Home / Romansa / Good Papa, Bad Husband / 7 - Kefrustrasian Wirya

Share

7 - Kefrustrasian Wirya

Author: Di_evil
last update Last Updated: 2021-05-28 13:11:29

Wirya belum pernah menginginkan sesuatu sampai harus mengorbankan harga dirinya yang tinggi. Akan tetapi, ia bahkan sangat rela untuk berlutut di hadapan ibunya semata-mata demi mengetahui keberadaan Latri yang tak kunjung ditemukannya.

Wirya sudah berupaya melakukan pencarian, namun sama sekali tidak membuahkan hasil. Kefrustrasian kian menggeroti diri pria itu.

"Tolong, Bu. Tolong katakan kemana Latri pergi sebenarnya. Aku mohon, Bu," pinta Wirya sungguh-sungguh. Ia telah kehabisan cara mendapatkan informasi dimana istrinya berada kini.

Dan Wirya sangat yakin jika sang ibu tahu tentang semua ini tanpa sedikit pun menaruh curiga bahwa ibunyalah yang ternyata merencanakan secara matang perpisahan mereka. Wirya tak berpikir sejauh itu. Kepercayaan pada ibunya masih begitu ada. Ia tidak berburuk sangka.

"Bangun, Nak."

Wirya bergeming saja saat sang ibu membantu dirinya berdiri, kemudian dibimbing duduk di atas sofa ruang tamu. Pria itu tak berdaya dan seperti kehilangan semangat hidup. Rasa hampa turut membelenggunya.

Tatapan mata Wirya semakin kosong seakan-akan tidak memiliki harapan atau cahaya di dalamnya. Ia sudah merasakan hal ini sejak Latri tak lagi di sisinya. Dan entah berada dimana. Wirya benar-benar merindukan sosok istrinya.

"Ibu tidak tahu, Nak. Bukankah Latri sendiri berpamitan ke kamu kalau dia akan pergi ke Amerika mengunjungi Pamannya? Kenapa malah bertanya balik ke Ibu?"

"Tapi, Latri sudah enam bulan tidak menghubungiku. Dia tidak memberi kabar padaku, Bu. Nomornya ikut tidak aktif. Emailku juga tidak satu pun dibalas oleh Latri!" Wirya tanpa sadar malah meninggikan suaranya.

"Sudah hubungi Paman dia?" Ibu Ratna bertanya dengan sikap tenang. Tetap menunjukkan ketidaktahuan.

"Komunikasi terakhir dua minggu lalu, Pamannya bilang Latri baik-baik saja. Tapi, aku tidak bisa percaya, Bu. Apalagi aku belum pernah bertemu langsung dengan Paman itu."

Wirya lalu memandang cukup tajam ibunya. "Apa Ibu sungguh tidak tahu Latri ada dimana sekarang? Tolong jangan berbohong padaku, Bu."

Tatapan Ibu Ratna terlihat ikut lebih menajam dari sebelumnya. "Kamu ingin menuduh Ibu? Lagipula untuk apa Ibu mengirim istrimu jauh-jauh ke Amerika?"

"Meski Ibu tidak menyukai Latri, Ibu tidak mungkin mau membuang uang hanya demi menyingkirkan wanita itu." Ibu Ratna menambahkan dengan gaya sarkasme beliau.

"Kalaupun Ibu benar-benar tidak tahu. Setidaknya Ibu melarang Latri pergi. Dia sedang hamil. Apa Ibu juga tidak tahu jika Latri mengandung anakku? Cucu Ayah dan Ibu?"

Raut keterkejutan tampak cukup jelas diperlihatkan Ibu Ratna. "Dari mana kamu tahu jika Latri hamil, Nak?"

"Aku menemukan sebuah amplop berisi hasil pemeriksaan kehamilan di laci meja rias Latri, Bu."Wirya pun menjawab dalam suara beratnya yang terdengar begitu pelan. Tiba-tiba saja sosok Latri membayangi benaknya, menimbulkan rasa sesak.

"Apa kamu yakin jika anak di rahim Latri memang benar merupakan darah dagingmu, Nak?"

