Home / Urban / Godaan sang tante / Bab 1 Jadi Selingkuhan

Share

Godaan sang tante
Godaan sang tante
Author: TnaBook's

Bab 1 Jadi Selingkuhan

Author: TnaBook's
last update Last Updated: 2025-02-14 02:58:29

"Gimana Van? Apa lo cocok tinggal di sini?" tanya Badru, teman Revan yang memberitahu tempat kos sederhana ini pada Revan.

"Lumayan sih, rapih dan bersih. Sekarang tinggal cari kerja sampingan nih. Lo ada channel gawean nggak buat gue?" tanya Revan.

"Gue denger dari anak-anak, ada lowongan sopir pribadi. Gajinya lumayan, kerjanya juga nggak ribet. Yang penting lo bisa bawa mobil dan punya SIM."

"Sopir pribadi? Buat siapa?" tanya Revan dengan nada penasaran.

"Katanya buat orang kaya di kawasan elit. Lo bisa sambil kuliah juga, soalnya mereka fleksibel asal lo bisa diandalkan," jawab Badru sambil menyulut rokoknya.

Revan terdiam sejenak, mempertimbangkan. Ia memang butuh pekerjaan, dan menjadi sopir sepertinya tak terlalu buruk. Ia juga punya SIM A, jadi syarat itu tak jadi masalah.

"Oke, gue mau coba," ujar Revan akhirnya. "Lo tahu alamatnya?"

Badru menyerahkan secarik kertas kecil dengan alamat yang tertera. "Ini, gue dapet dari kenalan gue. Coba aja, siapa tahu mereka cocok sama lo."

"Thanks Dru, besok gue coba ke sana deh." Revan memasukan kertas tersebut ke dalam tas ranselnya yang sudah lusuh.

Revan baru saja menyewa kamar kecil di sudut gang yang cukup nyaman untuk ukuran kantong mahasiswa semester empat sepertinya.

Namun, Revan tahu betul, uang tabungannya tak akan bertahan lama. Ia butuh pekerjaan sampingan secepat mungkin.

Keesokan harinya, Revan berdiri di depan sebuah gerbang tinggi berwarna hitam. Rumah yang menjulang di baliknya sangat megah, dengan taman luas dan deretan mobil mewah di garasi. Ia sempat merasa ragu, namun akhirnya memberanikan diri menekan bel di samping gerbang.

Tak lama kemudian, seorang pria paruh baya dengan seragam security menghampirinya. "Ada perlu apa, Mas ?" tanyanya dengan ramah.

"Saya mau melamar jadi sopir pribadi. Katanya ada lowongan di sini," jawab Revan dengan sopan.

Si penjaga memandang Revan dari ujung kepala hingga kaki, lalu mengangguk.

"Tunggu sebentar, ya. Saya kasih tahu Bu Elma dulu." Security itu bergegas masuk ke dalam rumah besar itu.

"Bu Elma?" gumam Revan pelan menyebut calon bosnya itu.

Ia membayangkan wanita bernama Elma itu adalah sosok seorang wanita paruh baya yang angkuh, seperti bos-bos besar pada umumnya.

Tak berapa, security rumah itu kembali lagi dan menyuruh Revan masuk ke dalam.

"Mari ikut saya, Bu Elma sudah menunggu," ujarnya mengajak Revan masuk.

"Silakan tunggu di sini, Mas," ujar security,

menunjuk ke sebuah sofa di ruang tamu yang luas.

Revan duduk dengan hati-hati, merasa asing di tempat semewah ini. Tak lama kemudian, suara langkah sepatu hak terdengar, dan seorang wanita muncul. Rambutnya yang hitam tergerai rapi, wajahnya cantik dengan aura kharismatik yang begitu kuat. Ia mengenakan setelan kerja elegan

Elma mempunyai bentuk tubuh yang aduhai dengan melon besar yang menghiasi penampilannya. Pikiran Revan yang kotor telah membayangkan jika ia bisa memainkan melon segar itu. Pasti nikmat rasanya.

