Share

Bab 7

Author: Zhar
last update Last Updated: 2025-09-16 16:57:43

"Dia hanya tersihir oleh orang Polandia!" Mayor Wiratmaja menyela instruktur itu.

"Dan, sebenarnya, saya tidak yakin, karena kita tidak tahu apa-apa!"

"Mayor!" Instruktur itu merendahkan suaranya dan berkata kepada Mayor Wiratmaja:

"Meski kita tidak tahu, kita tidak bisa menoleransi pernyataan seperti ini..."

Mayor Wiratmaja berpikir sejenak, lalu mengangguk setuju.

Setelah terdiam beberapa saat, dia menoleh ke Surya lagi.

"Namamu Surya, bukan?"

"Ya, Mayor!"

"Aku bisa mengerti pikiranmu, Surya!" kata Mayor Wiratmaja.

"Aku bahkan berpikir kau benar, pertempuran ini belum akan berakhir secepat ini. Tapi... kau tahu, ini masa yang luar biasa, kita tidak bisa berkata seperti itu, mengerti?"

"Ya!" jawab Surya. "Saya mengerti, Mayor!"

"Bagus sekali!" Mayor Wiratmaja mengangguk. "Kalian boleh kembali!"

"Tapi Mayor..." Instruktur itu tidak puas dengan keputusan Mayor Wiratmaja.

"Ini keputusan saya, Komandan Joko!" kata Mayor Wiratmaja dengan nada tegas.

"Jika ada masalah, saya akan bertanggu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 14

    Tiga tank Belanda terbagi ke kiri, tengah, dan kanan untuk melindungi serangan infanteri. Saat itu, tank di sisi kanan berhasil dihancurkan oleh Surya, menciptakan celah besar.Momentum itu dimanfaatkan. Jarak antara pasukan republik dan serdadu Belanda kini kurang dari seratus meter. Pada jarak sedekat itu, pertempuran jarak dekat menjadi keuntungan pejuang republik yang terbiasa bertarung dengan bayonet, golok, dan bambu runcing.Mayor Wiratmaja tentu tidak menyia-nyiakan kesempatan emas itu. Ia mengacungkan pistolnya tinggi-tinggi dan berteriak lantang:“Kawan-kawan! Ikut aku! Maju demi republik!”“MERDEKA!” teriak para pejuang, lalu melompat keluar dari parit. Dengan bayonet, bambu runcing, dan semangat membara, mereka menyerbu ke arah serdadu Belanda, melewati Surya dan reruntuhan tank yang masih membara.Pertempuran jarak dekat pun pecah brutal, berdarah, tanpa ampun.Surya sendiri tidak langsung bangkit. Tenaganya sudah hampir habis, lututnya gemetar, napasnya tersengal. Hatiny

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 13

    Surya menenangkan diri dan mengeluarkan korek api dari saku mantelnya.Namun, Surya segera menyadari ada yang tidak beres... kotak korek api itu berlumuran darah dan remuk. Ia merangkak masuk ke bawah selimut mayat, tetapi tidak menyadarinya.Surya buru-buru menyeka darah di kotak korek api, mengeluarkan sebatang korek api dari dalamnya, dan mencoba menyalakannya dengan tangan gemetar, tetapi sia-sia. Korek api itu sangat lembap, dan hanya satu yang mengeluarkan asap biru setelah digosok beberapa kali. Asap itu pun padam dengan cepat.Itu justru membocorkan posisinya... Di medan pertempuran melawan Belanda, para serdadu kolonial sangat terlatih, mereka peka terhadap asap atau cahaya sekecil apa pun, karena bisa berarti ada pejuang republik yang bersembunyi.Beberapa detik kemudian, rentetan peluru senapan KNIL memberondong ke arah posisi Surya.“Celaka!” umpatnya. Ia tak pernah menyangka sebuah korek api kecil bisa membuatnya ketahuan setelah segala perhitungan yang ia lakukan.Situas

