Share

6 - Kehamilan

Penulis: Di_evil
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-09 21:51:36

Ketidakpercayaan masih sangat Latri rasakan, ia bahkan ingin menyangkal hasil dari pemeriksaan dokter yang menyebutkan jika dirinya sedang hamil empat bulan. Latri pun jarang memerhatikan siklus menstruasi yang kerap tak menentu. Ia enggan memusingkan. Dan seingatnya, terakhir datang bulan memang sudah lama.

Sungguh semua ini diluar prediksi yang pernah Latri pikirkan. Andai tadi ia tidak pingsan dan dilarikan ke rumah sakit, mungkin keberadaan calon anak mereka tak akan diketahui secara cepat. Latri tentu bersyukur dan merasa bahagia akan menjadi ibu lagi setelah keguguran yang sempat ia dialami beberapa tahun lalu.

Latri juga ingin segera memberi tahu Wirya perihal kehamilannya, namun hampir lima hari belakangan pria itu tak menghubunginya. Latri mengira suaminya sedang cukup sibuk dengan sejumlah agenda dalam perjalanan bisnis di luar negeri.

Sudah selama dua bulan lima hari lamanya Wirya tidak pulang, menyisakan 25 hari hingga akhirnya pria itu bisa kembali ke rumah untuk berkumpul bersama dirinya lagi. Kerinduan yang Latri akan kehadiran sosok Wirya cukup besar, terlebih sekarang ini ia tengah mengandung.

Dan kemudian, segala bentuk pikiran yang berputar indah di kepala Latri langsung buyar tatkala menyaksikan ibu mertuanya masuk ke dalam kamar dengan sorot mata tajam dan tanpa membingkai senyum di wajah sedikit pun. Seketika Latri dilanda kecemasan sekaligus ketakutan.

"Saya senang mengetahui jika kamu ternyata bisa hamil juga. Tapi, saya tidak suka dengan bayi di rahimmu, Nak Latri. Kami menginginkan cucu laki-laki, bukan perempuan." Suara Ibu Ratna begitu dingin dan menusuk.

Sementara itu, Latri masih memilih bungkam guna mendengarkan lebih lanjut kata-kata yang akan sang ibu mertua lontarkan. Perasaannya tiba-tiba tak enak. Latri tidak tahu persis apa yang terjadi nanti.

"Saya ingin memberikan jalan paling baik sebagai solusi atas permasalahan ini. Kamu pasti akan menyetujui jika masih memikirkan kebahagiaan anak saya."

"Apa yang Ibu maksud?" tanya Latri hati-hati. Karena, ia belum terlalu paham dengan arti dari perkataan ibu mertuanya.

"Kami tidak ingin memiliki cucu perempuan. Saya juga tidak pernah menyukaimu sebagai menantu. Lebih baik kamu berpisah dengan anak saya. Wirya pantas mendapatkan istri yang lebih sempurna."

"Tidak mungkin, Bu. Saya sudah berjanji pada Wirya untuk tidak akan meninggalkannya." Latri segera menyahut. Dan hal tersebut membuat sang ibu mertua bertambah geram.

"Jika kamu tetap menjadi istri anak saya. Kamu hanya bisa merepotkan dia saja, Latri! Sadar dirilah."

Sorot tajam tak hentinya Ibu Ratna tunjukkan pada menantunya. "Baik, jika kamu tidak mau berpisah dengan anak saya. Silakan gugurkan janin yang ada di dalam rahimmu. Kamu harus memilih antara Wirya atau anak kamu."

Tetesan demi tetesan air mata yang coba Latri tahan agar tidak jatuh pun kini tumpah karena hebatnya rasa sakit menghantam dadan. "Apa salah anak kami, Bu? Kenapa saya harus menggugurkannya?"

"Karena anak yang kamu kandung adalah perempuan. Sedangkan, saya dan Ayah Wirya menginginkan cucu laki-laki. Kami tidak akan menerima anakmu di keluarga kami."

Latri semakin mengisak. "Sa... saya tidak bisa melakukannya, Bu."

"Jika kamu tidak bisa menggugurkan anakmu. Berpisahlah dengan Wirya. Tinggal di Jepang sampai anak kamu lahir. Saya akan mengurus semua."

