Share

Bab 8

Author: Zhar
last update Last Updated: 2025-09-16 17:01:25

“Omong kosong! Tak tahu malu kau, Surya!”

Tiba-tiba sang instruktur meledak, memecah keheningan yang menekan ruangan. “Ulahmu jelas! Dugaan penuh motif busuk, akhirnya kelihatan juga ekor rubahmu. Kau ini pengkhianat, budak Belanda, pendosa tanah air!”

Sambil berteriak, ia langsung mencabut pistol dari pinggangnya.

“Joko!” Mayor Wiratmaja menahan gerakannya dengan satu tangan, menepis moncong pistol agar tak diarahkan ke Surya.

“Mayor, apa kau tidak mengerti?” sang instruktur hampir berteriak histeris. “Bukti sudah jelas! Orang ini pasti dibeli Belanda! Dia sengaja menyebar kepanikan supaya kita meninggalkan benteng. Begitu kita kabur, Belanda tinggal masuk tanpa perlawanan!”

“Tapi kita tidak tahu itu!” jawab Wiratmaja, matanya menatap tajam.

“Mana mungkin pasukan kita sudah mundur total? Baru beberapa jam sejak serangan dimulai! Ingat, pasukan Divisi Militer dan barisan laskar rakyat juga ditempatkan di sekitar sini!”

Wiratmaja mengeraskan suaranya: “Kalau begitu, kenapa sampai sekar
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 10

    "Mau minum sedikit?" Okta diam-diam menyodorkan sebotol arak hasil rampasan dari gudang logistik Belanda kepada Surya, yang kemudian buru-buru merebutnya dari tangan Okta sebelum botol itu jatuh.  "Tidak!" Surya menggelengkan kepalanya. Ia harus tetap berpikir jernih.  "Jangan pedulikan apa kata mereka!" kata Okta. "Orang-orang Belanda itu mabuk untuk menunjukkan keberanian. Tapi pejuang sejati tidak butuh itu. Mereka berani karena hati mereka."  "Aku tahu!" jawab Surya sambil menatap Okta dengan pandangan tak percaya. Ia tak menyangka Okta bisa bicara sebijak itu.  Namun, wibawa itu hanya bertahan kurang dari tiga detik, sebab Okta langsung menambahkan: "Aku tak buruk dalam hal pidato, kan? Baris-baris ini aku contek dari drama sandiwara ‘Merdeka atau Mati’!"  "Oh, ya, bagus sekali!" Surya menanggapi dengan senyum miring.  Okta memang dijuluki "Aktor", karena suka berakting di sela-sela perang. Itu juga impiannya sejak lama.  Saat itu, Belanda sudah kehilangan kesabaran.  "In

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 9

    "Saudara-saudara sebangsa!" suara bergetar dari radio tua di pos pertahanan:"Pukul empat pagi ini, tanpa pernyataan perang maupun ultimatum, pasukan Belanda melancarkan serangan ke berbagai kota penting di Jawa dan Sumatra. Pesawat-pesawat mereka telah membombardir Yogyakarta, Semarang, Palembang, dan Surabaya. Serangan Belanda yang begitu mendadak ini adalah sebuah pengkhianatan yang tidak pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah bangsa beradab..."Semua orang mendengarkan dengan tegang. Suara radio itu akhirnya berakhir dengan beberapa kalimat penyemangat, sebelum berganti menjadi suara "gemerisik" yang mengganggu."Itu tadi suara Komite Luar Negeri Republik yang bicara!" jelas Mayor Wiratmaja dengan wajah muram.Mendengar kata-kata itu, ruangan seketika sunyi.Surya menarik napas lega.Pidato itu memang tidak menyebutkan bahwa pasukan kita di garis depan terdesak mundur... tentu saja, hal seperti itu tak boleh diumumkan terbuka, apalagi dalam siaran untuk seluruh rakyat.Namun, ada

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 8

    “Omong kosong! Tak tahu malu kau, Surya!”Tiba-tiba sang instruktur meledak, memecah keheningan yang menekan ruangan. “Ulahmu jelas! Dugaan penuh motif busuk, akhirnya kelihatan juga ekor rubahmu. Kau ini pengkhianat, budak Belanda, pendosa tanah air!”Sambil berteriak, ia langsung mencabut pistol dari pinggangnya.“Joko!” Mayor Wiratmaja menahan gerakannya dengan satu tangan, menepis moncong pistol agar tak diarahkan ke Surya.“Mayor, apa kau tidak mengerti?” sang instruktur hampir berteriak histeris. “Bukti sudah jelas! Orang ini pasti dibeli Belanda! Dia sengaja menyebar kepanikan supaya kita meninggalkan benteng. Begitu kita kabur, Belanda tinggal masuk tanpa perlawanan!”“Tapi kita tidak tahu itu!” jawab Wiratmaja, matanya menatap tajam.“Mana mungkin pasukan kita sudah mundur total? Baru beberapa jam sejak serangan dimulai! Ingat, pasukan Divisi Militer dan barisan laskar rakyat juga ditempatkan di sekitar sini!”Wiratmaja mengeraskan suaranya: “Kalau begitu, kenapa sampai sekar