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 12

    Surya tidak punya pilihan selain mengarahkan pandangannya ke tank lapis baja Belanda yang mendekat, meskipun ia sangat enggan.  Tank itulah yang paling berbahaya. Inilah keunggulan terbesar pasukan Belanda. Selama tank itu belum dilumpuhkan, pasukan pejuang republik akan sulit bertahan.  Tapi bagaimana cara mengatasinya? Itu tank, bukan kereta pedati biasa. Di saat yang sama, pejuang republik kekurangan senjata anti-tank. Apakah Surya harus melakukan serangan nekat seperti “regu penghancur” yang membawa bahan peledak di dada?  Bukan berarti Surya tidak berani. Kalaupun ia nekat, sanggupkah ia menembus hujan peluru infanteri Belanda dan mendekati tank? Lagi pula, granat atau bahan peledak tidak akan menempel pada baja tebalnya. Ledakan hanya akan efektif jika ditempatkan tepat di bawah roda rantai atau lambungnya. Itu berarti Surya sendiri kemungkinan besar ikut tewas.  Tiba-tiba, bayangan sebuah adegan melintas di benak Surya adegan dari sebuah cerita pejuang yang pernah ia dengar

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 11

    "Musuh datang lagi!" teriak seorang pejuang dari ujung parit.  Kali ini bukan sekadar serangan kecil. Asap mesiu menebal, dan dari balik kabut terdengar raungan mesin berat. Tanah bergetar hebat setiap kali roda rantai besi menghantam tanah.  Surya yang semula mengira itu hanya truk lapis baja, terdiam kaku begitu mendengar suara ngeri dari kawannya:  "Tank! Tank Belanda!"  Dan benar saja. Dari balik kabut, tiga tank ringan Stuart muncul, masing-masing diiringi puluhan militer KNIL bersenjata lengkap. Mereka maju rapat, menutupi sisi kiri-kanan tank. Itu jelas serangan terbesar Belanda malam itu.  "Tim penghancur!" Mayor Wiratmajaberteriak lantang. Seketika beberapa kelompok pejuang yang sudah dilatih khusus meloncat dari parit, bergerak lincah menuju arah tank dengan perlindungan tembakan kawan-kawan mereka.  Satu tim terdiri dari lima orang. Tiga pejuang membawa bom molotov, granat rakitan, dan dinamit sisa dari tambang. Dua lainnya membawa senapan mesin ringan dan bertugas me

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 10

    "Mau minum sedikit?" Okta diam-diam menyodorkan sebotol arak hasil rampasan dari gudang logistik Belanda kepada Surya, yang kemudian buru-buru merebutnya dari tangan Okta sebelum botol itu jatuh.  "Tidak!" Surya menggelengkan kepalanya. Ia harus tetap berpikir jernih.  "Jangan pedulikan apa kata mereka!" kata Okta. "Orang-orang Belanda itu mabuk untuk menunjukkan keberanian. Tapi pejuang sejati tidak butuh itu. Mereka berani karena hati mereka."  "Aku tahu!" jawab Surya sambil menatap Okta dengan pandangan tak percaya. Ia tak menyangka Okta bisa bicara sebijak itu.  Namun, wibawa itu hanya bertahan kurang dari tiga detik, sebab Okta langsung menambahkan: "Aku tak buruk dalam hal pidato, kan? Baris-baris ini aku contek dari drama sandiwara ‘Merdeka atau Mati’!"  "Oh, ya, bagus sekali!" Surya menanggapi dengan senyum miring.  Okta memang dijuluki "Aktor", karena suka berakting di sela-sela perang. Itu juga impiannya sejak lama.  Saat itu, Belanda sudah kehilangan kesabaran.  "In

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 9

    "Saudara-saudara sebangsa!" suara bergetar dari radio tua di pos pertahanan:"Pukul empat pagi ini, tanpa pernyataan perang maupun ultimatum, pasukan Belanda melancarkan serangan ke berbagai kota penting di Jawa dan Sumatra. Pesawat-pesawat mereka telah membombardir Yogyakarta, Semarang, Palembang, dan Surabaya. Serangan Belanda yang begitu mendadak ini adalah sebuah pengkhianatan yang tidak pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah bangsa beradab..."Semua orang mendengarkan dengan tegang. Suara radio itu akhirnya berakhir dengan beberapa kalimat penyemangat, sebelum berganti menjadi suara "gemerisik" yang mengganggu."Itu tadi suara Komite Luar Negeri Republik yang bicara!" jelas Mayor Wiratmaja dengan wajah muram.Mendengar kata-kata itu, ruangan seketika sunyi.Surya menarik napas lega.Pidato itu memang tidak menyebutkan bahwa pasukan kita di garis depan terdesak mundur... tentu saja, hal seperti itu tak boleh diumumkan terbuka, apalagi dalam siaran untuk seluruh rakyat.Namun, ada

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status