Rahang wajah Wirya mengeras pasca memperoleh pertanyaan negatif dari ibunya. Ia tidak bisa terima. "Kenapa Ibu dapat berasumsi seperti itu?"

================================

Arsa berjalan mondar-mandir sambil memegang telepon genggam di sekitar areal kedatangan internasional Bandara I Gusti Ngurah Rai, untuk menunggu kepulangan seseorang dari luar negeri. Ya, benar. Orang yang dimaksud Arsa adalah mantan istrinya.

Latri memang tidak sendirian. Wanita itu ditemani Wira dan Adisti. Tak hanya mereka, sosok bayi perempuan berusia satu bulan pun juga ikut serta dalam perjalanan hari ini. Putri kecil dari Wirya yang berhasil Latri pertahankan.

Setelah menetap sementara hampir 4 bulan mengikuti fisioterapi lanjutan di Amerika. Dan memilih salah satu rumah sakit terbaik yang ada di Singapura sebagai tempat melahirkan, Latri kemudian memutuskan kembali ke Indonesia.

"Teleponnya belum aktif," gumam Arsa dengan begitu pelan ketika tidak kunjung bisa menghubungi sang adik, Adisti. Komunikasi lewat telepon ia terus coba sejak 30 menit lalu. Sorot kecemasan cukup terlihat jelas di sepasang mata Arsa jika diperhatikan secara saksama.

Rasa penasaran kian mendekap pria itu sejak tadi, terutama mengenai kondisi Latri yang sudah lebih dari 10 bulan tak pernah sekalipun ia bisa jumpai. Apalagi, ketika mengetahui mantan istrinya mengalami masalah yang terbilang rumit, maka kesabaran dirinya untuk segera bertemu wanita itu tak mampu terbendung lagi.

"Kak ...,"

Sesaat setelah suara yang Arsa yakini milik sang adik menyapa gendang telinganya, pria itu segera menengok ke belakang. Tidak butuh waktu lama bagi Arsa untuk dapat menangkap melalui indera penglihatan tiga sosok orang dewasa berbeda gender tak jauh dari tempatnya berpijak.

"Latri ...," Tanpa sadar Arsa malahan menyebut nama sang mantan istri. Ia tertegun sejenak.

Arsa bahkan tampak cukup syok dikala menyaksikan perubahan Latri. Wanita itu tidak lagi duduk di atas kursi. Akan tetapi, sudah mampu berjalan secara perlahan, meskipun masih dengan bantuan tongkat yang menyangka di masing-masing sisi tubuhnya.

"Kak Arsa sampai di sini kapan?"

Pertanyaan singkat Adisti membuat konsentrasi Arsa berhasil terpecah. Namun, belum berniat menyudahi kontak mata yang sedang terjadi di antara dirinya dan Latri. Ia tahu jika wanita itu terkejut melihatnya, seolah tak menyangka sama sekali.

"Arsa, kenapa kamu bisa ada di sini?"

"Maaf, Kak Latri. Aku yang memberi tahu, Kak Arsa." Adisti cepat-cepat menyahut supaya tidak menimbulkan kesalahpahaman.

Pegangan Latri pada kedua tongkat kian mengencang tatkala merasakan tatapan yang diperolehnya dari Arsa juga semakin intens. "Apa kamu juga tahu tentang masalahku, Sa? Adisti menceritakannya?"

"Ya, Latri. Apa aku tidak boleh tahu kamu ada masalah dan kesusahan? Sedangkan, kamu sudah selalu mencoba membantu selama ini saat aku berada dalam masa sulit?" Arsa menanggapi kemudian.

"Seharusnya kamu memberi tahu dan tidak menyembunyikan semua ini dariku, Latri," imbuh pria itu dengan lirih.

"Tenang, Kak Arsa. Jangan terlalu khawatir. Bagaimanapun Kak Latri masih menjadi kakak ipar saya. Jadi, saya pasti akan membantunya dalam kondisi apa pun juga. Saya lebih berhak daripada Anda." balas Wira sedikit sinis karena tidak suka akan sikap mantan suami kakak iparnya kini tunjukkan.

