Beranda / Romansa / Good Papa, Bad Husband / 2 - Keegoisan Cinta

Share

2 - Keegoisan Cinta

Penulis: Di_evil
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-09 21:37:57

Wirya baru saja keluar dari kamar mandi dan tak melepas sedetik pun waktunya dalam memusatkan atensi pada sosok Latri yang tengah duduk di atas kasur.

Punggung wanita itu menyandar santai di kepala tempat tidur dengan kedua kaki lurus ke depan. Walaupun, Latri tampak serius manakala sedang melakukan aktivitas membaca, tapi menurut Wirya istrinya tetap terlihat cantik.

Dan saat mata mereka berdua saling bersirobok, tatapan pria itu segera menajam, terlebih ketika dihadapkan dengan sepasang manik cokelat milik Latri yang tak memancarkan cinta untuknya. Ia memilih memerlihatkan sikap dingin kemudian.

"Ibu tadi datang ke sini."

"Aku sudah tahu." Wirya menyahuti pemberitahuan dari istrinya dengan nada datar dan memutuskan sepihak kontak mata di antara mereka.

Pria itu lantas berjalan menuju lemari pakaian yang letaknya di seberang tempat tidur. Wirya tahu bahwa Latri masih memerhatikan dirinya. Namun, disaat dalam keadaan hati memanas, ia tidak ingin peduli. Semua hanya akan membuatnya semakin menaruh perasaan pada wanita itu.

"Wi ...," Latri menggumamkan nama panggilan suaminya dengan cukup lirih. Sedikit sungkan untuk memulai obrolan.

Sementara, Wirya tak langsung ingin menanggapi. Walaupun mendengar sangat jelas suara sang istri yang baru saja menyebut namanya. Wirya lebih dulu mengambil sebuah kaus oblong warna hitam dari dalam lemari, lalu dikenakan.

Dan dikala Wirya telah membalikkan badan, setelah sempat membelakangi istrinya tadi. Ia pun masih mendapati sorot mata yang sama dari Latri dan tetap terarah padanya. Alhasil tatapan Wirya semakin menajam. Sungguh, ia tak pernah suka dipandang dengan cahaya yang redup oleh sepasang mata indah istrinya.

"Ada apa, Latri? Apa Ibu bicara yang menyakiti hatimu lagi?" tanya Wirya to the point. Bukan menjadi rahasia yang tidak pernah diketahuinya jika perlakuan dari sang ibu acapkali tak mengenakan pada Latri.

"Bukan, Wi. Ada masalah lain."

"Masalah apa?" Kali ini Wirya kembali menanggapi dengan cepat.

"Ibu bilang akan menyiapkan dokter spesialis kandungan khusus untukku."

Ketika bisa menangkap kekhawatiran yang kini terlihat di kedua mata Latri, Wirya mampu mengartikan dengan baik maksud dari perkataan wanita itu barusan. "Aku bisa mengaturnya."

"Sampai kapan kebohongan ini akan terus dilanjutkan?"

Selepas mendengar pertanyaan Latri yang menyelipkan nada keengganan kentara, maka seringaian di wajah Wirya tercipta. Sedangkan, kaki-kaki pria itu melangkah dengan cepat mendekati tempat tidur. Tatapan mata yang tajam tak dilepaskannya dari sosok sang istri.

"Kita berdua tidak harus melanjutkan kebohongan ini, kalau benar-benar mengandung anakku, Latri." Wirya berujar santai. Akan tetapi, terdapat penekanan di setiap kata.

Sesuai dugaannya, Latri pun tidak membalas dan hanya memalingkan wajah ke arah lain. Seringaian Wirya kian tampak jelas di wajahnya, cukup bertolak belakang dengan rasa sakit yang hadir di dada pria itu.

"Kenapa, Sayang? Bukannya sudah jadi hal wajar kalau anakku pantas tumbuh di rahim kamu, Latri?"

Wirya masih senantiasa menatap dua mata istrinya, meski wanita itu tidak menginginkan mereka berdua saling beradu pandang. "Kita juga sudah satu bulan lebih menikah. Tapi, kamu cuma menemaniku tidur di ranjang yang sama."

"Kapan kamu akan menjalankan tugas sebagai istri dalam melayaniku di atas tempat tidur, Sayang?" Wirya bertanya secara terang-terangan.

"Apakah kamu masih menginginkan wanita yang pernah menghabiskan malam bersama mantan suaminya?"

