Share

Bab 49

Author: Zhar
last update Last Updated: 2025-10-07 08:25:58

Saat Surya pertama kali melangkah masuk ke hutan jati itu, yang ia rasakan hanyalah kegelapan pekat. Butuh beberapa saat bagi matanya untuk terbiasa, barulah ia bisa melihat bayangan samar-samar di sekelilingnya.

Rasa gugup menyergapnya tanpa alasan jelas. Ia merasa seandainya pasukan Belanda berdiri di sampingnya pun, ia takkan mampu mengenalinya.

Namun, kegelisahan itu segera terbukti berlebihan, karena dari kedalaman hutan tampak cahaya redup samar, tapi cukup jelas di tengah gulita. Cahaya itu seperti tanda perbedaan: ada manusia di sana.

“Belanda!” bisik Purwanto lirih. Ia mengenali gumaman percakapan rendah dalam bahasa asing itu.

“Bisakah kita kembali saja?” tanya Jaya dengan suara bergetar. Rupanya bukan Surya saja yang ketakutan.

“Tidak, Jaya!” jawab Purwanto cepat. “Kita harus tahu dulu apa yang mereka bawa. Senjata apa, jumlah berapa. Itu inti pengintaian!”

Mau tak mau, Surya mengaku
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 95

    Surya tentu saja memahami apa yang dimaksud Jenderal Sudirman. Faktanya, itulah yang dimaksud Surya ketika ia menyebutkan bahwa kendaraan lapis baja, seperti tank, harus menjadi kekuatan utama dalam pertempuran. Kendaraan lapis baja bekerja sama dengan infanteri, atau infanteri bekerja sama dengan kendaraan lapis baja sekilas, keduanya tampak tidak jauh berbeda. Baik kendaraan lapis baja maupun infanteri memang harus berkoordinasi, dan bahkan struktur organisasinya tidak banyak berubah. Namun, dalam pertempuran sesungguhnya, perbedaan ini sangat signifikan. Jika kendaraan lapis baja bekerja sama dengan infanteri, maka infanteri menjadi pasukan utama dalam menyerang. Infanteri bergerak maju seperti gelombang, sementara kendaraan lapis baja tersebar di antara mereka, mengikuti dari belakang. Ketika infanteri menemui posisi musuh yang sulit ditembus, barulah kendaraan lapis baja dikerahkan untuk membantu. Dalam

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 94

    Apa yang dimaksud Surya sebenarnya merujuk pada taktik “serangan kilat” yang diterapkan Belanda, tetapi dengan beberapa penyesuaian mengingat kondisi pasukan Indonesia yang berbeda. Sebagai contoh, taktik serangan kilat Belanda sangat bergantung pada kekuatan angkatan udara mereka. Seperti yang telah dijelaskan Surya sebelumnya, angkatan udara memiliki keunggulan signifikan dalam hal pengintaian. Tanpa penguasaan wilayah udara, tank atau kendaraan lapis baja menjadi sasaran empuk bagi pesawat musuh. Dalam kondisi seperti itu, sulit untuk menghindar, apalagi mencapai tujuan. Bayangkan, kendaraan lapis baja kita bisa hancur dihantam serangan udara musuh. Pada saat itu, pasukan Indonesia di Yogyakarta berada dalam posisi yang sangat tidak menguntungkan dalam hal kekuatan udara dibandingkan Belanda. Surya tidak dapat mengubah kenyataan ini, sehingga ia hanya bisa mengandalkan pengintaian udara seadanya, mungkin melalui pesawat ringan atau lap