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 7

    "Dia hanya tersihir oleh orang Polandia!" Mayor Wiratmaja menyela instruktur itu. "Dan, sebenarnya, saya tidak yakin, karena kita tidak tahu apa-apa!""Mayor!" Instruktur itu merendahkan suaranya dan berkata kepada Mayor Wiratmaja:"Meski kita tidak tahu, kita tidak bisa menoleransi pernyataan seperti ini..."Mayor Wiratmaja berpikir sejenak, lalu mengangguk setuju.Setelah terdiam beberapa saat, dia menoleh ke Surya lagi."Namamu Surya, bukan?""Ya, Mayor!""Aku bisa mengerti pikiranmu, Surya!" kata Mayor Wiratmaja."Aku bahkan berpikir kau benar, pertempuran ini belum akan berakhir secepat ini. Tapi... kau tahu, ini masa yang luar biasa, kita tidak bisa berkata seperti itu, mengerti?""Ya!" jawab Surya. "Saya mengerti, Mayor!""Bagus sekali!" Mayor Wiratmaja mengangguk. "Kalian boleh kembali!""Tapi Mayor..." Instruktur itu tidak puas dengan keputusan Mayor Wiratmaja."Ini keputusan saya, Komandan Joko!" kata Mayor Wiratmaja dengan nada tegas."Jika ada masalah, saya akan bertanggu

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 6

    Surya dikawal ke markas oleh dua prajurit sinyal, satu di depan dan satu lagi di belakang.Mayor Wiratmaja ternyata cukup sopan. Ia mempersilakan Surya duduk di kursi, menuangkan segelas air, lalu berkata sambil menenangkan,"Tenang saja, Nak. Saya cuma mau tanya beberapa hal. Biar jelas untuk kita semua.""Baik, Mayor," jawab Surya, meski matanya masih gelisah melirik ke arah Komandan Joko yang berdiri di samping Mayor Wiratmaja.Komandan itu kelihatan puas, jelas dari wajahnya ia merasa sudah membuktikan sesuatu."Saranmu itu bagus sekali!" ujar Mayor Wiratmaja sambil mondar-mandir di depannya. "Maksud saya, jarak 500 meter itu. Kami pakai sarannya waktu menahan serangan terakhir Belanda kemarin!""Itu memang kewajiban saya, Komandan Mayor," jawab Surya cepat.Benar juga, pikirnya. Kalau serangan Belanda waktu itu tidak berhasil dihalau, ia sendiri mungkin sudah tewas."Tapi..." Mayor Wiratmaja menyipitkan mata, "kenapa kamu bisa tahu detail perlengkapan Belanda? Bahkan soal jangkau

  • Gerilya Di Balik Seragam   Bab 5

    “Ini bentengnya! Ini bentengnya! Bertahan... tunggu bantuan, tunggu bantuan!”Seorang prajurit komunikasi terus mencoba mengirimkan sinyal lewat radio usang yang sudah berderak-derak. Namun hasilnya nihil, tak ada jawaban, hanya suara desis.Mayor Wiratmaja, yang berjaga di pos radio, menghela napas panjang. Keningnya berkerut dalam. Ia tahu ini perang, ia tahu lawannya Belanda dengan persenjataan modern. Tapi pertanyaan di kepalanya tak berhenti berputar di mana pasukan kita yang lain? Kapan bala bantuan datang? Apa langkah berikutnya?Segalanya serba tak pasti.“Aku rasa ini bukan serangan kecil, Mayor,” ujar instruktur lapangan, “Benteng ini jalur penting. Kalau Belanda bisa merebutnya, mereka bisa langsung menekan pasukan kita di pedalaman.”“Kita tidak bisa memastikan, Joko,” jawab Mayor Wiratmaja singkat, “Yang jelas kita dalam masalah besar... dan butuh bantuan secepatnya.”Ia berhenti sejenak, lalu menambahkan pelan, “Tapi itu jangan pernah kau bilang ke anak-anak prajurit.”M

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status