Tak rasa iba pada diri Ibu Ratna saat melihat menantunya yang menangis. Beliau bahkan telah menyiapkan sederetan kata-kata menusuk. "Saya akan menyiapkan operasi untuk kesembuhanmu. Bagaimana pun juga kamu harus kembali bisa berjalan agar dapat mengurus anakmu kelak tanpa melibatkan Wirya."

Latri tak menjawab. Ia hanya mampu bungkam. Bukan karena takut atau tidak berani. Tetapi, Latri sadar jika ia tak bisa melawan keputusan yang telah ditetapkan oleh ibu mertuanya. Berpasrah diri adalah hal terbaik yang Latri dapat lakukan.

"Saya tidak menerima bantahan dalam bentuk apa pun. Kamu cukup melaksanakan perintah saya supaya semuanya berjalan dengan benar."

Setelah puas membuat sang menantu tak berkutik, Ibu Ratna lantas pergi dari kamar tanpa menaruh sekelumit belas kasihan. Sementara itu, Latri kian dilanda kesesakan yang kuat di dada. Tapi, ia sudah bertekad untuk tegar serta tetap kuat demi anaknya dan Wirya.

"Suatu hari nanti aku pasti akan bisa membalas semua penghinaaan, juga rasa sakit ini," gumam Latri pelan disela-sela tangisannya yang belum berhenti.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Good Papa, Bad Husband   25 - Laksmi Suka Adik Bayi

    Pergantian hari terasa cepat berjalan baginya, begitu juga dengan waktu. Walau satu bulan sudah berlalu sejak peristiwa tak mengenakan terjadi pada sang istri, Wirya tetap saja siaga. Tak sekalipun lengah menjaga dan mengontrol kondisi istrinya.Sikap pria itu juga jadi semakin protektif. Perhatian yang diberikan Wirya tidak pernah berkurang, sesibuk atau sepadat apa pun pekerjaannya. Pria itu tak akan menjadikan sang istri dan buah hati kecil mereka urusan yang kesekian. Ia masih sangat mengutamakan keluarga. Karena, begitu kewajibannya.Misalkan hari ini, Wirya menemani sang istri pergi lagi ke dokter spesialis kandungan guna lakukan pemeriksaan secara rutin, setiap 14 hari sekali. Mengingat usia kehamilan istrinya yang sudah menginjak 10 minggu, maka mereka harus meningkatkan pengawasan, menghindari hal tidak diinginkan."Buumm...buumm." Laksmi berucap cukup lantang seraya mencoba meniru gaya ayahnya yang sedang menyetir dan duduk n

  • Good Papa, Bad Husband   24 - Rasa Cinta Dalam

    Hingga angka di jam digital di atas meja menunjukkan tepat pukul tiga dini hari, Wirya tidak beranjak tidur. Pria itu belum sekalipun memejamkan mata. Wirya memilih menjaga istrinya. Menyiagakan diri jika terjadi sesuatu yang lebih buruk dan tidak diinginkan nanti.Sementara, Latri sudah mampu berbaring nyaman di tempat tidur mereka. Setelah rasa sakit perutnya menghilang sepenuhnya. Dan, wajah damai wanita itu, manakala sedang tertidur pun menjadi pemandangan yang sangat jarang bisa dinikmati."Aku sudah banyak membuat kamu menderita, Latri," ujar Wirya begitu pelan. Namun, nada bersalah jelas terdengar di dalam suara berat pria itu. Genggaman Wirya pada tangan istrinya kian dieratkan bersamaan dengan rasa sesal semakin menyesakkan dada.Linangan air mata serta pengutaraan ketakutan dari sang istri beberapa jam lalu masih melekat kuat di dalam benak Wirya. Sungguh, ia tak tega dan juga ikut merasakan sakit. "Mungkin permintaan maafku saja tidak akan bisa cukup.