"Ehem...!"

Dehaman Elma membuyarkan lamunan Revan dan membuat pria itu sedikit gugup.

Elma duduk di depan Revan, menatapnya dengan dingin namun penuh wibawa.

Kesan pertama yang Revan rasakan saat melihat calon majikannya itu adalah cantik dan seksi. Tubuhnya terlihat cukup sin tal dan padat. Sungguh sangat beruntung pria yang jadi suaminya. Namun ia juga merasa kalau Elma ini adalah wanita yang galak dan tegas membuat Revan sedikit merinding.

"Kamu yang melamar jadi sopir pribadi?" tanyanya langsung, suaranya tegas. Ia memandang Revan dari ujung kepala hingga kaki.

"Iya Bu, nama saya Revan," jawab Revan dengan sopan.

"Kamu tinggal di mana sekarang?"

"Saya baru pindah ke kos-kosan di daerah Tebet, Bu. Dekat kampus saya."

"Oh jadi kamu mahasiswa?" Elma sedikit terkejut dengan status Revan yang seorang mahasiswa.

"Iya, Bu. Saya kuliah semester empat di jurusan Ekonomi," jawab Revan dengan santai.

Elma mengangkat alisnya. "Mahasiswa sambil kerja? Bukannya itu berat?"

"Mungkin berat, Bu. Tapi saya sudah terbiasa membagi waktu. Saya harus kerja untuk membiayai kuliah saya."

Elma menatapnya beberapa detik, mencoba membaca kesungguhan di wajah pemuda itu.

"Pernah jadi sopir sebelumnya?" lajut Elma.

"Belum, Bu. Tapi saya punya SIM A, dan saya sering mengemudi untuk keluarga atau teman. Saya juga cepat belajar." "Oke. Bagaimana dengan jadwal saya? Kadang saya butuh sopir pagi-pagi sekali, kadang malam hari. Kamu bisa fleksibel?"

"Selama saya tahu jadwalnya lebih awal, saya bisa atur, Bu. Kuliah saya kebanyakan pagi atau siang, jadi saya bisa bekerja di luar jam itu."

"Tanggung jawabnya besar. Kalau saya ada acara penting, saya tidak mau ada kesalahan. Kamu yakin bisa diandalkan?"

"Saya yakin, Bu. Saya selalu serius dengan pekerjaan saya."

Elma kembali memandangi Revan, kali ini dengan sorot mata yang lebih lembut, seolah melihat sesuatu yang menarik.

"Baiklah, saya beri kesempatan. Tapi ini masa percobaan. Kalau kamu tidak bisa memenuhi ekspektasi saya, kamu harus mundur."

"Terima kasih, Bu. Saya akan bekerja keras." Revan tersenyum sumringah. Ia senang karena langsung diterima bekerja.

Elma mengangguk, lalu berdiri. "Besok pagi jam tujuh kamu sudah harus di sini. Pakaiannya harus rapi dan jangan terlambat."

"Siap, Bu." Revan mengangguk mantap.

Revan berangkat lebih awal, pukul tujuh kurang, agar tidak terlambat sampai di rumah Elma. Ia mengenakan pakaian serba hitam yang rapi dan menyesuaikan diri dengan seragam sopir pribadi yang diberikan. Setelah menghindari kemacetan, ia akhirnya tiba di rumah Elma tepat pukul tujuh pagi.

Begitu sampai, ia disambut oleh penjaga yang membukakan gerbang untuknya.

"Mas Revan langsung masuk saja Mas, Ibu sedang sarapan di ruang makan," ujar security itu.

"Maksudnya saya di suruh masuk langsung ke ruang makan?" tanya Revan masih bingung.

"Ya, tadi Bu Elma bilang begitu." Security itu mengangguk.

