Share

Bab 48

Penulis: Zhar
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-07 08:20:46

Perhitungan Surya benar. Setelah keluar dari rawa-rawa di pinggiran selatan Yogya, ia sadar mereka berada dekat dengan garis pertahanan republik.

Kalau mereka masih berada di belakang garis pertahanan, tidak apa-apa karena pasukan Belanda belum menembus masuk terlalu jauh.

Namun, kenyataannya berbeda...

Surya dan para prajuritnya baru keluar dari rawa pada malam berikutnya.

Pada saat itu, jelaslah bahwa perkiraan Mayor Wiratmaja sangat akurat jatah logistik para prajurit hampir habis.

Bahkan sebelum mereka keluar dari rawa, para prajurit sudah merasa ada yang tidak beres. Dari kejauhan, terdengar suara tembakan senapan dan dentuman meriam.

Mayor Wiratmaja menghentikan langkahnya, menajamkan telinga, lalu segera memanggil para perwira untuk berkumpul.

“Celaka!” ujar Mayor Wiratmaja, suaranya pelan tapi penuh tekanan. “Sepertinya kita baru saja terlambat!”

“Bagaimana
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 97

    Pasukan Belanda terus bergerak maju menuju Yogyakarta, dan enam hari kemudian, mereka telah mencapai pinggiran kota. Surya dan pejuang lainnya di Yogyakarta sudah bisa mendengar dentuman senjata dari jarak sepuluh kilometer. Sesekali, pesawat pengintai Belanda menerobos garis pertahanan Yogyakarta di tengah hujan untuk melakukan pengintaian pada ketinggian rendah. Jarak pandang yang buruk akibat hujan bagaikan pedang bermata dua. Sulit bagi pilot Belanda untuk melihat apa pun dari udara. Ketika suara mesin pesawat terdengar, sudah terlambat untuk menembak saat pesawat itu tiba-tiba muncul, dan dalam sekejap, pesawat musuh itu lenyap dari pandangan. "Garis pertahanan terakhir!" Mayor Wiratmaja memandang ke arah dentuman tembakan dari jendela markas, lalu berkata, "Itu pasukan utama Belanda yang menyerang Yogyakarta, Divisi Lapis Baja mereka!" Ini sudah pasti, karena semua orang tahu bahwa garis pertahanan Yogyakarta sangat sulit ditembus.

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 96

    Pernyataan Jenderal Sudirman bukanlah tanpa alasan. Tentara Republik Indonesia menyukai hal-hal yang sederhana, murah, dan praktis, yang dapat diproduksi dalam jumlah besar untuk kebutuhan perang melawan Agresi Militer Belanda di Yogyakarta. Menarik kabel telepon dari tank sesuai dengan karakteristik ini. Telepon adalah alat yang terjangkau, dan selama bahan bakunya tersedia, prajurit komunikasi dapat dengan mudah memodifikasinya untuk keperluan tempur. Tentu saja, metode ini tidak luput dari kekurangan. Misalnya, prajurit komunikasi harus menguasai beberapa kode semaphore. Namun, ini bukanlah masalah besar. Bendera sinyal sudah lazim digunakan di kalangan pejuang kemerdekaan. Lagipula, peralatan komunikasi mereka masih sederhana, dan mempelajari semaphore tidak terlalu sulit. Latihan selama beberapa hari sudah cukup untuk mengasah kemampuan, sehingga mudah menemukan kelompok infanteri yang mampu menjalankan tugas komunikasi.

