Hati yang begitu tegar dan tulus, itu yang Evelyn lihat dari Edzard. Dia semakin terpesona dengan sosok baik hatinya. Baru ia tahu, pernikahan sang atasan karena sebuah keinginan. Lelaki tersebut mengemban tanggung jawab besar dengan menerima tawaran, sungguh malang. Perhatian yang Edzard berikan untuk Rere, Evelyn melihat ada secercah cinta dari pandangannya. Edzard memang baik namun, Evelyn paham benar perhatian untuk istrinya itu berbeda. Pasti sakit rasanya melihat orang yang dicintai malah mencintai orang lain. Merasa tidak rela sang idola patah hati. Sebagai fans tersembunyi Edzard, Evelyn akan selalu ada menyangatinya. Wanita itu berusaha meyakinkan diri, menekan segala rasa jika tidaklah pantas dia si anak singkong bermimpi mendapatkan hati dari orang seperti Eszard. Ibarat pungguk merindukan bulan. Laksana siang dan malam yang tidak akan pernah menyatu karena kasta.
&
Evelyn juga tidak kalah terkejut hingga menjatuhkan sendok makan. Bayangan pasangan romantis antara sepasang suami istri sirna sudah. Evelyn bak melihat sinetron ibu mertua kejam. Dimana Edzard dan Rere adalah pemeran utamanya. Sang ibu mertua hadir di tengah kehidupan harmonis para pemain utama. Karena alasan keturunan, sang ibu mertua jahat tersebut mengharapkan putranya menikah lagi. Bayangan kekejaman wanita baru hadir dalam benak Evelyn. Dia membayangkan bagaimana menderitanya Rere kala tinggal serumah dengan madunya, sangat mengenaskan pasti.Edzard masih terbatuk, membuyarkan lamunan sesaat Evelyn. Gadis itu kemudian bangkit memungut sendoknya. Dia meletakkan sendok tersebut di meja kemudian mengambil sendok yang baru."Abang baik-baik saja?" tanya Rere kembali menepuk-nepuk pundak E
Evelyn menjelaskan presentasinya dengan gamblang, rencana pelaksanaan yang telah dipersiapkan bersama rekan kerja yang lain tadi pagi, Edzard sangat menatap gadis itu dengan takjub. Mendapatkan sekretaris yang begitu cakap dan pekerjaan adalah hal sulit. Ditambah dia seorang wanita, semua hadirin di rapat tersebut bertepuk tangan. Mereka memuji kemampuan Evelyn. Namun, tidak berbangga diri, dia hanya mengatakan semua pekerjaan tidak akan semudah itu tanpa rekan kerjanya. Sikap ramah, mudah membaur dan tidak sombong pada kemampuannya. Membuat Edzard semakin tertarik untuk lebih mengenal Evelyn. Selesai rapat, mereka berhambur keluar dari gedung pertemuan yang sebelumnya telah di sewa. Begitu pula dengan Edzard dan juga Evelyn yang kini telah berada di dalam mobil. Mereka menuju ke hotel tempat menginap, pelan Evelyn memposisikan mobilnya di tempat parkir hotel. Keduanya kemudian turun, Edzard yang turun lebih dahulu menunggu Eve
Di sudut ruang pesta nan mewah, ada beberapa orang berdiri dengan kebingungan, mereka saling pandang, tatapan tajam dari Edzard bak burung elang siap mencengkram mangsa. Menakutkan, sangat membuat semua orang yang dia lirik merinding. Ketiga orang tersebut tidak dapat berkutik. Mereka menunduk mirip seorang murid yang ketahuan bolos gurunya. Suara riuh pesta terdengar tidak menyurutkan niat Edzard meminta penjelasan kepada dua orang lelaki dan seorang wanita tersebut. Evelyn meraih pundak Edzard, mencoba menenangkan hati atasannya. "Sebaiknya kita kembali ke pesta Pak, semua orang mulai mencari Anda," ujar Evelyn. "Aku hanya butuh penjelasan mereka saat ini Eve," ujar Edzard tatapannya tidak beralih kepada ketiga orang tersebut. &