"Baiklah kalau begitu." Revan akhirnya melangkahkan kakinya menuju ruang makan rumah itu. Namun sebelum ia masuk lebih dalam terdengar suara orang yang sedang berbincang.

Revan menghentikan langkahnya dan memilih menunggu untuk sedikit menguping.

"Mas, aku ingin bercerai." Kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulut Elma saat dia dan Aditya sedang sarapan pagi itu.

Aditya terdiam sejenak, seolah mencerna kalimat itu. Ia tidak menyangka kalau Elma akan mengatakan hal tabu itu.

"Bercerai?" Aditya mengulang kata itu dengan nada datar, seolah tak merasa terkejut.

"Ya, jangan tanya alasan kenapa aku minta cerai,

tanpa aku jelaskan kamu pasti sudah tahu alasannya kan?" cecar Elma yang sudah muak sekali dengan pernikahan ini.

Baginya pernikahan ini seperti neraka karena Aditya sama sekali tidak pernah menganggapnya sebagai istri.

Lelaki itu malah lebih sering menghabiskan waktunya dengan Arumi, kekasih gelap Aditya.

Aditya hanya tersenyum tipis. Ia menatap sejenak wajah Elma yang masam.

"Jangan macam-macam El, kamu juga pasti tahu kalau kedua keluarga kita tidak akan mengizinkan perceraian ini. So, lebih baik kita jalani saja pernikahan ini dengan santai. Toh aku juga membebaskan kamu untuk mencari lelaki lain yang kamu sukai."

Kata-kata itu seperti tamparan keras bagi Elma.

Hatinya mendidih mendengar nada dingin suaminya.

"Apa maksudmu, Mas?" Elma menahan napas, mencoba mengendalikan emosinya yang mulai meledak.

"Kamu suruh aku selingkuh seperti kamu dan Arumi ?" lanjut Elma dengan kesal.

"Jangan bawa-bawa Arumi! Ini urusanku dengan kamu, tidak ada hubungannya dengan Arumi." Emosi Aditya memuncak dan seketika selera makannya rusak.

Pria itu bangkit dari duduknya dan menyambar tas kerjanya.

"Mau kemana kamu Mas, kita belum selesai!" Elma melihat Aditya bersiap pergi.

"Malas aku berdebat sama kamu, jadi lebih baik aku berangkat kerja saja." Aditya menjawab sambil berjalan keluar.

"Kenapa kamu begitu egois, Mas?" Elma tak bisa menahan amarahnya lagi.

Namun teriakan Elma tidak mendapatkan balasan apapun dari Aditya. Pria itu berjalan dengan tergesa-gesa menuju mobilnya yang sudah terparkir di depan rumah megah milik Aditya dan juga Elma.

Elma merasa seperti ada sesuatu yang patah di dalam hatinya. Dia tahu dia telah mencoba, berusaha bertahan, tetapi di hadapan suaminya yang semakin asing, dia merasa seperti wanita yang tak lagi dihargai.

"Mas, kita tidak lagi saling memahami. Aku merasa sendirian, bahkan saat kita tinggal di rumah yang sama.

Aku lelah menunggu perubahan yang tak kunjung datang," ujar Elma, suaranya perlahan melemah.

Revan yang sedang menguping menatap miris ke

arah wanita cantik yang tampak sakit hati itu. Namun kehadirannya segera diketahui oleh Elma.

"Ngapain kamu di situ?" tanya Elma dengan suara tegas. Tak ada lagi raut kesedihan di wajahnya. Elma begitu cepat mengubah suasana hatinya.

"Em... maaf Bu, saya disuruh security untuk ke sini."

Revan terlihat canggung dan berjalan menghampiri Elma.

Elma terdiam sejenak seperti sedang memikirkan sesuatu. Tak berapa lama wanita itupun mendongak dan menatap wajah Revan.

"Apa kamu sudah punya pacar?" tanya Elma tiba-tiba.

"Me-memangnya kenapa Bu?"