Arsa merasakan hal sama. Ia lantas melayangkan tatapan dingin sembari berucap, "Termasuk masalah yang disebabkan oleh keluargamu sendiri, Wira? Kemana perginya kakakmu si Wirya itu? Kenapa dia membiarkan Latri menderita?!"

"Sudah, Kak. Sabarlah," ujar Adisti berupaya menenangkan sang kakak yang tersulut emosi. Sementara, bayi perempuan dalam gendongannya tampak tetap terlelap dengan nyaman dan nyenyak.

"Biar saya yang akan mengurus masalah ini, Kak Arsa. Saya tahu apa yang harus dilakukan bersama Kak Latri," jawab Wira serius.

"Benar, Arsa. Aku akan selesaikan masalah ini dibantu Wira. Aku tidak mau merepotkanmu," tambah Latri seraya mengulum senyum tipis pada mantan suaminya.

================================


Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Good Papa, Bad Husband   25 - Laksmi Suka Adik Bayi

    Pergantian hari terasa cepat berjalan baginya, begitu juga dengan waktu. Walau satu bulan sudah berlalu sejak peristiwa tak mengenakan terjadi pada sang istri, Wirya tetap saja siaga. Tak sekalipun lengah menjaga dan mengontrol kondisi istrinya.Sikap pria itu juga jadi semakin protektif. Perhatian yang diberikan Wirya tidak pernah berkurang, sesibuk atau sepadat apa pun pekerjaannya. Pria itu tak akan menjadikan sang istri dan buah hati kecil mereka urusan yang kesekian. Ia masih sangat mengutamakan keluarga. Karena, begitu kewajibannya.Misalkan hari ini, Wirya menemani sang istri pergi lagi ke dokter spesialis kandungan guna lakukan pemeriksaan secara rutin, setiap 14 hari sekali. Mengingat usia kehamilan istrinya yang sudah menginjak 10 minggu, maka mereka harus meningkatkan pengawasan, menghindari hal tidak diinginkan."Buumm...buumm." Laksmi berucap cukup lantang seraya mencoba meniru gaya ayahnya yang sedang menyetir dan duduk n

  • Good Papa, Bad Husband   24 - Rasa Cinta Dalam

    Hingga angka di jam digital di atas meja menunjukkan tepat pukul tiga dini hari, Wirya tidak beranjak tidur. Pria itu belum sekalipun memejamkan mata. Wirya memilih menjaga istrinya. Menyiagakan diri jika terjadi sesuatu yang lebih buruk dan tidak diinginkan nanti.Sementara, Latri sudah mampu berbaring nyaman di tempat tidur mereka. Setelah rasa sakit perutnya menghilang sepenuhnya. Dan, wajah damai wanita itu, manakala sedang tertidur pun menjadi pemandangan yang sangat jarang bisa dinikmati."Aku sudah banyak membuat kamu menderita, Latri," ujar Wirya begitu pelan. Namun, nada bersalah jelas terdengar di dalam suara berat pria itu. Genggaman Wirya pada tangan istrinya kian dieratkan bersamaan dengan rasa sesal semakin menyesakkan dada.Linangan air mata serta pengutaraan ketakutan dari sang istri beberapa jam lalu masih melekat kuat di dalam benak Wirya. Sungguh, ia tak tega dan juga ikut merasakan sakit. "Mungkin permintaan maafku saja tidak akan bisa cukup.

  • Good Papa, Bad Husband   23 - Komitmen Pernikahan

    "Wirya...," gumam Latri tak keras. Nyaris seperti berbisik. Suaranya begitu kecil. "Maaf," ucap wanita itu tak enak hati."Maaf karena sikapku kasar tadi siang padamu, Wi."Beberapa hari belakangan, ia dan sang suami sudah tak lagi tidur dalam satu kamar yang sama sesuai permintaannya. Sang suani pun menurut, tidak mempunyai alasan kuat untuk menolak. Namun, saat melihat Wirya seperti malam ini, Latri menjadi tak tega dan mengasihani suaminya. "Jangan tidur di sini. Lebih baik di kasur."Wirya mampu merasakan jika ada sentuhan lembut pada pipi kanannya. Ia memilih merapatkan pejaman mata seraya meraih tangan sang istri guna digenggam erat. Wirya sangat suka momen dimana istrinya masih menunjukkan kepedulian, meski hubungan mereka kian memburuk pasca perdebatan yang terjadi siang tadi."Di sini kamu pasti tidak akan merasa nyaman untuk tidur. Pindah ke kasur, Wi." Latri coba membujuk suaminya.Wirya tak menanggapi perkataan sang istri, m