Decakan sinis pun dikeluarkan Wirya selepas Latri melontarkan pertanyaan sebagai serangan balik padanya. "Ck, kenapa tidak, Sayang? Aku tidak terlalu mempermasalahkan jika kamu tidur dengan mantan suamimu, Latri. Dulu aku juga pernah menghabisakn malam bersama wanita lain. Kita setimpal. Tapi sekarang, aku hanya ingin menghabiskan malam-malam yang indah denganmu."

"Aku mungkin akan menguranginya setelah minimal bisa membuat kamu hamil anakku, Latri. Apa kamu setuju, Sayang?" Wirya belum berniat untuk berhenti menyerang istrinya dengan pertanyaan yang terkesan dinadakan secara arogan.

Dan tanpa menunggu jawaban dari Latri, Wirya segera mendekatkan tubuhnya guna semakin mengikis bentangan jarak yang masih tersisa di antara mereka berdua. Seringaian sinis tak menghilang dari wajahnya.

Tangan kanan Wirya juga cepat-cepat menarik paksa tengkuk Latri, lalu melumat kasar dan menuntut bibir wanita itu yang terkatup rapat. Wirya turut membaringkan tubuh Latri di atas kasur selepas tidak mendapatkan perlawanan dalam bentuk apa pun.

"Ap...apa semua ini akan dapat membuat kamu merasa bahagia dan puas, Wi?" gumam Latri sangat pelan disela-sela ciuman Wirya yang kian liar di lehernya.

"Aku akan semakin bahagia jika kamu bisa mencintaiku, Sayang. Menjadi milikku secara utuh."

.................

Rasa kantuk sedikit pun belum juga menghampiri Latri, meskipun hampir seluruh bagian tubuhnya terasa cukup lelah setelah apa yang Wirya lakukan malam ini sebagai seorang suami. Ia sama sekali keberatan melayani pria itu, karena telah menjadi bagian dari kewajibannya selepas mereka berdua resmi menikah.

Lagipula, Wirya memperlakukan tadi dirinya dengan begitu lembut, tanpa ada paksaaan. Meski pada awalnya, pria itu sempat menunjukkan rasa amarah dan sedikit kekasaran. Watak Wirya memang keras serta mudah terbawa jika sudah marah. Tapi, Latri tahu benar bahwa Wirya ingin selalu membuat ia nyaman. Termasuk saat menyentuhnya.

"Aku mencintaimu, Sayang. Bisakah beri aku kesempatan?"

Latri memilih memejamkan kedua mata barang seperkian detik, tatkala ucapan Wirya tergiang-giang kembali di telinganya. Suara berat milik pria itu yang didominasi nada ketulusan membuatnya tidak dapat begitu saja memberlakukan pengabaian.

"Kenapa, Latri? Kenapa kamu suka menyiksaku dengan perasaan yang rasanya sakit ini?"

Rasa sesak bersemanyam cepat di dada Latri ketika ucapan lain Wirya mengusiknya. Jika boleh berkata jujur, ia masih cukup sulit membuka hati untuk Wirya sampai kini. Walau, kebersamaan dalam status sebagai pasangan yang bertunangan karena perjodohan telah disandang mereka selama bertahu-tahun.

Latri pun sangat sering menerima bukti dari perasaam Wirya, baik perbuatan atau perlakuan pria itu. Namun, hanya memiliki rasa sayang pada Wirya. Banyak alasan yang melatarbelakangi dan mengakibatkan Latri belum mampu memberikan cinta secara utuh untuk Wirya, bukan hanya karena perasaan wanita itu masih terikat pada mantan suaminya.

"Apa yang menyebabkan kamu belum tidur, Latri?"

Berbarengan dengan pertanyaan yang dilontarkan Wirya dalam nada dingin, maka Latri juga tak merasakan lagi keberadaan lingkaran tangan pria itu di pinggangnya. Dan disaat mereka harus saling bersitatap, ia kemudian hanya memperoleh sorot mata Wirya yang seakan mengintimidasi.

"Aku tidak apa-apa, cuma belum mengantuk saja," jawab Latri tenang. Tak ingin menimbulkan kecurigaan.

Keterkejutan seketika langsung melanda Latri, sedetik pasca Wirya menarik tubuhnya yang ditutupi oleh selimut dan tidak memakai sehelai benang pun. Alhasil, bentangan jarak segera mereka terkikis. Latri tak bisa berkutik manakala Wirya memangut bibirnya, ia diam. Dan tak lama, pria itu mengakhiri ciuman mereka.

