Compartir

15. Pagi yang Berisik

Autor: Dezaa_Author
last update Última actualización: 2025-12-12 00:38:25

“Kau sudah bangun?”

Shenina membuka mata. Ia mengedip beberapa kali, menyadari ruangan ini bukan ruang ganti tempat terakhir ia ingat. Bau sprei, aroma kayu, dan udara dingin AC semuanya terasa asing, tapi jelas mewah.

“Shenina. Ayo pakai bajumu.”

Suara berat itu membuatnya refleks menoleh. Leon berdiri di dekatnya, rambutnya masih sedikit basah, wangi sabun pria memenuhi udara.

“Tuan? Kau membawaku ke mana semalam?” tanyanya sambil melirik sekeliling. Ia sudah tahu jawabannya, tapi ingin memastikan.

“Kau seharusnya tahu.” Leon menjawab datar.

Benar. Ini rumah keluarga Karlsson. Lebih tepatnya kamar Leon. Shenina tersenyum kecil. Leon sudah berani membawanya sejauh ini meski status mereka belum resmi.

Shenina bangkit dari ranjang, masih tanpa sehelai kain pun, lalu berjalan mendekati Leon yang sedang merapikan kemejanya. Ia mengambil dasi dari tangan Leon, lalu memasangkannya perlahan ke kerah pria itu.

Gerakan Shenina tenang, tetapi tubuhnya jelas sengaja ditegakkan agar kulit mereka
Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App
Capítulo bloqueado

Último capítulo

  • Godaan Panas Sang Asisten CEO   24. Drama Maria

    “Cukup sampai di sini permainanmu, Leon. Kau tidak bisa mengambil keputusan tanpa persetujuanku.”Maria terus menyudutkan putranya. Tapi reaksi Leon masih tetap sama, berdiri dengan postur tegap dan arogan. Sorot matanya setenang kutub utara yang dingin, tidak goyah sedikit pun meski perempuan yang menghadangnya adalah ibunya sendiri.Angin malam berdesir pelan, namun ketegangan di antara mereka justru semakin panas.“Jika Mama hanya ingin mengatakan hal seperti itu,” Leon membuka suaranya tajam, “aku akan pergi.”Leon memutar tubuhnya. Shenina menunggu. Ia tidak akan membiarkan Shenina sendirian lama-lama. Tapi, suara Maria berikutnya membuat pria itu berhenti melangkah.“Bagaimana bisa kau melamar gadis tanpa latar belakang yang jelas, Leon?!”Nada itu meninggi, mengandung kemarahan dan kepanikan.Leon hanya menghela napas pelan.“Bagaimana jika kau hanya dimanfaatkan?“ lanjut Maria, racun kini mulai menetes jelas dari bibirnya. “Gadis seperti itu, tidak pernah puas hanya dengan sa

  • Godaan Panas Sang Asisten CEO   23. Saat Lengah, Bahaya Datang!

    “Aku tidak bisa, aku akan menikah dengan seseorang.”Mata Leon berkilat penuh ancaman seolah ia baru saja mendengar genderang perang yang ditabuh. Tangannya mencengkram gelas anggur seolah ia bisa meremukkan sekarang.“Apa maksud jawabanmu, Shenina?” Ucapnya semakin dingin seperti bola salju.Tapi wajah shenina tetap tenang, senyumnya justru semakin menggoda emosi pria itu.“Ya, jika aku menjawab seperti itu, kau akan melakukan apa, Tuan?”Kesabaran Leon kini patah. Ia berdiri dan menyambar cincin di meja, lalu rahangnya mengeras saat memcengkram tengkuh Shenina dan menarik wajah gadis itu ke arahnya.Tanpa aba-aba, bibir Leon menabrak bibir shenina dengan kasar. Ciuman itu terlalu kesar hingga Shenina bisa merasakan cairan hangat yang mengalir dari bibirnya sendiri.“Sial,” Shenina mendesis dalam hati. Meski begitu, matanya tetap menyala.“Kau tidak boleh mempermainkan aku, Shenina.” bisik Leon penuh ancaman. Nafasnya yang panas menghantam kulit gadis itu. “Kau tidak tahu berapa bany

  • Godaan Panas Sang Asisten CEO   22. Ditolak?

