Pukul sebelas malam Selena baru memasuki rumah. Gadis itu memutar film di tv besar dan mewah yang ada di dalam kamarnya. Selena terus menguap sepanjang jalan pulang tadi, tapi begitu sampai rumah rasa kantuknya menghilang.
Gadis itu berganti pakaian nyaman dan menghapus make up tipis di wajahnya. Selena menyandarkan tubuhnya di sofa, ia tidak fokus dengan film di depannya. Selena menghela napas, ingatannya terus tertuju pada pemuda bernama Libra.
"Kenapa sih Libra Libra Libra terus?" amuknya pada diri sendiri.
Selena melihat ponselnya bergetar, ada notifikasi chat. Nomor tak dikenal. Tapi Selena tahu siapa itu.
Teman mengobrolnya tadi, Vina yang menjodohkan. Namanya Rafael, putra tunggal pemilik hotel ternama. Kaya, tampan, dan lebih tua dari Selena. Dia mahasiswa semester akhir. Kalau dilihat-lihat dia adalah tipe Selena.
Wajahnya tidak membosankan, lesung pipi yang muncul ketika Raf
Selena menaruh tangan di pinggang, ia menyipitkan mata melihat hasil dekorasinya di rooftop kampus. Gadis itu tersenyum bangga dengan hasil karyanya. "Aswa harus bayar gue lebih untuk ini," katanya. Selena memberi saran untuk menyatakan cinta di rooftop kampus saat malam hari. Suasananya akan romantis dan berkesan pastinya. Selena mendekorasi sendiri setelah selesai kuliah tadi. Ia menatap foto cantik Miss Anna mengelilingi rooftop, meniup balon dan menaruhnya di atas lantai. "Gila sih, apa gue jadi WO aja ya kalau lulus?" "Wah bagus, keren parah." Aswa bertepuk tangan melihat bunga, balon, foto Anna, dan meja yang akan digunakan untuk makan malam nanti. Ia mengusap puncak kepala Selena, ia tahu betul kalau Selena bisa diandalkan. "Ini kalau sampai ditolak gue bakar nih gedung," ujar Selena. Aswa tertawa terbahak. Ia melirik jam, masih pukul lima so
Ruang tamu keluarga Selena sangat besar dan luas tapi membuat Libra sesak napas. Padahal ini bukan pertama kalinya Libra ke rumah gadis itu, tapi ia tetap merasa gugup. Libra memainkan tangan, pikirannya terus mengumpati dosennya sendiri. Siapa lagi kalau bukan Aswa. Ucapan pria pintar itu membuatnya sangat malu dan tampak bodoh. Libra menatap tajam Selena yang menahan tawa. "Ketawa aja engga usah ditahan." "HAHAHAHAHAHAHA!" Libra mengumpat, dilihatnya Selena yang terus tertawa sampai air matanya keluar. "Ketawa aja sepuasnya terus balik ke kamar. Wajah lu masih pucat tuh." Selena mengerjap, ia bahkan lupa kalau dia sakit. Gadis itu menyentuh pipi, dahi, dan lehernya. "Masa, sih? Tadi udah engga papa, kok." Libra berdecak. "Dari mana sih lu? Keluyuran aja," katanya. Selena menyandarkan tubuhnya ke kursi. Ia tersenyum tipis menatap Libra. "Dari taman depan perumahan,
Selena menggandeng tangan Libra mesra begitu berjalan di koridor. Ia menikmati tatapan iri sekaligus kagum dari mahasiswi lain, apalagi ia bisa melihat Kiran yang baru saja akan memasuki kelas bersama Astra. Ah, mereka semakin dekat saja kalau dipikir-pikir. Selena berhenti melangkah ketika Libra menahannya. "Biarin yang lain masuk kelas dulu." Selena mengernyit. "Memang kenapa kalau kita duluan?" Selena berbinar senang ketika menyadari sesuatu. "Ah, kamu mau semua orang tahu kan kalau kita pacaran? Kamu mau mempublikasikan di kelas duluan, 'kan ya? Iyasih, anak kelas bakal bocor ke anak kampus yang lain. Kamu pinter banget, sih." Libra hanya tersenyum, Selenanya menjadi lebih cerewet sekarang. Ia melihat jam tangan, sudah waktunya. Libra menarik tangan Selena untuk masuk ke kelas. Pintunya tertutup, membuat Selena mengernyit. Tidak biasanya. Awas aja kalau sengaja ditutup biar dia dan Libra engg
Astra yang melihat Kiran jatuh langsung berlari menghampiri gadis itu. Melihat reaksi Kiran yang diam saja tanpa kata, pemuda itu menaruh tangannya di leher dan lutut Kiran. Dengan wajah khawatir membawa gadis itu ke mobilnya. Astra tahu apa yang terjadi, dia bersama Kiran sebelum gadis itu nekat menghampiri Selena. Astra tidak datang sewaktu Libra ada di sana. Menurutnya sudah seharusnya Kiran mundur, Libra sudah ada yang punya. Lagi pula, Kiran itu cantik. Mendapatkan cowok tampan akan sangat mudah untuknya. Tapi, harus Astra tentunya. Mobil sedan hitam milik Astra keluar dari area kampus. Ada jam kuliah lagi sebenarnya, tapi Astra tidak peduli. Ia yakin Kiran juga tidak akan peduli. Astra mengambil tisu di atas dashboard mobil, menaruhnya di atas pangkuan Kiran. Tidak ada yang mengeluarkan sepatah katapun. Bahkan ketika mobil Astra sudah berhenti di parkiran kebun binatang.