Nayla tampil anggun dalam balutan dress di bawah lutut, midi dress kerah v neck, lengan panjang berbahan, silk polyester, berwarna hijau kebiruan, dengan motif bunga-bunga. Riasannya terlihat natural, rambut bagian bawah dibuat ikal, sangat cantik berkat salon langganan milik Kenzo. Namun, kehadirannya di pesta membuat Edzard, sang kakak sirap hati. Panjang lebar Nayla menjelaskan kepada sang kakak. Tidak ada amarah di mata Edzard, hanya sedikit kekhawatiran saja. Pasalnya Nayla tidak pernah ke luar kota bersama lelaki. Edzard kemudian membiarkan adiknya menikmati pesta bersama tunangannya. Sedangkan Kenzo langsung dikerubuti para pengusaha, yang begitu mengelu-elukannya. Dia menggunakan dalih menemani Edzard ke pesta. Kedua pemuda tersebut langsung menjadi pusat perhatian.Evelyn kemudian menyingkir ke belakang agar tidak terdesak kerumunan. Dia tersenyum menyaksikan du
Riuh suara banyak orang menggema. Di pesta yang semakin riuh, dentuman suara musik semakin menambah gaduh. Usai menjawab beberapa pertanyaan dari rekan bisnis, aku dan Kenzo berjalan menuju ke sebuah meja. Dimana Akbar bersama Nayla turut duduk manis menanti kami. Akbar terlihat berbincang dengan beberapa orang yang menyapa lalu pergi. Mereka berdua tersenyum menyambut kedatangan kami. Aku mengalihkan pandang ke arah lain mencari Evelyn."Kalian berdua saja, Eve dimana?" Alu memincingkan mata ke arah sepasang sejoli tersebut bergantian."Kami tidak tahu Bang, kan tagi Mbak Eve bareng Abang," ujar Nayla yang sesekali terlihat menguap.Aku menghela napas panjang nan berat. Melihat jam tangan telah hampir menunjukkan pukul dua bel
Langkahnya gontai, entah berapa gelas dia minum. Namun, tingkahnya ini mirip orang mabuk yang habis minum banyak. Sepertinya tubuh Eve memang tidak memiliki toleransi pada alkohol. Dia semakin meracau, bernyanyi lagu yang aku sama sekali tidak tahu, suaranya lirih, namun terdengar merdu. Aku bergegas keluar lift hendak membawa ke kamarnya. Baru aku sadar ada Nayla di sana. Kepalaku pusing memikirkan, apa kata Nayla jika dia tahu Eve seperti ini. Masih dilanda kebimbangan, Eve kembali merangkulku, kali ini kedua tangannya bergelayut di leher. Tatapannya terlihat sayu namun menggetarkan hati. Aku benar-benar tidak sanggup mengelak pesonanya. Kewarasanku hampir hilang, dalam hati kecil menolak. Namun, kaki ini malah melangkah berjalan masuk ke dalam kamar. Badan terasa sangat panas dingin seketika, jantung, yah, jantung ini semakin meronta-ronta dengan letupan tidak beriramanya. Aku membimbing Evelyn duduk di pojok ranjang, memeja
Sekali lagi teriakan Evelyn terdengar melengking, ada kebahagiaan tersendiri menggodanya, seperti sebuah hiburan. Tawa ini meledak, menggema ruang kedap suara, melihat wajah cantik itu kebingungan. Kulit lembut pipinya itu sangat halus terasa, kala tangan ini menyentuhnya. Aku tengah duduk di pojok ranjang saat ini, menatap wajah wanita yang seharusnya tidak aku sentuh. Namun, naluri lelaki dalam diri meronta-ronta. Terbesit rasa bersalah, ada hati seorang istri yang harus aku jaga. Rere, gadis cantik itu, meski pernikahan kami bukan sesuatu hal yang, entahlah. Sulit menjabarkan dengan kata, napas ini terasa berat terhela. Aku kembali menatap Evelyn, manik mata kami bertemu pandang. Wajah cantik itu cukup menyita perhatian, ada gejolak rasa yang menyergap dada. "Berhentilah berteriak, dan pergilah mandi Eve," ucapku lirih.
Bukan ucapan salam manis yang harus diterima. Melainkan nada tinggi namun, masih terdengar merdu melengking di pendengaran. Suara ibu terdengar syahdu begitu marah. Aku tebak Nayla menceritakan hal yang tidak-tidak pada ibu. Aku menghela napas mencoba mendengarkan ceramah ibu yang panjang sangat. "Apa yang kamu lakukan anak nakal, Ibu menyuruhmu menikah lagi tidak mau tapi malah meniduri anak orang. Ibu tidak pernah mengajarkan kamu berbuat hal tidak terpuji seperti itu," berondong ibu di akhir alunan yang mirip rapper dadakan, ucapannya panjang dan terlontar dengan cepat. Aku menghela napas berat kemudian menggelengkan kepala. "Ibu, semua hanya salah paham," sanggahku. "Salah paham jidatmu, Nayla melihat kau dan Evely