Share

Bab 10

Penulis: Zhar
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-17 10:29:09

"Mau minum sedikit?" Okta diam-diam menyodorkan sebotol arak hasil rampasan dari gudang logistik Belanda kepada Surya, yang kemudian buru-buru merebutnya dari tangan Okta sebelum botol itu jatuh.

  "Tidak!" Surya menggelengkan kepalanya. Ia harus tetap berpikir jernih.

  "Jangan pedulikan apa kata mereka!" kata Okta. "Orang-orang Belanda itu mabuk untuk menunjukkan keberanian. Tapi pejuang sejati tidak butuh itu. Mereka berani karena hati mereka."

  "Aku tahu!" jawab Surya sambil menatap Okta dengan pandangan tak percaya. Ia tak menyangka Okta bisa bicara sebijak itu.

  Namun, wibawa itu hanya bertahan kurang dari tiga detik, sebab Okta langsung menambahkan: "Aku tak buruk dalam hal pidato, kan? Baris-baris ini aku contek dari drama sandiwara ‘Merdeka atau Mati’!"

  "Oh, ya, bagus sekali!" Surya menanggapi dengan senyum miring.

  Okta memang dijuluki "Aktor", karena suka berakting di sela-sela perang. Itu juga impiannya sejak lama.

  Saat itu, Belanda sudah kehilangan kesabaran.

  "In
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 111

    “Serbu!” teriak Surya lantang, suaranya membelah udara sore yang penuh asap mesiu. Mengikuti perintahnya, para prajurit segera maju menyerbu dengan sangkur terhunus. Bukan hanya satu regu yang bergerak. Dari balik reruntuhan bangunan di tepi jalan, satu batalion penuh bangkit serentak, seperti ombak yang menggulung maju. Mereka sudah lama tertahan di garis depan, padat dan sesak di tengah tembakan artileri Belanda. Serangan balik mendadak dari tank-tank musuh tadi sempat memecah barisan, membuat beberapa unit kocar-kacir. Namun kini, setelah Surya memimpin terobosan dari sayap kiri, semua prajurit tentara di sekitar situ seperti menemukan jalan keluar dari kepungan bagaikan udara yang meledak dari balon yang ditusuk. Mereka tak perlu diperintah semua spontan mengikuti langkah Surya, berlari maju menembus asap dan debu. Bagi tentara Belanda, ledakan granat yang dilempar Surya ke pos meriam itu seperti lubang di tanggul dan dari celah itula

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 110

    Keputusan Kolonel Van der Meer terbukti tepat. Dalam jarak yang begitu dekat kurang dari seratus meter mundur bukan hanya mustahil, tetapi juga bunuh diri. Begitu pasukan Republik menyadari niat mereka untuk mundur, mereka pasti akan menyerang dengan segala yang tersisa. Meski tank ringan Stuart M5 milik TNI tidak secepat kendaraan lapis baja Belanda, kecepatannya cukup untuk menembus jarak itu dalam hitungan detik. Dalam dua belas detik, sebelum tank-tank Belanda sempat berbalik arah, pasukan Republik bisa menghantam mereka langsung di sisi lemah. Dan jika itu terjadi, bukan sekadar dikepung tapi barisan depan Belanda akan benar-benar hancur. Diam di tempat juga bukan pilihan, karena berarti menunggu dikepung. Satu-satunya jalan keluar hanyalah maju menembus bertempur jarak dekat di tengah hujan dan lumpur. Maka dimulailah pertarungan besi lawan besi di tengah huj

