Di kantor, Kaisar terus saja mematut layar ponsel pintarnya, padahal di meja kerja ada beberapa berkas yang harus dia periksa. Baginya sekarang, telpon atau SMS dari si Elsa lebih penting dibanding berkas-berkas pekerjaannya itu.
Kaisar juga tak mempedulikan, saat sekretarisnya datang meminta tanda tangannya. Dia malah menyuruh sang sekretaris keluar dari ruangannya dengan gerakan tangan mengusir. Sang sekretaris yang seorang pria sebaya dengannya itu pun keluar dengan wajah masam.
"Apa gue telpon Elsa itu aja ya?" Kaisar bertanya sendiri seolah menimbang-nimbang. Dia sudah tak sabar. Sedang Elsa belum memberinya kabar.
"Ah, nanti besar kepala pula tuh cewek," putusnya seraya mencebik bibir. Ponselnya ia taruh di meja kerja sementara Kaisar sendiri beranjak dari kursi kebangsaan, meregang otot-otot yang tersembunyi di balik kemejanya itu yang sudah lama tidak dibawa ke gym.
"Nara, gue pastiin sebentar lagi kita akan ketemu. Dan gue pastikan juga, lo akan jadi milik gue seutuhnya." Kaisar menyeringai lebar seolah wajahnya ditarik dari sisi kiri dan kanan, hanya dengan membayangkan wajah memberengut Nara yang tidak bisa mengelak lalu berakhir menjadi miliknya.
Elsa bilang Nara butuh duit, kan?
Kaisar punya rencana, dan ia yakin pasti berhasil. Waktu itu, Nara bisa saja menolaknya. Kaisar pastikan kali ini Nara sendiri yang meminta jadi miliknya.
TING.
Bunyi ponsel berdenting yang menandakan ada pesan masuk itu seketika membuat bola mata Kaisar berbinar. Dia menyambar ponsel pintarnya, membuka pesan dari nomor tak dikenal yang diyakini adalah nomor Elsa, karena Kaisar memang tak berniat menyimpan nomor gadis cacing itu.
Kaisar menyeringai seraya menyambar kunci mobilnya.
"Bos, mau ke mana? Ini ada berkas yang harus ditanda tangani." Sekretarisnya yang berdiri menunggu di depan pintu ruangan coba menahan langkah Kaisar.
"Entar aja deh. Gue lagi sibuk. Oh ya, belikan gue kartu perdana yang baru ya." Perintahnya sembari melambai dengan posisi badan membelakangi dan berjalan menjauh.
Sementara itu di kampus. Kinara sedang menunggu Rega di depan kelas pacarnya itu, masih ada sisa lima belas menit sebelum kelas berakhir. Kinara yang cacing dalam perutnya sudah berdemo minta dikasih makan, masih setia menunggu demi bisa makan bareng Rega.
Namun, Kinan dibuat terkejut sekaligus kegelian karena ponsel di dalam saku celana jeansnya bergetar. Dengan malas, dia membuka pesan yang rupanya dari Elsa.
"Nara, please, ada yang gue mau omongin sama lo. Penting. Gue tunggu di parkiran ya."
Ngapain lagi sih dia? Mau minta gue gantiin kerja di klub lagi? Mengingat kejadian malam itu, Kinara bergidik ngeri. Sampai kapanpun dia tidak akan pernah menginjakkan kaki apalagi masuk ke tempat hiburan malam semacam itu.
Dengan lancar, jarinya mengetik pesan balasan seraya memaju mundurkan bibirnya.
"Malas gue. Lo cari teman yang lain aja."
"Gue bukan mau minta lo gantiin gue kok. Serius deh." Nara seolah bisa melihat Elsa mengacung dua jarinya tanpa muka bersalah. Dasar cewek satu itu.
Kalau bukan untuk itu, lalu kenapa ngajak ketemu? Bukannya Kinara udah bilang kemarin, nggak mau berteman lagi. Kinara terus saja menggerundel, ketika tiba-tiba ada pesan masuk dari Rega.
