"Kamu serius Al? Bagaimana bisa kita memenuhi target dalam waktu dua bulan?" ucap Nayyara menghentikan langkah Alzena yang baru saja keluar dari dalam ruangan milik Yazdan"Tenang saja Nay, aku percaya kita bisa memenuhi syarat dari Bang Yazdan. Kan ada kamu" balas Alzena dengan entengnya"Astaga, merintis itu bukan sesuatu yang mudah loh Al, semuanya butuh waktu dan juga proses," kata Nayyara tidak mengerti dengan jalan pikiran gadis di depannya itu. "Makanya aku percayakan sama kamu Nay, kamu kan sudah berpengalaman tuh dalam hal ini. Kamu ingin melanjutkan hobi kamu yang terhenti kan? Jadi, ini kesempatan kamu untuk memulainya kembali" Alzena berusaha menyakinkanNayyara berfikir sejenak, memang Nayyara tidak bisa berpaling dari hobinya membuat kue yang sedari dulu sudah sangat di gemari nya dan bermimpi ingin memiliki sebuah toko sendiri. Beberapa waktu lalu Nayyara sudah berhasil mewujudkannya, namun seperti yang di ketahui toko milik Nayyara kini sudah rata dengan tanah akibat
Kondisi rumah mewah yang hanya diisi oleh beberapa orang itu kini berbeda dari sebelum-sebelumnya. Sunyi, itulah yang menggambarkannya saat ini, tidak ada lagi suara tangis yang terdengar, tidak ada lagi jeritan minta ampun dari seseorang yang mereka siksa tanpa belas kasih itu yang terdengar di telinga mereka, kini gadis itu benar-benar pergi dari kehidupan mereka Fania merasakan ada sesuatu yang hilang bersamaan dengan perginya Nayyara dari rumah itu. Ada sedikit rasa khawatir dan juga rindu yang memenuhi hatinya, namun Fania tetap saja berusaha untuk menepisnyaDulu saat melihat Rania yang selalu merasa iri dengan hidup Nayyara yang sempurna. Fania sangat-sangat ingin melihat Nayyara pergi dari rumah itu, ia tidak tega melihat putrinya terus-menerus membandingkan dirinya dengan Nayyara. Namun kini, entah mengapa wanita berusia lanjut itu seperti menyesali keputusannyaFania terbayang wajah Nayyara yang selalu tersenyum padanya meskipun baru mendapatkan perlakuan kasar darinya. Ia
Siang itu, toko sekaligus kafetaria itu terlihat begitu banyak pengunjung yang memenuhi ruangan. Di iringi Arga yang selalu setia mendampinginya, Yazdan memasuki meja kosong yang terletak di pojok ruangan itu dengan seorang gadis yang memakai jilbab hitam itu melambaikan tangannya seolah sedang memberikan aba-aba bahwasanya ia sudah menunggu di sana"Sepertinya saya datang di waktu yang tidak tepat," ujarnya sembari melihat sekelilingnya"Memang selalu ramai begini setiap hari, jadi tidak ada kata waktu yang tepat bagi kami menerima tamu" ucap gadis berjilbab itu menyombongkan diri sedangkan gadis di sebelahnya hanya mampu tersenyum canggung"Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi" kata Yazdan memandang gadis di depannya itu dengan tatapan tajamnya"Ih, bang Yaz, orang lagi bercanda juga. Begini nih kalau bercanda sama kanebo kering, bawaannya serius mulu" sungut Alzena merasa sedikit kesalMelihat interaksi antara kedua orang di
Malam yang dingin membuat Yazdan melawan lelah serta kantuknya untuk beribadah. Sungguh, sangat berat rasanya untuk mengistiqomahkan diri dalam ibadah yang di sukai Allah, jika saja ia mau, maka Yazdan tidak perlu repot-repot untuk bangun dan juga beribadah. Namun kecintaannya pada ilahi Robbi membuat Yazdan melawan hawa nafsunyaSementara itu, di sebuah kamar yang berwarna coklat muda. Nayyara juga sedang terhanyut dalam sujudnya. Ia merasa begitu dekat dengan Allah di setiap kali mengerjakan shalat malamnya yang baru-baru ini ia kerjakan. Nayyara mendoakan semua orang yang ia kenal dan juga ia sayangi, terlebih kedua orangtuanya, Nayyara juga meminta semoga Allah beri ia kesabaran serta keikhlasan yang lebih luas lagi dan di jaga di setiap langkah dan juga napasnya.Kedua insan yang sama-sama terhanyut dalam sujudnya. Melangitkan harapan serta doa pada penduduk bumi, tiba-tiba semilir angin sejuk membelai lembut wajah keduanya, seolah-olah ikut mengaminkan doa yang mereka panjatkan