"Em, tapi tidak masalah kalaupun kamu punya pacar.

Begini Revan..." Elma bangun dari duduknya dan berjalan mengelilingi Revan yang masih berdiri terpaku.

"Aku akan kasih kamu uang yang sangat banyak asal kamu mau jadi selingkuhanku."

"Apa?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Godaan sang tante   Bab 51

    "Kalian semua bodoh! Bagaimana seseorang bisa menghilang begitu saja?!" Aditya menggebrak mejanya dengan keras. Beberapa anak buah Aditya tersentak kaget tapi apa mau dikata, wanita bernama Clara itu memang tidak bisa mereka temukan di manapun. Entahlah dimana wanita itu bersembunyi. Yang jelas seperti ada seseorang yang kuat yang melindunginya. "Maafkan kami Pak. Kami sudah berusaha tapi semuanya benar-benar gelap. Bahkan informasi tentang wanita itupun sudah dihapus. Kami benar-benar kesulitan untuk menemukannya." Salah satu anak buah Aditya menjelaskan situasi yang sedang mereka hadapi. "Brengsek kalian semua!" Aditya meradang dengan wajah yang merah padam menahan amarah. "Pergi kalian semua dari sini!" Aditya menguasir semua anak buahnya dari ruang kerjanya. "Bagaimana bisa dia menghilang begitu saja?" gumam Aditya dengan nada frustrasi. Ia menghempaskan tubuhnya ke kursi, memijat pelipis dengan keras. Segala upaya yang ia lakukan untuk menemukan perempuan itu tidak membawa

  • Godaan sang tante   Bab 50

    Pagi itu, dunia Aditya hancur berantakan. Berita tentang dirinya viral di media sosial, memperlihatkan rekaman video asusilanya dengan Clara. Berita tersebut menyebar seperti api, menghiasi tajuk utama di berbagai portal berita dan menjadi topik pembicaraan di mana-mana. Aditya duduk di ruang kerjanya dengan wajah tegang. Ponselnya terus berdering, pesan masuk dari klien, mitra bisnis, hingga keluarganya. Ia tidak berani membuka satu pun pesan itu. "Bagaimana ini bisa terjadi?" geramnya sambil membanting ponsel ke meja. Beberapa anak buahnya berdiri dengan wajah cemas. Mereka telah menerima perintah dari Aditya untuk menghapus video tersebut secara permanen. Namun, upaya mereka gagal karena video itu sudah terlanjur diunduh oleh banyak orang. "Maaf, Pak Aditya. Kami sudah mencoba segalanya, tapi video itu terlalu cepat menyebar," ucap salah satu anak buahnya dengan suara gemetar. Aditya memejamkan mata, menahan amarah yang membara di dadanya. Aditya terdiam, tidak mampu menjawa

  • Godaan sang tante   Bab 49

    lanjutan dari bab sebelumnya ** tender dari berbagai klien. Ia mengacak-acak rambutnya dengan frustrasi, pandangannya kosong menatap layar laptop yang menampilkan email-email penolakan dari mitra bisnis. "Arumi, di mana kamu sebenarnya?" gumam Aditya dengan nada penuh keputusasaan. Sudah berminggu-minggu ia mengerahkan semua anak buahnya untuk mencari keberadaan Arumi, namun hasilnya nihil. Tidak ada petunjuk, tidak ada jejak, bahkan kabar samar sekalipun. Satu per satu anak buahnya yang tidak mampu memberikan hasil langsung dipecat tanpa ampun. Kini ia merasa sendirian, tenggelam dalam masalah yang semakin menumpuk. Tidak hanya Arumi yang menjadi beban pikirannya. Sidang perdananya semakin dekat, dan itu membuatnya tertekan. Kasus gugatan perceraian Elma membuat reputasi bisnisnya memburuk. Para klien mulai kehilangan kepercayaan, proyek besar yang seharusnya menjadi tulang punggung perusahaan kini terancam batal. "Aku bisa gila kalau terus begini," desisnya sambil menenda