Secepat kilat Kinara membuka pesan. "Ra, sorry ya, gue ada jam tambahan setengah jam lagi. Kalau lo lapar, duluan aja. Entar gue nyusul."
Kinara membuang nafas panjang. Padahal dia telah menunggu lama, rupanya Rega malah ada jam tambahan. Menyebalkan. Tahu begitu, dia pergi ke cafetaria aja dari tadi mengisi perut. Kinara lalu meninggalkan tempat dia menunggu Rega tadi.
Namun, alih-alih menuju ke kantin, langkah kaki Kinara malah membawanya ke parkiran. Seolah ada sesuatu dalam kepalanya berbisik pada alam bawah sadarnya, agar ia berjalan menuju arah sana. Tempat di mana Elsa menunggunya.
Kinara menghentakkan kakinya kuat-kuat ke aspal ketika Elsa melambai tangan padanya dengan gayanya yang genit. Astaga. Kenapa sih Kinara sempat berteman dengan gadis seperti Elsa itu? Bisa-bisa dia ketularan genit.
"Ada apaan sih? Gue sibuk ya. Cepetan ngomong!" ketus Kinara, seraya memandang ke arah lain. Dia sebal melihat muka Elsa.
Tapi, bukannya ngomong, Elsa malah mengulum senyum, seraya mengetuk kaca jendela dari mobil yang jadi sandarannya. Dari dalam mobil, seseorang yang tidak lain tidak bukan adalah Kaisar memberikan Elsa sebuah amplop coklat berisi uang sesuai yang mereka sepakati.
"Sorry ya, Ra. Gue nggak bermaksud menjual lo, kok. Orang ini cuma minta gue nemuin dia sama lo. Itu aja." Mendengar Elsa minta maaf, Kinara sontak menoleh, soalnya dia tak paham maksud ucapan Elsa tentang menjualnya. Dan betapa terkejutnya dia, mendapati pria yang malam itu di klub telah mencuri ciuman pertamanya.
"Loh, kok dia? Sa, lo ngapain bawa gue ketemu dia?" Kinara protes, tapi Elsa tak mendengarnya lagi karena gadis genit itu sudah berlalu meninggalkannya.
Menyisakan Kaisar yang tengah memamerkan senyum kemenangan ke arahnya. Melihatnya, Kinara merasa jengkel, meremas kuat baju kaosnya dengan tatapan mata yang memancarkan kilat.
Kenapa harus bertemu si bajingan ini lagi sih? Kenapa juga dunia sesempit ini sampai Kinara harus bertemu dengan orang yang sama lagi? Elsa, awas ya lo!
"Halo, sweety!" Lalu telinga Kinara berdesing ketika mendengar panggilan si bajingan itu untuknya.
Sweety? Pacar?
***
Kinara sudah cukup kesal ketika Elsa mengirimi pesan mengajak bertemu, dan tanpa rasa bersalah, gadis genit itu malah mempertemukannya dengan pria yang waktu itu di klub malam yang telah mencuri ciuman pertamanya. Parahnya lagi, pria itu juga tampak memamerkan senyum puas ke arahnya. Menyebalkan sekali, bukan?Lalu, panggilan macam apa itu tadi?Sweety? Pacar? Fix, nggak salah lagi. Selain bajingan, pria itu benar-benar sudah gila. Apa jangan-jangan dia pasien rumah sakit jiwa yang lepas?Tidak ingin bertemu dan punya masalah dengan pria gila itu, Kinara berlari menjauh dari area parkiran, mencari tempat persembunyian yang dikira aman, gudang yang terletak di belakang cafetaria kampus. Lagian ngapain sih dia sampai nyari gue ke mari?Saat sedang bersembunyi, Kinara mendengar cacing dalam perutnya berdemo minta dikasih makan. Dia pun mering