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 95

    Surya tentu saja memahami apa yang dimaksud Jenderal Sudirman. Faktanya, itulah yang dimaksud Surya ketika ia menyebutkan bahwa kendaraan lapis baja, seperti tank, harus menjadi kekuatan utama dalam pertempuran. Kendaraan lapis baja bekerja sama dengan infanteri, atau infanteri bekerja sama dengan kendaraan lapis baja sekilas, keduanya tampak tidak jauh berbeda. Baik kendaraan lapis baja maupun infanteri memang harus berkoordinasi, dan bahkan struktur organisasinya tidak banyak berubah. Namun, dalam pertempuran sesungguhnya, perbedaan ini sangat signifikan. Jika kendaraan lapis baja bekerja sama dengan infanteri, maka infanteri menjadi pasukan utama dalam menyerang. Infanteri bergerak maju seperti gelombang, sementara kendaraan lapis baja tersebar di antara mereka, mengikuti dari belakang. Ketika infanteri menemui posisi musuh yang sulit ditembus, barulah kendaraan lapis baja dikerahkan untuk membantu. Dalam

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 94

    Apa yang dimaksud Surya sebenarnya merujuk pada taktik “serangan kilat” yang diterapkan Belanda, tetapi dengan beberapa penyesuaian mengingat kondisi pasukan Indonesia yang berbeda. Sebagai contoh, taktik serangan kilat Belanda sangat bergantung pada kekuatan angkatan udara mereka. Seperti yang telah dijelaskan Surya sebelumnya, angkatan udara memiliki keunggulan signifikan dalam hal pengintaian. Tanpa penguasaan wilayah udara, tank atau kendaraan lapis baja menjadi sasaran empuk bagi pesawat musuh. Dalam kondisi seperti itu, sulit untuk menghindar, apalagi mencapai tujuan. Bayangkan, kendaraan lapis baja kita bisa hancur dihantam serangan udara musuh. Pada saat itu, pasukan Indonesia di Yogyakarta berada dalam posisi yang sangat tidak menguntungkan dalam hal kekuatan udara dibandingkan Belanda. Surya tidak dapat mengubah kenyataan ini, sehingga ia hanya bisa mengandalkan pengintaian udara seadanya, mungkin melalui pesawat ringan atau lap

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 93

      Jenderal Sudirman berkata demikian, dan yang lainnya tidak berani mengatakan apa-apa lagi.   Melihat ke arah kerumunan perwira, Jenderal Sudirman mengangkat kepalanya ke arah Surya, memberi isyarat agar ia melanjutkan.   Sejujurnya, ini tidak mudah untuk dijelaskan. Surya tidak bisa begitu saja membeberkan rencana pengepungan terhadap Belanda yang akan dijalankan dalam waktu dekat.   Alasannya sederhana: terlalu banyak mata-mata berkeliaran, bahkan di kalangan rakyat sendiri. Ada pula faktor ketidakpastian para pamong desa yang bisa ditekan Belanda, atau prajurit yang tertangkap dan disiksa hingga membocorkan informasi. Itu bukan sekadar kekhawatiran Surya, melainkan juga pengalaman pahit Sudirman sendiri. Dalam perang sebelumnya, tidak sedikit pejabat sipil maupun serdadu yang akhirnya dipaksa bekerja sama dengan tentara Belanda.   Belanda lihai memainkan politik adu domba. Kebijakan-kebijakan kolonial yang menekan rakya

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 92

    Setelah barisan selesai disusun, latihan segera dimulai. Sebenarnya, tidak ada waktu yang cukup untuk pelatihan mendalam. Semua orang tahu, keadaan genting ini bisa bubar sewaktu-waktu. Bahkan, tanpa musuh sekalipun, barisan yang belum saling mengenal bisa kacau hanya karena salah langkah. Sama seperti lalu lintas: kalau ada dokar mogok atau sepeda jatuh di tengah jalan, kemacetan bisa menjalar ke mana-mana. Maka, latihan ini lebih untuk membiasakan diri mengikuti aba-aba komandan: naik turun truk, menyebar sesuai formasi tempur, dan perintah sederhana lainnya. Selain itu, tiap peleton diminta menugaskan beberapa orang untuk belajar mengemudikan truk dari sopir asli. Di satu sisi, konvoi jarak jauh butuh sopir pengganti. Tidak mungkin satu sopir mengemudi terus-menerus tanpa makan atau tidur. Di sisi lain, kalau sopir terluka atau gugur di medan pertempuran, ada yang bisa mengambil alih setir.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status