  • Godaan sang tante   Bab 48

    Elma duduk di ruang praktik Karina, kedua tangannya saling menggenggam erat di atas pangkuannya. Wajahnya menunjukkan kecemasan yang tidak biasa, sementara Karina memandang sahabatnya itu dengan penuh perhatian. "Elma, apa saja yang kamu rasakan sekarang?" tanya Karina lembut sambil menyentuh tangan Elma. Elma menghela napas panjang sebelum menjawab. Aku tidak tahu, Karin. Akhir-akhir ini aku merasa aneh. Kadang aku mual tanpa alasan, aku jadi terlalu sensitif terhadap bau, dan... rasanya tubuhku jadi mudah lelah." Karina tersenyum tipis, tetapi sorot matanya menunjukkan keyakinan. "Elma, aku bukan mau menakutimu, tapi dari apa yang kamu ceritakan, aku rasa . kamu sedang hamil." "Benarkah?" Elma membelalakan matanya. Karina tersenyum merekah. "Aku memang belum pernah merasakan rasanya hamil tapi setiap pasienku yang hamil keluhannya rata-rata seperti itu. Kenapa tidak coba kita periksa aja?" Karina tampak antusias. "Apa mungkin aku hamil?" Elma masih tidak percaya.

  • Godaan sang tante   Bab 47

    Agus, anak buah terpercaya Aditya, menjalankan perintah majikannya dengan penuh kehati-hatian.Setelah memastikan suasana di sekitar apartemen Karina sepi, dia segera bergerak. Dengan keahliannya dalam membuka kunci otomatis, pintu apartemen itu terbuka tanpa menimbulkan suara sedikit pun.Namun, saat Agus menyelinap masuk, ia mendapati apartemen itu dalam keadaan kosong. Tak ada tanda-tanda aktivitas, tak ada suara, dan tak ada siapa pun di dalam.Lampu di ruang tamu menyala redup, dan aroma ruangan terasa netral, seperti baru saja dibersihkan. Agus memperhatikan sekeliling dengan cermat. Rak buku rapi, sofa tampak tidak tersentuh, dan meja makan kosong tanpa peralatan apa pun. Dia mengerutkan kening, merasa ada yang aneh."Ke mana mereka?" pikir Agus.Agus mulai memeriksa ruangan satu per satu. Ia masuk ke kamar utama, membuka lemari, bahkan memeriksa bawah tempat tidur. Namun, tak ada satu pun barang yang memberi petunjuk tentang keberadaan Karina atau Arumi.Di dapur, Agus menemuk

  • Godaan sang tante   Bab 46

    "Surat apa ini, Aditya?" suara Tuan Wirya menggema, dingin namun penuh amarah. "Apa Elma akan menceraikanmu?"Aditya tertegun. Kata-kata itu seperti petir yang menghantam dadanya. Dia menatap amplop di tangan ayahnya dengan perasaan bercampur aduk, sementara pikirannya dipenuhi berbagai kemungkinan buruk yang mungkin terjadi.Namun sebelum dia sempat menjawab, Tuan Wirya melempar surat itu ke meja di depannya. "Lihat sendiri apa yang telah kamu lakukan, Aditya!" bentak Tuan Wirya dengan suara yang semakin meninggi.Aditya, dengan tangan sedikit gemetar, meraih surat itu. Matanya mulai membaca, dan wajahnya perlahan berubah pucat. Isi surat itu adalah surat pengajuan gugatan perceraian yang dilakukan oleh Elma terhadapnya. Berikut jadwal sidang perdana yang harus ia hadiri.Aditya menatap nanar kertas di tangannya dengan tangan gemetar. Ia tidak menyangka kalau Elma akan secepat ini mengajukan gugatan perceraian terhadapnya."Kamu lihat hasil perbuatanmu itu Aditya? Kamu sudah merusak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status