"Woooo oke, sampek sini dulu latihannya," kata Aldo mengakhiri sesi latihan sore itu. Acara festival band kurang dua hari lagi. Mereka memutuskan latihan sore ini menjadi latihan terakhir. "Ini kita besok masih tampil ke Mister, profesional ya," kata Kevin. Libra mengangguk. Ia merogoh ponselnya, memberi kabar pada Selena. Libra sudah terbiasa sekarang memberi kabar pada Selena. Kalau dulu saat merasa lelah atau ada masalah dia akan menghabiskan malam dengan bermain game, sekarang Libra justru menemui Selena atau menelepon gadis itu. Kalau kata Aldo dan Kevin sih dia sudah jadi bucin tingkat dewa. Tapi, tidak masalah untuk Libra. Dia senang-senang aja, kok. "Cewek gue bakalan dateng pas festivalnya," kata Libra. Aldo mengernyit, seperti itu ya ternyata kalau punya pacar. Dulu manggilnya Selena sekarang cewek gue. Aldo jadi diam-diam merasa sedih, nama The Stupid sepertinya dikhususkan
I don't even know how I can talk to you nowIt's not you, the "you" who talks to me anymoreAnd, sure, I know that sometimes it gets hardBut even with all my love, what we had, you just gave it up Thought we were meant to beI thought that you belonged to meI'll play the fool insteadOh, but then I know that this is the end, oh-oh Congratulations, glad you're doin' great (Oh)Congratulations. How are you? Okay? (Oh)How could it be so fine, can see it in your eyesThe same look that you gave me that kills me inside, oh I don't even need to ask, yeah, I know you too damn well, yeahI can see that smile and can tell that you did more than move onI hate that you're happy, I hope that you can't sleepJust knowing that I could be with somebody newThat I'd be just like you So, hey, there's a couple things I should say to youI promise I'd be good if I could, but
Selena masih asik tidur di alam mimpi ketika Libra masuk ke dalam kamarnya. Pemuda itu menepuk pipi Selena dengan pelan, berharap gadis itu akan bangun. Libra menghela napas pelan ketika Selena hanya bergumam saja dan kembali melanjutkan tidurnya. "Kamu kuliah gak sih?" Selena dengan kesadaran yang mengambang langsung membuka matanya, Ia langsung duduk kemudian menoleh ke Libra. Melihat wajah bantal Selena membuat Libra tersenyum, pacarnya itu memang dalam keadaan apapun pasti cantik. "Kok kamu bisa masuk sini?" "Sama Mama suruh kesini, kamu sulit bangun, tumben." Selena menggaruk rambutnya dengan malas, Ia juga menguap. "Aku berantakan banget ya, pasti jelek." Libra mengedikkan bahunya. "Emang, cepetan mandi sana. Aku tunggu di bawah." Libra menutup pelan pintu Selena lalu dia berjalan ke bawah menuju ruang tamu. Ma
Libra memegangi pipinya yang telah menerima tamparan dari Selena. Pemuda itu menatap gadisnya tak percaya. Bagaiaman bisa? Kenapa? Kenapa Selena melakukannya? "Kamu engga bisa Lib bersikap seperti itu kepada Mamamu!" hardik Selena. Gadis itu merasakan napasnya memburu. Ia tidak pernah tega saat melihat orang tua di kasari oleh anaknya sendiri. Selena pikir Libra akan bersikap baik pada siapapun, terutama pada ibunya sendiri. Libra menatap nanar Selena. "Kamu engga tahu apapun, jadi diam saja." Kalimat dingin dari Libra membuat Selena bungkam. Alif juga menelan kembali kata-kata yang akan keluar dari tenggorokannya. Ia tadinya berniat mencegah Libra karena menurutnya memang sudah kelewat batas. "Kamu harus minta maaf sama mamamu," kata Selena dingin. Aura bar-bar yang selama ini mengendap jika ada Libra kini menguar. Gadis itu merasa geram dan marah sekali, ia jengkel. Sangat jengkel. Libra menatap Selena dalam. Tidak bisakah gadis itu