Di rumahnya setelah makan malam sederhana bersama nenek, Kinara langsung meluru ke kamar. Dia sedang tidak ingin berbincang soal apapun, ingin tidur dan melupakan kejadian tak mengenakkan tadi siang. Kinara lelah merutuki dirinya sendiri yang bisa-bisanya menerima tumpangan Kaisar yang ingin mengantarnya pulang, walaupun pada akhirnya berhenti di tengah jalan.Duh, kenapa jadi membahas Kaisar lagi sih?Kinara menutup kepala dan telinganya dengan bantal berharap suara-suara aneh tidak merasukinya. Dia ingin tidur saja, semoga yang tadi itu semua mimpi.Satu menit.Lima menit.Hingga sepuluh menit waktu berjalan yang di dominasi detak jam dinding dan kesunyian malam, Kinara rupanya tak kunjung tertidur. Memejam matanya sejenak, buka lagi, pejam lagi, buka lagi, begitu seterusnya hingga ia
Nara benar-benar bermimpi indah. Saking indahnya itu mimpi, terasa seperti nyata. Seorang gadis dengan baju kaos putih kebesaran dan celana pendek yang diduga adalah dirinya sendiri sedang bermain kejar-kejaran dengan seorang pemuda tampan yang mirip Rega. Mereka bermain kejar-kejaran di bibir pantai. Anehnya, disitu ada jemuran kain yang berkibar-kibar lalu mereka berlari melewatinya.Seperti dalam drama Korea saja, kan? Ah, Kinara sampai senyam-senyum dalam tidurnya."Ayo, Ra! Kejar gue! Kalau berhasil, gue kasih hadiah." Begitu kata Rega dalam mimpinya sambil terus berlari, meminta Nara mengejarnya.Nara pun tak mau kalah, dengan sekuat tenaga dia berlari, tapi anehnya, makin dikejar, makin Rega menjauh darinya. Apa-apaan sih ini?Wajah Nara dalam tidurnya sempat merungut, karena Rega tak kunjung berhasil dia raih, padahal d
Sejenak Nara tertegun, antara kaget dan bingung hendak menjawab apa atas pertanyaan Rega. Tidak mungkin dia bilang, kalau ada penguntit yang kemarin pernah mencoba mengikutinya, kan? Yang ada, Rega malah khawatir. Tidak mungkin juga kalau dia bilang, ada pria yang naksir sama dia dan mengejarnya sampai ke rumah. "Hmm? Oh, itu nggak ada apa-apa kok. Gue cuma takut kita telat naik bus. Makanya gue nyeret lo lari-lari kayak tadi." Nara mengarang alasan, tapi kedengarannya masuk akal, dan Rega percaya. "Oh, begitu ya? Gue kira kenapa." Rega tersenyum lega dengan tarikan nafas yang mulai teratur. Sorry ya, Ga, gue terpaksa bohong. Ini demi kebaikan kita kok. Nara yang duduk di samping jendela, memilih untuk memandang ke luar, pada jalan raya yang ramai lancar di jam berangkat kerja pagi ini. Dia sedang menata hatinya yang tak enak karena sudah berbohong dengan Rega. Sumpah, tidak enak sekali berbohong dengan pacar, Nara semacam punya ketakutan tersendiri. Bagaimana kalau suatu waktu t
"Ih, gue kan udah minta maaf waktu itu. Lo nya aja yang nggak dengar.""Maaf lo bilang? Enak aja. Kesalahan lo sama gue tuh dobel tau nggak, Sa. Nggak bisa kelar dengan kata maaf doang."Nara tak main-main dengan ucapannya. Begitu melihat Elsa, dia langsung berlari sambil meneriaki nama gadis itu. Beberapa orang yang berada di sekitar melihat, tapi Nara tidak ambil pusing. Dia cuma ingin membuat perhitungan dengan Elsa. Elsa yang menyadarinya sempat berlari menghindar, tapi seolah mendapat kekuatan super, langkah Nara saat berlari jadi dua kali lebih panjang membuatnya cepat sampai pada Elsa dan langsung menjambak rambut keriting bergelombang itu. "Tapi, nggak gini juga caranya, Ra. Sakit banget tau. Mana ini rambut gue baru siap disambung, rusak deh jadinya," keluh Elsa yang kepalanya di tekan ke bawah oleh Nara dan rambutnya serasa mau lepas dari kulit kepala. Aiuuuh, sakit sekali.