"Aku tahu kamu tidak sudi atau suka melakukan ini denganku." Nada suara Wirya terdengar kian terdengar dingin.

"Tidak seperti itu, Wi," balas Latri membantah tuduhan suaminya.

"Aku tidak akan senang mendengar kebohongan kamu."

Latri tahu Wirya tidak akan mudah memercayai perkataannya. Tapi, ia ingin meyakinkan pria itu "Tidak, Wi. Aku tidak berbohong, Aku sama sekali tidak keberatan. Cum--"

"Cuma apa? Aku kurang hebat dari mantan suamimu? Benar?" Sindiran dikeluarkan Wirya secara terang-terangan.

"Bisa kita tidak membalas Arsa? Aku sudah ingin melupakan dia. Tolong mengerti, Wi." Latri meminta dengan serius. Setetes air matanya jatuh yang diakibatkan oleh hantaman rasa sesak semakin besar di dalam dada.

"Ck. Sampai kapan aku harus terus mengerti dirimu, Latri? Kamu tidak akan mungkin dapat melupakannya. Kamu tidak pernah cinta padaku."

"Aku akan belajar mencintaimu jika itu yang kamu mau, Wi," balas Latri cepat tanpa ragu. Wanita itu lantas mempertemukan bibir mereka sambil memejamkan mata rapat-rapat. Latru ingin sang suami bisa percaya, walau ia tak yakin dengan dirinya sendiri.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Good Papa, Bad Husband   25 - Laksmi Suka Adik Bayi

    Pergantian hari terasa cepat berjalan baginya, begitu juga dengan waktu. Walau satu bulan sudah berlalu sejak peristiwa tak mengenakan terjadi pada sang istri, Wirya tetap saja siaga. Tak sekalipun lengah menjaga dan mengontrol kondisi istrinya.Sikap pria itu juga jadi semakin protektif. Perhatian yang diberikan Wirya tidak pernah berkurang, sesibuk atau sepadat apa pun pekerjaannya. Pria itu tak akan menjadikan sang istri dan buah hati kecil mereka urusan yang kesekian. Ia masih sangat mengutamakan keluarga. Karena, begitu kewajibannya.Misalkan hari ini, Wirya menemani sang istri pergi lagi ke dokter spesialis kandungan guna lakukan pemeriksaan secara rutin, setiap 14 hari sekali. Mengingat usia kehamilan istrinya yang sudah menginjak 10 minggu, maka mereka harus meningkatkan pengawasan, menghindari hal tidak diinginkan."Buumm...buumm." Laksmi berucap cukup lantang seraya mencoba meniru gaya ayahnya yang sedang menyetir dan duduk n

  • Good Papa, Bad Husband   24 - Rasa Cinta Dalam

    Hingga angka di jam digital di atas meja menunjukkan tepat pukul tiga dini hari, Wirya tidak beranjak tidur. Pria itu belum sekalipun memejamkan mata. Wirya memilih menjaga istrinya. Menyiagakan diri jika terjadi sesuatu yang lebih buruk dan tidak diinginkan nanti.Sementara, Latri sudah mampu berbaring nyaman di tempat tidur mereka. Setelah rasa sakit perutnya menghilang sepenuhnya. Dan, wajah damai wanita itu, manakala sedang tertidur pun menjadi pemandangan yang sangat jarang bisa dinikmati."Aku sudah banyak membuat kamu menderita, Latri," ujar Wirya begitu pelan. Namun, nada bersalah jelas terdengar di dalam suara berat pria itu. Genggaman Wirya pada tangan istrinya kian dieratkan bersamaan dengan rasa sesal semakin menyesakkan dada.Linangan air mata serta pengutaraan ketakutan dari sang istri beberapa jam lalu masih melekat kuat di dalam benak Wirya. Sungguh, ia tak tega dan juga ikut merasakan sakit. "Mungkin permintaan maafku saja tidak akan bisa cukup.

