Home / All / Grow Up Love / Class Meeting

Share

Class Meeting

Author: Trins
last update Last Updated: 2021-03-29 15:10:47

Class meeting.

Ujian akhir semester sudah selesai. Aku masih harus mengulang Matematika dan Fisika. Di tengah pekan remedial, class meeting tetap berlangsung.

Karena jam masuk sekolah lebih leluasa selama class meeting, aku baru tiba ke sekolah jam 8.30 pagi. Sebenarnya, hari itu tidak ada jadwal remedial ataupun aktiviras berarti, kecuali melihat pertandingan basket Kelas 10 (2) melawan Kelas 10 (3).

"Tolong bawain ke kelas," Ad memberikan tasnya padaku setelah mengeluarkan t-shirt dan celana basket. Dia berlari menuju lapangan basket mengikuti pemanasan dengan pemain lainnya.

"Hisshh," aku tetap membawakan tasnya, walau agak kesal.

Di depan Kelas 10 (2), Ralina dan teman-teman sekelas duduk berkerumun. Ada yang main sambung lagu dari kata terakhir pada lirik yang dinyanyikan. Ada yang lagi jual beli cemilan dari kelas sebelah. Ada juga yang berkeliaran kejar kejaran entah karena apa.

Di dalem kelas, mereka yang asik main uno duduk melingkar di pojokan. Dua orang tampak serius curhat (curahan hati). Ada yang fokus  main battle game di laptop. Selain itu, seakan tidak terganggu suara teriak dan cekikikan, ada juga yang merem melek sambil dengerin lagu lewat earphone. Tapi, hampir semua aktivitas di dalam dan di luar berhenti lima menit sebelum pertandingan.

Di lapangan basket.

Tim Kelas 10 (2) bertanding dengan kelas 10 (3). Ad dipilih jadi ketua tim. Pertandingan dimulai jam 9.00 pagi. Sorak sorai terdengar di sekitar lapangan dan koridor depan kelas. Aku di antaranya, ikut menyemangati agar Kelas 10 (2) menang.

Pertandingan cukup sengit. Selisih angka sedikit dan saling menyusul. Di akhir-akhir pertandingan, wasit sempat mengeluarkan peringatan untuk pemain dari kedua tim. Raut wajah mulai tegang, karena sisa waktu pertandingan tinggal sedikit.

Setelah 40 menit pertandingan berlangsung, Tim Kelas 10 (2) dinyatakan menang. Euforia kemenangan dan yel-yel dari Kelas 10 (2) masih berlanjut hingga pemain ke luar dari lapangan. Dari kejauhan ketengangan di wajah Ad berubah jadi kegembiraan.

"Kerennn euy," kataku.

Ad tergeletak di lantai koridor depan kelas.

"Sebelum pulang, makan dulu yuk!" kata Ad.

"Bakso yah," pintaku.

"Iyaaa.., bakso."

Jadi siangnya Aku, Ralina, dan lima teman lainnya dari kelas kami pergi ke warung bakso. Kami berangkat lebih dulu. Ad dan pemain lainnya masih di kelas. Mereka evaluasi pertandingan dan menyusun strategi selanjutnya.

"Masih belum nyusul juga," kataku.

Ralina sempat senyum-senyum.

"Bilang aja nggak mau jauh kelamaan. Gue SMS Tian deh," Ralina inisiatif menanyakan pada salah satu pemain.

Sekitar10 menit, beberapa orang tim basket menyusul ke warung bakso.

"Tian sama Ad, mana?" Tanya Ralina.

"Lagi ketemu anak 10 (5)," jawab salah seorang.

"Siapa?" Tanyaku.

"Anak yang tiap pagi sering nongkrong di parkiran itu," jawab yang lainnya.

Aku mulai gelisah. Perasaanku tidak enak. Aku ingat siapa yang dimaksud.

"Tian bales nggak?" Aku menoleh ke Ralina.

Ralina menggeleng, tapi tidak lama Tian telepon. Ralina bilang, Tian ingin bicara padaku. Selesai mendengar apa yang Tian sampaikan, segera aku kembalikan handphone milik Ralina.

"Ay, mau kemanaaa?" tanya Ralina.

"Ke sekolah."

Aku lekas memberi uang pas ke pedagang bakso. Ternyata Ralina menyusulku.

"Kenapa sih Ay?"

"Ad jatuh katanya."

Aku tambah gelisah ingin angkot ini bisa berjalan lebih cepat. Setiap detik yang berlalu menambah kalutku. Aku ingin tau bagaimana kondisi Ad.

Tian cerita sekilas. Mereka bertengkar dengan anak 10 (5) sebelum Ad jatuh dari tangga lantai 2. Lalu Ad dibawa ke ruang UKS. Hanya itu yang diceritakan. Aku tidak tau penyebabnya apa. Terutama bagaimana keadaan Ad sekarang.