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 93

      Jenderal Sudirman berkata demikian, dan yang lainnya tidak berani mengatakan apa-apa lagi.   Melihat ke arah kerumunan perwira, Jenderal Sudirman mengangkat kepalanya ke arah Surya, memberi isyarat agar ia melanjutkan.   Sejujurnya, ini tidak mudah untuk dijelaskan. Surya tidak bisa begitu saja membeberkan rencana pengepungan terhadap Belanda yang akan dijalankan dalam waktu dekat.   Alasannya sederhana: terlalu banyak mata-mata berkeliaran, bahkan di kalangan rakyat sendiri. Ada pula faktor ketidakpastian para pamong desa yang bisa ditekan Belanda, atau prajurit yang tertangkap dan disiksa hingga membocorkan informasi. Itu bukan sekadar kekhawatiran Surya, melainkan juga pengalaman pahit Sudirman sendiri. Dalam perang sebelumnya, tidak sedikit pejabat sipil maupun serdadu yang akhirnya dipaksa bekerja sama dengan tentara Belanda.   Belanda lihai memainkan politik adu domba. Kebijakan-kebijakan kolonial yang menekan rakya

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 92

    Setelah barisan selesai disusun, latihan segera dimulai. Sebenarnya, tidak ada waktu yang cukup untuk pelatihan mendalam. Semua orang tahu, keadaan genting ini bisa bubar sewaktu-waktu. Bahkan, tanpa musuh sekalipun, barisan yang belum saling mengenal bisa kacau hanya karena salah langkah. Sama seperti lalu lintas: kalau ada dokar mogok atau sepeda jatuh di tengah jalan, kemacetan bisa menjalar ke mana-mana. Maka, latihan ini lebih untuk membiasakan diri mengikuti aba-aba komandan: naik turun truk, menyebar sesuai formasi tempur, dan perintah sederhana lainnya. Selain itu, tiap peleton diminta menugaskan beberapa orang untuk belajar mengemudikan truk dari sopir asli. Di satu sisi, konvoi jarak jauh butuh sopir pengganti. Tidak mungkin satu sopir mengemudi terus-menerus tanpa makan atau tidur. Di sisi lain, kalau sopir terluka atau gugur di medan pertempuran, ada yang bisa mengambil alih setir.

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 91

    Di bawah komando Jenderal Sudirman, pembentukan tim pasukan khusus dimulai dengan semangat juang yang membara. Pasukan ini tidak dibentuk dari nol, melainkan direorganisasi, dengan mengambil tulang punggung dari Divisi Siliwangi dan pasukan gerilya lokal yang telah teruji di medan perang. Namun, Divisi Siliwangi telah menderita kerugian besar akibat serangan-serangan Belanda sebelumnya di Yogyakarta dan sekitarnya. Seluruh pasukan hanya memiliki sedikit peralatan tempur, termasuk tidak lebih dari seratus senapan mesin, beberapa mortir, dan kendaraan yang masih bisa digunakan. (Catat: Pada masa itu, pasukan Republik Indonesia secara keseluruhan memiliki persenjataan yang sangat terbatas dibandingkan dengan persenjataan modern Belanda yang didukung tank dan artileri.) Meski begitu, pasukan yang direorganisasi ini berbeda. Senjata dan kendaraan yang masih tersisa dari garis pertahanan dikumpulkan satu per satu. Tidak peduli dari unit mana ba

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 90

    Mayor Wiratmaja tersedak sedikit saat meneguk jamu itu, lalu batuk keras hingga terbatuk-batuk. Ia memuntahkan apa yang entah air atau ludah, menahan napas beberapa saat hingga akhirnya tenang, lalu tertawa terbahak kecil. “Mengepung? Kau benar-benar mau mengepung Belanda? Bagus, Surya!” ujarnya sambil terkekeh. “Ya, saya cuma mau mengepung Belanda!” jawab Surya tegas. “Resimen-resimen Belanda yang menekan dari selatan akan maju jauh garis depan mereka merekah ke depan, sehingga bagian belakang mereka kosong. Mereka pikir kita cuma pasif, tak punya kemampuan serangan balik. Tepat pada saat itu, kita serang balik.” Surya menatap Jenderal Sudirman jelas rencana ini butuh restu panglima. Jenderal Sudirman, yang semula diam menimbang, akhirnya berkata, “Kenapa tidak? Kalau kita tak bisa menghalau mereka langsung di belakang, kita harus mencari cara untuk menghentikan mereka di depan atau, jika memungkinkan, menjeratnya. Dengan begitu, Belanda

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status