    Panggilan di ponsel Leon masuk tepat ketika ia merapikan manset jasnya di depan cermin hotel.Nama Eren muncul di layar.Leon menatapnya sesaat sebelum menggeser layar dan menjawab singkat, “Ya.”Di seberang sana, suara Eren terdengar ringan dan santai. “Kau di Berlin?”Leon mengambil jam tangannya, memasangnya dengan presisi. “Sejak kemarin.”Eren tertawa kecil. “Aku sudah menduganya.”Leon berhenti sejenak. “Kau terlalu banyak tahu.”“Sulit tidak tahu,” jawab Eren tenang. “Saham keluarga Louise semakin anjlok pagi ini. Kudengar di kantor sedang mengalami kekacauan kecil karenamu —” ia berhenti sebentar, lalu melanjutkan, “—tuan Louise sungguh kehilangan pengaruhnya.”Leon tidak menanggapi pujian itu. Ia hanya berkata datar, “Itu memang yang terjadi.”“Tanpa bantuanku,” Eren menambahkan, kali ini nadanya mengandung kekaguman yang jujur. “Kau benar-benar menaklukkan mereka sendirian.”Leon mengaitkan jasnya, lalu melangkah ke arah jendela. Pemandangan Berlin malam terhampar di hadapan

  • Godaan Panas Sang Asisten CEO   21. Tantangan Baru : Bermain di Mobil

    “Shenina, mari kita menikah—”“Eren, besok aku akan menikah dengan seseorang—”Eren tersentak.Dadanya seolah diremas kuat ketika kalimat itu menghantamnya tanpa ampun. Napasnya tercekat, pandangannya bergetar.Di balik bahu Shenina, ada sosok seorang pria tinggi berdiri tegap. Bayangannya mengintimidasi. Eren berusaha memfokuskan pandangan, memaksa matanya mengenali wajah pria itu—siapa dia sebenarnya?Namun sebelum wajah itu benar-benar terlihat—Eren tiba-tiba membuka matanya, terbangun.Ia terduduk dengan napas memburu, dadanya naik turun tak beraturan seolah baru saja berlari. Kemeja yang dipakai sudah lembap oleh keringat, rambutnya sedikit basah di pelipis. Tangan Eren refleks mencubit pipinya, memastikan rasa sakit yang diterima.“Hanya mimpi,” gumamnya pelan.Eren mengusap wajah, menarik napas panjang berulang kali, mencoba menenangkan diri. Mimpi itu terasa terlalu nyata. Seolah alam bawah sadarnya sendiri sedang mempermainkannya.Pandangan Eren jatuh pada jam tangan di perg

  • Godaan Panas Sang Asisten CEO   20. Eren Melamar?

    “Eren!”Suara itu menghantamnya lebih dulu sebelum tubuh ramping itu menabraknya pelan.Eren refleks mematung. Tangannya terangkat ragu lalu berhenti di udara. Ia belum siap, tapi juga tidak ingin melepaskan. Pelukan ini terasa familiar, seperti sesuatu yang pernah ia rindukan diam-diam, sejak salam perpisahan yang seharusnya sederhana, tapi justru tertinggal lama di kepalanya.Shenina mendongak. Wajahnya memerah, matanya melebar seolah baru menyadari apa yang ia lakukan.“Oh—maaf, Eren. Aku kelepasan,” katanya cepat sambil mencoba mundur.Namun Eren justru menahan tubuh itu pelan, tidak erat dan memaksa. Hanya cukup untuk mengatakan bahwa ia tidak keberatan. Ia membalas pelukan itu pelan, hampir hati-hati.“Tidak apa-apa, Shenina,” ucapnya lembut.Ia sungguh tidak menyangka akan bertemu Shenina lagi. Di Berlin. Kota yang terasa asing, tapi tiba-tiba menjadi hangat hanya karena kehadiran gadis itu.“Bagaimana bisa kau ada di sini?” tanya Eren sambil menoleh ke sekitar, refleks mencari

  • Godaan Panas Sang Asisten CEO   19. Kemenangan Leon

    Leon tiba tepat waktu.Gedung keluarga Louise berdiri angkuh dengan arsitektur klasik yang sengaja dipertahankan untuk menegaskan satu hal: kekuasaan mereka sudah ada bahkan sebelum Leon Karlsson belajar berjalan.Namun langkah Leon tetap tenang saat ia melewati lorong marmer itu. Jasnya rapi, wajahnya datar seperti biasa, sikapnya… terlalu sopan untuk seorang pria yang baru saja menghancurkan pertunangan.Pintu ruang kerja itu terbuka.Tuan Louise sudah duduk di balik meja besar dari kayu ek tua, punggungnya tegak, tongkat kesayangannya bersandar di sisi kursi. Tatapannya tajam, penuh perhitungan—tatapan seorang pria yang terbiasa melihat orang lain runtuh di hadapannya.Leon membungkuk sopan. Ia begitu formal tanpa emosi.“Terima kasih sudah meluangkan waktu, Tuan Louise.”Keheningan menggantung beberapa detik sebelum pria tua itu tertawa pendek dan penuh kekecewaan.“Aku sudah tahu untuk apa kau datang,” katanya akhirnya. “Dan sejujurnya, Leon… aku sangat kecewa.”Leon duduk dengan

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status