Jarum jam terus berputar dengan detik yang kian berlalu, mengejar dari waktu ke waktu. Sudah sebulan Nayyara belajar memperdalam ilmu agamanya, dan sekarang gadis berwajah teduh itu sudah bisa membaca Alquran berkat Umi Syafanah yang mengajarinya tanpa lelah dan juga penuh kesabaranJika biasanya Nayyara akan ikut andil membantu dalam hal mengembangkan usahanya. Kini, ia hanya perlu mengawasi dengan sesekali berkunjung, sepenuhnya ia serahkan pada Salwa dan juga Zahira untuk mengajari pekerja baru yang mereka rekrut. Saat ini, Nayyara sedang menghabiskan waktunya di rumah Alzena atas permintaan Umi Syafanah. Wanita paruh baya itu merasa senang setiap Nayyara berkunjung kerumahnya, ia merasa seperti memiliki anak perempuan lainnya, setelah Alzena"Umi, Nayya bantuin ya" ucap Nayyara menghampiri wanita berusia senja itu yang sedang sibuk menyirami sayur-sayuran hijau yang berada di halaman belakang"Boleh, tapi bukannya tadi lagi belajar fiqih sama Zena? Udah selesai?" tanya umi Syafan
Arga masih menatap pria didepannya dengan penuh curiga. Sedangkan pria itu dengan santainya memasang wajah datar seperti tidak pernah terjadi apa-apa"Kali ini apa lagi?" tanya Yazdan setelah beberapa saat mengabaikan tatapan mata Arga"Sejak kapan kamu mulai mengkhawatirkan seorang wanita?" ucap Arga masih dengan tatapan yang sama"Sejak dulu, salah satunya kedua wanita yang sangat aku cintai di rumah"jawab Yazdan dengan entengnya"Itu aku tahu, maksud aku, wanita yang baru saja kamu kenal baru-baru ini" "Aku mengkhawatirkan nya, sebab aku lihat dia memang benar-benar terlihat kelelahan. Aku sudah selesai" kata Yazdan sembari berdiri meninggalkan Arga, sebelum kembali melayangkan pertanyaan-pertanyaan lainnyaMalam ini Nayyara pulang sedikit terlambat, sebab keadaan toko hari ini memang sangat ramai. Bahkan lebih dari biasanya, Nayyara menelusuri jalanan yang tampak masih ramai dengan beberapa pengendara yang masih melintas, Nayyara memilih pulang dengan berjalan kaki karena jarak a
Nayyara terus berlari membelah jalanan, pandangan matanya sudah mulai memburam. Namun Nayyara tetap berusaha untuk tetap bertahan. Ia tidak ingin tertangkap lagi, sungguh Nayyara sangat tidak inginDari arah yang berlawanan, Nayyara melihat sebuah mobil yang akan melintas melewatinya. Nayyara berlari ke tengah jalan dengan membentangkan kedua tangannya, Nayyara butuh bantuan saat ini, ia sudah sangat-sangat tidak sanggup lagi bahkan sekadar untuk melangkahkan kakinya saja rasanya sudah sangat sulit untuk ia gerakkanBrukkNayyara pingsan bertepatan dengan mobil yang berhenti tiba-tiba di depannya"Astaghfirullah apa itu? Aku seperti melihat seseorang tadi" ucap pria yang sedang mengemudi itu"Aku juga melihatnya, sebaiknya kita turun untuk melihatnya secara langsung" timpal pria yang di sampingnyaKedua pria itu turun dari mobil dan melihat pemandangan yang sangat membuat mereka terkejut"Astaghfirullah" ucap mereka serentak serta mengalihkan sejenak pandangan mereka ketempat lainPri
Bab 24Nayyara berada di gedung putih yang sangat mewah dan juga luas. Dinding-dinding nya di hiasi oleh kaligrafi-kaligrafi yang indah, beberapa orang ramai mengenakan pakaian yang serba putih memandangi dirinya"Apakah aku sudah mati? Apa sekarang aku berada di surga?" pertanyaan demi pertanyaan muncul di benaknya dengan terus mengintai sekeliling nyaSeorang wanita paruh baya mendekati dirinya dengan membawa sesuatu di tangannya. Wajah itu bersih, kedua matanya tampak sangat indah suaranya jernih dan begitu fasih melantunkan ayat-ayat yang tidak asing di telinga Nayyara. Wanita itu meraih tangan Nayyara dan membawanya ketempat yang di kelilingi wanita-wanita yang serupa dengannya. Wajah itu sedemikian anggun dan mempesona, wajah yang segar serta menebarkan kebahagiaan bagi yang melihatnya. Nayyara duduk di tengah-tengah mereka yang sedang melantunkan ayat-ayat penuh dengan kerinduan itu, ayat-ayat suci Al-Qur'an menggema di seluruh penjuru ruangan itu, bahkan Nayyara sendiri tidak