  • Good Papa, Bad Husband   22 - Amarah Kebohongan

    Ucapan Wira terus saja terngiang di telinga Wirya hingga menambah ketidaktenangan yang melingkupi dirinya. Wirya bahkan kian tak bisa berpikir jernih, konsentrasi dalam bekerja tak lagi tersisa. Ia lantas mengambil keputusan nekat, yakni membatalkan pertemuan bersama salah satu klien yang penting secara sepihak.Wirya tak ingin terlalu memikirkan konsekuensi yang akan diterima oleh perusahaan serta bisnisnya. Untuk sekarang, Wirya lebih mengutamakan penyelesaian dari masalahnya dengan sang istri. Wirya hendak mengajukan permohonan pada Latri. Berharap, istrinya bersedia mengabulkan, walauterasa berat.Untuk Wirya, tidak akan pernah mudah meminta sang istri menggugurkan calon anak kedua mereka. Ia sungguh tidak sanggup membunuh nyawa darah dagingnya. Namun, Wirya tak punya alternatif lain guna menyelamatkan sang istri."Kenapa pulang cepat, Wi? Siang ini bukannya kamu punya jadwal bertemu dengan PT. Sejahtera?" Latri bertanya, ingin mengetahui a

  • Good Papa, Bad Husband   21 -Rasa Bersalah & Pengampunan

    Wirya tak bisa menikmati sarapan dengan suasana hati damai atau tentram pagi ini. Sebab, memang aura dan suasana yang kini melingkupi dirinya dan sang istri sedang tidak enak. Efek keberanian mengungkap sederet fakta di masa lalu pada wanita itu harus bisa ia terima mulai sekarang.Semua tak akan pernah bisa sama lagi seperti sebelumnya. Hubungan mereka berdua rasanya kian jadi memburuk. Dan hal tersebut sungguh sulit bagi Wirya. Hati kecilnya tidak ingin ada perubahan.Akan tetapi, terlalu mustahil untuk dapat terkabul. Karma sedang berlaku untuknya. Wirya tidak dapat menghindari. Terlepas dari rasa sesal yang membelenggu setia."Sayang ...,"Manakala, mendengar panggilan dari sang suami, maka Latri segera memindahkan pandangan pada sepasang mata suaminya. Meski, tidak bertahan lama. Mungkin enam detik. "Ada apa?" tanya wanita itu dengan nada datar."Masih tidak enak badan? Mau aku antar ke dokter?"Latri

  • Good Papa, Bad Husband   20 - Kejahatan Busuk Suami

    Wirya baru sampai di kediamannya pada pukul sebelas malam.Dan, saat sudah injakkan kaki di ruang tamu yang masih terang oleh nyala dari sinar lampu, Wirya segera saja memusatkan perhatian ke arah sofa, di sana tampaklah istrinya sedang tertidur pulas saat ini. Wirya terpaku sejenak, kala disuguhkan pemandangan  wajah damai sang istri. Hati pria itu menghangat.Tatapan Wirya yang teduh senantiasa masih tertuju ke sosok sang istri bersamaan dengan menipisnya jarak di antara mereka karena Wirya yang juga kian berjalan mendekat ke arah sofa. Ulasan senyuman terlihat di wajah pria itu, dikala membelai secara halus pipi kiri sang istri. Sementara, pergerakan kecil ditunjukkan Latri,tatkala merasakan ada sentuhan tangan milik seseorang. Lalu, kedua matanya terbuka."Kenapa tidak tidur di kamar? Di sini udaranya dingin, Sayang." Wirya berujar dengan begitu lembut.Latri yang hendak melontarkan sejumlah kata. Namun, diurungkan. Wanita itu memilih untuk memejamkan m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status