Rega baru tiba di gedung belajarnya, tepatnya di lantai 3 ketika sayup-sayup dia mendengar suara keributan. Pemuda yang kesehariannya berpenampilan santai namun tetap sopan itu sontak melongo ke bawah, mencari sumber keributan tersebut. "Siapa sih yang berantem? Kurang kerjaan banget." Karena posisinya nun jauh di atas, Rega tak dapat melihat siapa yang berantem, apalagi beberapa orang tampak berkerumun. Dia pun mengangkat bahu, memilih untuk bersikap masa bodoh. Toh, tidak ada hubungan dengannya juga, kan? Lain halnya kalau yang berantem itu Nara, baru Rega rasa khawatir dan akan turun tangan melerainya. Kalau perlu, dia akan membuat lawan berantem Nara kapok biar tidak mengganggu lagi. Sampai, dua orang cewek datang dari bawah membicarakan sesuatu yang membuat Rega terasa lain. Awalnya dia tak mau ambil pusing, kini dia berakhir menguping. Eh, nggak menguping sih, karena kedua cewek itu ngobrol biasa saja, bukannya sambil bisik-bisik. "Itu yang berantem anak manajemen nggak sih?
“Ngapain lagi sih lo di sini? Masih nungguin Nara?”Elsa berada di parkiran kampus siang menjelang sore itu ketika mata jelinya tertangkap siluet wajah Kaisar berada dalam mobil yang jendelanya terbuka sebagian. Dari jarak beberapa meter saja, wajah Kaisar sudah terlihat begitu mempesona, membuat Elsa buru-buru menghampiri. Gadis itu penasaran tingkat dewa kenapa Kaisar masih saja nekat menemui Nara. Apa dia tak tahu Nara sudah punya pacar? Apa tidak ada gadis lain yang mau dipepet? Elsa sendiri, misalnya. Ck!“Ya iyalah, Nara. Siapa lagi? Nggak mungkin lo.” Kaisar melempar tatapan geli ke arah Elsa, seolah gadis itu adalah belut yang sangat dia benci. “Kali aja lo nungguin gue.” Elsa menyahut dengan percaya diri tanpa tersinggung ucapan Kaisar sebelumnya.“Jangan ngarep. Gue tuh sornya sama gadis kayak Nara, bukan kayak lo gini.” Alih-alih sebal karena berdebat dengan gadis nggak penting seperti Elsa ini, Kaisar malah membayangkan ada Nara yang duduk di sampingnya, tersenyum menggo
Kinara alias Nara ingin sekali membejek-bejek wajah sok mempesona pria yang tengah menyetir dengan santai di sampingnya, tapi dia urung melakukannya. Walhasil, dia hanya meremas kedua tangannya yang sudah kepalang gatal. Bagaimana tidak kesal? Untuk kedua kalinya, dia tak mampu mengelak ajakan Kaisar naik ke mobil mewahnya. Kaisar pasti mengira dia gadis murahan karena mau-mau saja diajak naik ke mobil. Habisnya, kalau tidak begitu, pria gila itu tak akan berhenti membunyikan klakson mobilnya. Cantika juga, gencar sekali mengirimi pesan membuat Nara menghela nafas berkali-kali. Gadis itu seolah sudah terpesona dengan ketampanan Kaisar. Duh, siapa sih yang tampan? Jangan ngomong ngaco deh thor. “Ra, kamu di bawa ke mana sama pria tampan itu? Kamu nggak beneran selingkuh sama dia, kan?”Cantika sedang mengetik...“Ra, jawab dong. Gue penasaran banget nih. Dia tampan, mapan juga, kamu jangan tergoda ya!”Cantika sedang mengetik...“Ra, jangan lama-lama ya. Aku tungguin kamu, kita ke t