Sampai di depan gerbang, aku berlari ke ruang UKS. Tidak ada. Di sana hanya ada dua anggota eskul P3K yang sedang piket. Mereka bilang, Ad dibawa Wali Kelas ke puskesmas terdekat.

Mendengar itu, aku segera pergi dari sekolah mencari angkot kembali. Ralina masih menemaniku. Aku coba menghubungi Ad atau Tian. Hanya Tian yang bisa ditelepon. Katanya Ad sudah ke luar dari ruang dokter. Aku dan Ralina segera menyusul ke sana.

Ketemu. Aku melihat Ad. Tidak jauh dari loket pengambilan obat. Semakin dekat, langkahku mulai melambat. Aku menghampirinya perlahan. Kakiku agak lemas. Aku duduk di sebelahnya menyandarkan bahu ke kursi. Meluruskan kedua kaki. Sesaat coba mengatur nafas.

Aku melihat Ad tanpa bicara apa-apa. Tapi seakan membaca apa yang aku pikiran, Ad coba menenangkan dan minta maaf.

"Ay. Gue sama Tian duluan yah," Ralina pamit sekalian pulang diantar Tian.

"Makasih Lin. Kalian hati-hati," kataku.

Ralina memberi anggukan.

"Bye. Assalamualaikum."

"Walaikumsalam."

Ad masih terlihat sedikit meringis menahan sakit.

"Dokter bilang apa?"

"Minum obatnya. Habisin antibiotics. Salepnya diolesin tipis aja diluka."

Aku pelototi Ad. Dia harusnya tau aku kesal dan marah.

"Kok bisa sih Ad? Ngapain ketemu orang itu?"

"Ada yang harus diomongin Ay. Ya jadinya ketemu."

"Terus berantem?"

"Ya gitu," jawabnya singkat.

"Ngaco!" Aku tinggalkan Ad dan berjalan lebih dulu ke luar puskesmas.

"Bentar Ay. Jalannya pelan-pelan. Gue susah nyusul," keluh Ad.

Lantas aku berhenti. Berbalik padanya. Ad berjalan agak pincang. Ada bekas luka goresan di lenggan juga lebam dan luka di wajahnya.

"Maaf," pintanya lagi.

"Salah orang. Nanti pulang minta maaf sana sama orang tua lo!"

Ad merunduk. Aku sesuaikan langkah untuk mengimbangi kecepatannya. Sesekali saat Ad tidak memperhatikan, aku melihat kembali luka-lukanya.

Selama perjalanan pulang ke rumah, Ad cerita tentang kejadian hari ini dan penyebabnya. Aku hanya tau keduanya bertemu di eskul basket. Selama semester terakhir ini Ad dan orang itu pernah berselisih, tapi bukan berkelahi. Di class meeting puncak perselisihan keduanya. Kata Ad, kemungkinan semester ini akan jadi yang terakhir orang itu di sekolah. Orang tuanya memutuskan untuk memindahkannya. Ada pelanggaran yang dilakukan dan tidak bisa ditoleransi sekolah. Ad tidak cerita mengenai pelanggaran yang dilakukan. Aku menduga, sepertinya pelanggaran serius sampai harus pindah ke sekolah lain.

Aku masih dengarkan Ad bercerita. Di balik itu, aku mulai mengerti. Dari kejadian hari ini dan kekhawatiran yang ada. Sepertinya candaan Ralina benar. Aku tidak ingin jauh darinya.

Aku dan Ad tumbuh bersama. Banyak waktu dihabiskan bersama. Kami tidak pernah lama berjauhan, sekalipun itu waktu libur dan akhir pekan. Aku mulai menerka. Jika kelak tidak bersamanya, bagaimana...?

"Gue yang sakit kenapa lo yang lemes. Mikirin apa sih?" Tanya Ad.

"Mikirin lo!"

"Boleh sih Ay, tapi jangan kelamaan. Bisa kebawa mimpi," katanya.

"Diiihhh...! Gue banyakin doa sebelum tidur."

"Nah! Bagus itu. Emang bener begitu," sahutnya. 

Saat tiba di area kompleks, aku temani Ad hingga ke pekarangan rumahnya.

"Udah sampai. Jangan main ke luar lagi ya dek. Makan, minum obatnya, terus istirahat. Jangan lupa siapkan mental dan hatimu," kataku sambil menepuk-nepuk bahunya.

"Iya Nenek! Makasih juga udah datang dan nganter sampai depan rumah," Ad tersenyum sambil menahan nyeri karena sudut bibirnya luka.

Baru saja hendak berbalik, Ad meraih tanganku dan menggenggamnya. Aku merasakan sesuatu di telapak tangan. Saat aku buka untuk melihatnya, ada dua bungkus permen rasa caramel.

"Buat ngemil di jalan," katanya.

"Makasih. Gue pulang yah. Assalamualaikum," aku melambaikan tangan.