  • Good Papa, Bad Husband   23 - Komitmen Pernikahan

    "Wirya...," gumam Latri tak keras. Nyaris seperti berbisik. Suaranya begitu kecil. "Maaf," ucap wanita itu tak enak hati."Maaf karena sikapku kasar tadi siang padamu, Wi."Beberapa hari belakangan, ia dan sang suami sudah tak lagi tidur dalam satu kamar yang sama sesuai permintaannya. Sang suani pun menurut, tidak mempunyai alasan kuat untuk menolak. Namun, saat melihat Wirya seperti malam ini, Latri menjadi tak tega dan mengasihani suaminya. "Jangan tidur di sini. Lebih baik di kasur."Wirya mampu merasakan jika ada sentuhan lembut pada pipi kanannya. Ia memilih merapatkan pejaman mata seraya meraih tangan sang istri guna digenggam erat. Wirya sangat suka momen dimana istrinya masih menunjukkan kepedulian, meski hubungan mereka kian memburuk pasca perdebatan yang terjadi siang tadi."Di sini kamu pasti tidak akan merasa nyaman untuk tidur. Pindah ke kasur, Wi." Latri coba membujuk suaminya.Wirya tak menanggapi perkataan sang istri, m

  • Good Papa, Bad Husband   22 - Amarah Kebohongan

    Ucapan Wira terus saja terngiang di telinga Wirya hingga menambah ketidaktenangan yang melingkupi dirinya. Wirya bahkan kian tak bisa berpikir jernih, konsentrasi dalam bekerja tak lagi tersisa. Ia lantas mengambil keputusan nekat, yakni membatalkan pertemuan bersama salah satu klien yang penting secara sepihak.Wirya tak ingin terlalu memikirkan konsekuensi yang akan diterima oleh perusahaan serta bisnisnya. Untuk sekarang, Wirya lebih mengutamakan penyelesaian dari masalahnya dengan sang istri. Wirya hendak mengajukan permohonan pada Latri. Berharap, istrinya bersedia mengabulkan, walauterasa berat.Untuk Wirya, tidak akan pernah mudah meminta sang istri menggugurkan calon anak kedua mereka. Ia sungguh tidak sanggup membunuh nyawa darah dagingnya. Namun, Wirya tak punya alternatif lain guna menyelamatkan sang istri."Kenapa pulang cepat, Wi? Siang ini bukannya kamu punya jadwal bertemu dengan PT. Sejahtera?" Latri bertanya, ingin mengetahui a

  • Good Papa, Bad Husband   21 -Rasa Bersalah & Pengampunan

    Wirya tak bisa menikmati sarapan dengan suasana hati damai atau tentram pagi ini. Sebab, memang aura dan suasana yang kini melingkupi dirinya dan sang istri sedang tidak enak. Efek keberanian mengungkap sederet fakta di masa lalu pada wanita itu harus bisa ia terima mulai sekarang.Semua tak akan pernah bisa sama lagi seperti sebelumnya. Hubungan mereka berdua rasanya kian jadi memburuk. Dan hal tersebut sungguh sulit bagi Wirya. Hati kecilnya tidak ingin ada perubahan.Akan tetapi, terlalu mustahil untuk dapat terkabul. Karma sedang berlaku untuknya. Wirya tidak dapat menghindari. Terlepas dari rasa sesal yang membelenggu setia."Sayang ...,"Manakala, mendengar panggilan dari sang suami, maka Latri segera memindahkan pandangan pada sepasang mata suaminya. Meski, tidak bertahan lama. Mungkin enam detik. "Ada apa?" tanya wanita itu dengan nada datar."Masih tidak enak badan? Mau aku antar ke dokter?"Latri

  • Good Papa, Bad Husband   20 - Kejahatan Busuk Suami

    Wirya baru sampai di kediamannya pada pukul sebelas malam.Dan, saat sudah injakkan kaki di ruang tamu yang masih terang oleh nyala dari sinar lampu, Wirya segera saja memusatkan perhatian ke arah sofa, di sana tampaklah istrinya sedang tertidur pulas saat ini. Wirya terpaku sejenak, kala disuguhkan pemandangan  wajah damai sang istri. Hati pria itu menghangat.Tatapan Wirya yang teduh senantiasa masih tertuju ke sosok sang istri bersamaan dengan menipisnya jarak di antara mereka karena Wirya yang juga kian berjalan mendekat ke arah sofa. Ulasan senyuman terlihat di wajah pria itu, dikala membelai secara halus pipi kiri sang istri. Sementara, pergerakan kecil ditunjukkan Latri,tatkala merasakan ada sentuhan tangan milik seseorang. Lalu, kedua matanya terbuka."Kenapa tidak tidur di kamar? Di sini udaranya dingin, Sayang." Wirya berujar dengan begitu lembut.Latri yang hendak melontarkan sejumlah kata. Namun, diurungkan. Wanita itu memilih untuk memejamkan m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status