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 109

    Hujan turun deras dari langit kelabu, menimpa tanah yang sudah lama beraroma mesiu. Setiap butir air yang jatuh di antara suara tembakan terdengar seperti “berdecit”, bercampur dengan ledakan peluru yang menghantam tanah basah, menyemburkan lumpur atau darah. Sebuah pesawat pemburu Belanda menembus tirai hujan, menukik tajam dari balik awan, menyalak dengan rentetan peluru senapan mesin. “Da-da-da-da!” Hujan peluru itu memicu jeritan di antara para pejuang Republik yang berlindung di balik parit-parit dangkal di pinggiran kota Yogya. Pesawat itu melintas begitu rendah hingga bayangannya tampak jelas di tanah pilotnya pasti prajurit yang terlatih. Namun, mungkinkah sedemikian nekatnya ia mengambil risiko besar hanya untuk menyerang pasukan infanteri kecil di bawah sana? Surya tidak sempat memikirkan hal itu. Pandangannya tertuju pada kabut hujan di depan, sementara dari arah barat terdengar suara gemuruh berat

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 108

    Pada masa itu, sebagian besar pasukan Belanda menganut prinsip tempur “serangan adalah pertahanan terbaik”, yang berarti mereka lebih terlatih untuk menyerang daripada bertahan, bahkan menganggap pertahanan mutlak sebagai bentuk kelemahan. Lebih tepatnya, mereka menerapkan apa yang disebut pertahanan dinamis menempatkan pasukan cadangan di garis kedua untuk segera menyerang balik dari arah mana pun jika pasukan Republik berhasil menerobos. Kolonel Van Kleijs salah satu komandan lapangan Belanda, juga melakukan persiapan serupa. Untuk mengantisipasi serangan gerilya dari TNI, ia menempatkan satu resimen mekanik di luar Kota Yogyakarta. Resimen tersebut adalah Resimen Mekanik ke-11 dari Divisi Infanteri ke-3 KNIL, terdiri atas dua batalion kendaraan lapis baja dengan total hampir seratus panser ringan. Kedua batalion itu ditempatkan secara strategis: satu di barat kota, dan satu lagi di selatan. Langkah itu memang masuk akal,

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 107

    Pasukan Belanda membangun tiga jembatan ponton di atas Sungai Code. Sepanjang malam, mereka menyeberang tanpa henti, dan menjelang fajar hari berikutnya, satuan lapis baja mereka telah berhasil menyeberang seluruhnya ke sisi timur kota. Berdiri di tepi timur sungai, Kolonel Van Kleijs menarik napas lega. Dari laporan yang diterima, hanya lima tank dan tiga kendaraan logistik yang tenggelam saat penyeberangan. Dalam ukuran perang, kerugian itu masih bisa diterima. Namun, seandainya pihak Tentara Indonesia mengetahui dan menembaki jembatan ponton dengan artileri… Kleist tak bisa membayangkan betapa besar bencana yang akan terjadi. Kini, setelah yakin posisi mereka aman, Van Kleijs menatap peta di atas meja lapangan, lalu berkata dengan nada puas: “Lanjutkan serangan! Target: pusat kota Yogyakarta!” “Siap, Jenderal!” seru perwira komunikasinya. Tak lama, suara deru mesin tank kembali menggema. Rat

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 106

      Berita itu datang satu per satu dari Mayor Wiratmaja kepada Surya:   Tentara Belanda mengerahkan ratusan pesawat pengebom untuk membom Jembatan kali Code di sekitar Yogyakarta secara bergantian. Namun, karena kabut tebal dan kekokohan Jembatan kali code, hasilnya tidak memuaskan dalam satu hari. Hanya dua bom yang mengenai jembatan dan menyebabkan kerusakan sebagian pada dek jembatan.   Akhirnya, jembatan itu diledakkan pada malam hari, yang membuat para pilot Belanda bersorak gembira. Yang tidak mereka ketahui adalah bahwa ini sebenarnya Jenderal Sudirman yang diam-diam membantu... Beliau berharap Grup Lapis Baja ke-1 Belanda dapat meninggalkan Yogyakarta sesegera mungkin, jadi beliau memerintahkan para prajurit untuk mengikat bahan peledak di jembatan, dan kemudian memerintahkan peledakan ketika pesawat pengebom Belanda menukik dan menjatuhkan bom.   Hanya mendengar bunyi "ledakan", dek jembatan terbelah dua dan meledak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status