menyiksa. Tolong hubungi aku, Milka. Aku rindu. Aku bisa gila kalau seperti ini terus. Kenapa kamu tega sekali

  • Gendut Alasan Suami Mendua   Akhirnya

    POV IDA"Gimana?" ulangku bertanya. Setujukah? Biar adil. Hidup itu harus adil!" Aku mendekati wajah suami dan istri sirinya itu. "Kurang ajar kamu!" ucap Putri. "Wah! Aku gak kurang ajar dong. Mas Hildan itu suamiku. Dari mana aku kurang ajar? Disini ada hakku dan anak-anakku. Pilih saja! Kehilangan rumah, atau usaha dengan segala kemewahannya?" Aku kembali mengingatkan kehancuran mereka yang sudah berada di depan mata."Dasar wanita brengsek!" maki Putri tidak terima. Jelas saja aku meringis mendengar makiannya. Rasanya manusia bodoh satu ini memang ingin ditertawakan. "Ha! Aku brengsek? Loh, bukannya kamu yang brengsek?" kataku lagi. Muak sudah aku dengan keduanya. Tak peduli kalau kami harus bercerai. Tapi aku juga tidak mau jika cerai tidak mendapat apapun. Lagi, aku punya dua anak dengan Mas Hildan. "Udah, Mas. Kasih saja. Yang penting perempuan ini enyah dari kehidupan kita," ucap Putri. Aku tersenyum girang. "Yes!" batinku dalam hati. "Satu lagi." Aku kembali berbicara mem

  • Gendut Alasan Suami Mendua   Rencana

    RencanaPOV IDAKeributan besar terjadi di rumah malam ini. Mas Bara membawaku pergi ke sebuah rumah minimalis yang lumayan mewah dan mobil mewah terparkir di halaman itu. Saat kutanya pada Bang Bara itu rumah dan mobil siapa, Bang Bara jawab Hildan. Membuatku tak percaya. Namun ketidakpercayaan itu berubah jadi rasa percaya ketika Hildan keluar dari rumah itu bersama dengan perempuan cantik. Kemudian mereka masuk ke dalam mobil. Yang membuatku lebih kaget lagi, pakaian Mas Hildan sangat berkelas layaknya orang kaya berduit. Jelas saja membuatku terpana. Tega sekali dia berlaku seperti ini padaku dan kedua anakku. Singkat cerita, aku pun mengikuti Mas Hildan dan perempuan itu ternyata mereka pergi ke hotel. Setelah keduanya keluar lagi dari hotel, akupun masuk ke dalam hotel bersama Bang Bara, bertanya pada Resepsionis siapa mereka. Dan yang mengejutkan, ternyata mereka adalah pemilik hotel itu. Aku benar-benar ditipu mentah-mentah. Setelahnya, aku dan Bang Bara memutuskan pulang ke r

  • Gendut Alasan Suami Mendua   Kacau balau

    Kacau balauIlham menatap pilu kepergian Milka. Rasanya seolah ada yang menyayat hatinya. "Kenapa setelah aku menyadari perasaan sayangku, justru kamu pergi dariku, Milka," lirih Ilham. Laki-laki itu pun melangkah ke kamar dengan perasaan yang tak menentu. Seolah hilang arah dan seketika tidak memiliki semangat dalam hidup. Seharian, Ilham hanya diam di kamar. Tidak makan ataupun minum. Ia hanya meratap memikirkan Milka dan anaknya. Semua seolah berbalik 180 derajat Biasanya saat ada Milka dia tak pernah merasakan hal seperti itu meskipun dalam hatinya dia mencintai Tiara juga. Namun saat ini, perasaan cinta pada Tiara seolah hilang, dan justru terfokus pada Milka dan anaknya. "Seperti inikah rasanya berharga seseorang setelah pergi? Kenapa berharganya seseorang terasa setelah kepergiannya. Kenapa saat bersama seolah semua biasa saja?" lirih Ilham seraya menjambak rambutnya. ***"Bund, Ayah mau ke tempat Ilham dulu. Sudah tiga hari ini, dia tidak masuk kantor. Nomor juga tidak aktif

  • Gendut Alasan Suami Mendua   Butuh waktu

    Butuh Waktu"Hari ini kami tidak boleh berangkat kerja, Milka," cegah Ilham saat Milka sudah siap dengan pakaian kantor dan tas di tangannya."Aku kariawan orang. Tidak bisa seenaknya begitu!" balas Milka. "Tapi aku suami kamu, dan kau berhak melarangmu!" tekan Ilham lagi sembari menghalangi Milka yang sudah siap hendak membuka pintu. Ilham sendiri berdiri di depan pintu kamar lalu mengunci pintunya dan mengambil kunci itu supaya Milka tidak bisa keluar dari kamar. "Awas, Mas! Aku mau kerja nanti kesiangan!" ucap Milka geram. "Kamu gak ada masuk kerja hari ini. Begitupun aku. Aku tidak tahan didiamkan oleh kamu! Kita selesaikan masalah kita. Jangan keras kepala, Milka! Jangan seperti anak kecil! Kamu itu seorang Ibu. Mari bicara dengan kepala dingin!" ujar Ilham. "Duduk!" pintanya sambil mendorong tubuh Milka hingga wanita itu pun terduduk di tepi ranjang. Wajah Ilham mendekat pada Milka, sementara Milka membuang muka. "Aku tanya sama kamu, kamu benar-benar ingin pisah dari aku? T

  • Gendut Alasan Suami Mendua   Menyedihkan

    MenyedihkanTepat pada pukul 20.00 seperti yang telah disepakati, Bara pergi menemui Pak Santoso. Bersyukur Pak Santoso tidak membatalkan proyek kerja samanya. Jadi, Bara pun merasa aman. Setidaknya, Bara tidak kehilangan pekerjaannya. Setelah selesai menemui Pak Santoso, Bara pun langsung berpamitan untuk pulang. Namun, langkahnya terhenti ketika dirinya mendapati Hildan turun dari mobil bersama wanita cantik. Penampilannya juga sangat rapi tidak seperti saat sedang berada di rumah. Bahkan, pakaian yang Hildan gunakan juga tidak sama seperti pakaian yang dipakai saat bertengkar dengan Ida siang tadi. "Masa sih Hildan pura-pura miskin di depan istrinya? Kelewatan," batin Bara. Namun, saat dirinya ingin berontak, Bara kembali teringat kesalahannya di masa lalu. "Tidak mungkin kesalahanku ditanggung oleh Ida. Hildan! Rasanya aku ingin membunuhmu!" batin Bara sambil mengepalkan kedua tangannya. Diam-diam Bara pun mengikuti Hildan dan wanita itu. Langkah kaki Bara terhenti di sebuah ho

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status