  • Good Papa, Bad Husband   23 - Komitmen Pernikahan

    "Wirya...," gumam Latri tak keras. Nyaris seperti berbisik. Suaranya begitu kecil. "Maaf," ucap wanita itu tak enak hati."Maaf karena sikapku kasar tadi siang padamu, Wi."Beberapa hari belakangan, ia dan sang suami sudah tak lagi tidur dalam satu kamar yang sama sesuai permintaannya. Sang suani pun menurut, tidak mempunyai alasan kuat untuk menolak. Namun, saat melihat Wirya seperti malam ini, Latri menjadi tak tega dan mengasihani suaminya. "Jangan tidur di sini. Lebih baik di kasur."Wirya mampu merasakan jika ada sentuhan lembut pada pipi kanannya. Ia memilih merapatkan pejaman mata seraya meraih tangan sang istri guna digenggam erat. Wirya sangat suka momen dimana istrinya masih menunjukkan kepedulian, meski hubungan mereka kian memburuk pasca perdebatan yang terjadi siang tadi."Di sini kamu pasti tidak akan merasa nyaman untuk tidur. Pindah ke kasur, Wi." Latri coba membujuk suaminya.Wirya tak menanggapi perkataan sang istri, m

  • Good Papa, Bad Husband   22 - Amarah Kebohongan

    Ucapan Wira terus saja terngiang di telinga Wirya hingga menambah ketidaktenangan yang melingkupi dirinya. Wirya bahkan kian tak bisa berpikir jernih, konsentrasi dalam bekerja tak lagi tersisa. Ia lantas mengambil keputusan nekat, yakni membatalkan pertemuan bersama salah satu klien yang penting secara sepihak.Wirya tak ingin terlalu memikirkan konsekuensi yang akan diterima oleh perusahaan serta bisnisnya. Untuk sekarang, Wirya lebih mengutamakan penyelesaian dari masalahnya dengan sang istri. Wirya hendak mengajukan permohonan pada Latri. Berharap, istrinya bersedia mengabulkan, walauterasa berat.Untuk Wirya, tidak akan pernah mudah meminta sang istri menggugurkan calon anak kedua mereka. Ia sungguh tidak sanggup membunuh nyawa darah dagingnya. Namun, Wirya tak punya alternatif lain guna menyelamatkan sang istri."Kenapa pulang cepat, Wi? Siang ini bukannya kamu punya jadwal bertemu dengan PT. Sejahtera?" Latri bertanya, ingin mengetahui a

  • Good Papa, Bad Husband   21 -Rasa Bersalah & Pengampunan

    Wirya tak bisa menikmati sarapan dengan suasana hati damai atau tentram pagi ini. Sebab, memang aura dan suasana yang kini melingkupi dirinya dan sang istri sedang tidak enak. Efek keberanian mengungkap sederet fakta di masa lalu pada wanita itu harus bisa ia terima mulai sekarang.Semua tak akan pernah bisa sama lagi seperti sebelumnya. Hubungan mereka berdua rasanya kian jadi memburuk. Dan hal tersebut sungguh sulit bagi Wirya. Hati kecilnya tidak ingin ada perubahan.Akan tetapi, terlalu mustahil untuk dapat terkabul. Karma sedang berlaku untuknya. Wirya tidak dapat menghindari. Terlepas dari rasa sesal yang membelenggu setia."Sayang ...,"Manakala, mendengar panggilan dari sang suami, maka Latri segera memindahkan pandangan pada sepasang mata suaminya. Meski, tidak bertahan lama. Mungkin enam detik. "Ada apa?" tanya wanita itu dengan nada datar."Masih tidak enak badan? Mau aku antar ke dokter?"Latri

  • Good Papa, Bad Husband   20 - Kejahatan Busuk Suami

    Wirya baru sampai di kediamannya pada pukul sebelas malam.Dan, saat sudah injakkan kaki di ruang tamu yang masih terang oleh nyala dari sinar lampu, Wirya segera saja memusatkan perhatian ke arah sofa, di sana tampaklah istrinya sedang tertidur pulas saat ini. Wirya terpaku sejenak, kala disuguhkan pemandangan  wajah damai sang istri. Hati pria itu menghangat.Tatapan Wirya yang teduh senantiasa masih tertuju ke sosok sang istri bersamaan dengan menipisnya jarak di antara mereka karena Wirya yang juga kian berjalan mendekat ke arah sofa. Ulasan senyuman terlihat di wajah pria itu, dikala membelai secara halus pipi kiri sang istri. Sementara, pergerakan kecil ditunjukkan Latri,tatkala merasakan ada sentuhan tangan milik seseorang. Lalu, kedua matanya terbuka."Kenapa tidak tidur di kamar? Di sini udaranya dingin, Sayang." Wirya berujar dengan begitu lembut.Latri yang hendak melontarkan sejumlah kata. Namun, diurungkan. Wanita itu memilih untuk memejamkan m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status