"Walaikumsalam," dia membalasnya. Tetap berdiri di tempat yang sama saat aku menoleh. Aku masih bisa lihat sekilas senyumnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Grow Up Love   Pesan

    Menemui Sabtu, setelah melewati hari-hari kerja, rasanya..., nikmat sekali. Aku keluar dari kamar hampir mendekati jam 10 pagi.Di rumah hanya terlihat Ibu dan Kay. Ibu masih mengaduk adonan bakwan sayur di baskom berukuran sedang. Kay focus dengan tablet dan games run away yang sedang dimainkannya.Setelah meneguk seperempat air putih, aku mengambil selemar roti di atas meja makan, cukup mengolesinya dengan mentega hingga rata. Selembar roti sudah habis ku makan hanya beberapa detik saja.Aku duduk di samping Kay, melihatnya yang belum berhenti bermain game."Sudah main dari kapan?""Baru!""5 menit lagi selesai ya!""Aagghhh....," gerutu Kay."5 menit lagi, abis itu kita main futsal di lapangan depan. Mau ga?""Iyaa..," jawab Kay mengiyakan dengan nada malas.Walau begitu, Kay menepatinya. Kami akhirnya pergi ke lapangan futsal yang dituju. Sampai di sana, sebetulnya yang aku lakukan hanya mengawasi Kay bermain dengan anak-anak lain. Ada enam anak lainnya di sekitar lapangan. Kisaran

  • Grow Up Love   Probation, Semakin Terbiasa?

    Tahun 2021Tiga bulan hampir selesai. Masa probation di kantor baru hampir terlewati. Alhamdulillah. Lancar. Butuh ektra tenaga menyelesaikan pekerjaan, karena masih beradaptasi dengan alur pekerjaan di tempat baru.Setelah melewati probation, aku akan melanjutkan kontrak kerjaku di lokasi kantor berikutnya. Alasan terbesar kenapa aku kembali bekerja waktu penuh. Aku akan ditempatkan di kantor cabang Kota Bogor. Akhirnya mobilitas yang sebelumnya menjadi momok hampir di setiap minggu malam akan ku tinggalkan. Aku memang belum tau, kapan situasi akan normal kembali. Dalam seminggu, aku hanya dua hari ke kantor di Jakarta. PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) yang digunakan untuk mengatasi Pandemik Covid19 masih diberlakukan.Aku kebagian masuk kantor Selasa dan Jum'at. Hari jum'at, Tian sering menjemputku ke kantor, walau tidak jarang dia harus berangkat dari Bogor ke Jakarta untuk menjemput. Sungguh tidak sekalipun aku pernah memintanya sejak kami di fase hubungan yang b

  • Grow Up Love   Impiannya

    Selesai mengerjakan beberapa tulisan jam dua dini hari, aku terbaring mengingat Tian. Ada saja hal yang membuatku ingin menertawakan kekonyolannya yang tidak disengaja. Seperti salah tingkahnya ketika bertemu Ibu.Aku masih belum mengantuk walau sudah hampir setengah jam berbaring di kasur. Random saja, aku ambil satu album yang tersimpan di antara tumpukan buku di dalam rak. Album ketika aku SMA. Tidak banyak foto tercetak. Maklum lebih banyak foto yang tersimpan di HP yang aku gunakan saat itu. Sebagian softfile sudah ku pindahkan ke dalam hardisk.Aku sengaja memuka album dari belakang. Foto yang ingin ku lihat saat moment liburan ke Bandung dan perpisahan SMA. Kenangan yang membuatku merasa hangat di malam itu. Tanganku terhenti di lembaran ke tiga. Sengaja berhenti, karena foto-foto yang ada di halaman berikutnya. Aku memang tidak pernah membuang kenangannya. Hampir semua masih tersimpan, termasuk buku-buku miliknya yang ada di atas mejaku. Tapi aku masih merasa berat, jika melih

  • Grow Up Love   Bulan Sabit

    Kejadian semalam saat Tian membuat pengakuan, masih sulitku percaya. Aku dan Tian? Saat terbangun, aku yakinkan diri sendiri. Aku bisa memulai kembali. Seperti tidak ada alasan untuk menolak. Tian yang tetap ada untukku. Kelak aku memang tidak tau, tapi aku merasa lebih tenang untuk kembali percaya pada suatu hubungan, karena Tian. Notif chat dari Tian hampir tidak pernah absen sejak dulu, muncul di layar hp-ku di pagi hari. Sekedar share menu sarapannya dekat kantor ditambah review mengerupai food vlogger, memberitahu cuaca hari itu seperti g****e weather, tiba-tiba melontarkan tebak-tebakan, atau sekedar merekomendasikan lagu baru yang didengar. Tanpa aku sadari, membuka isi chat dari Tian di pagi hari jadi rutinitas yang tidak pernah aku lewati. Kali ini dia mengirimkan voice note yang membuatku tertawa geli. Dia berkali-kali bilang masih tidak percaya kejadian semalam. Dengan excited dia bilang terimakasih dan memintaku untuk tidak berubah pikiran. Katanya, dia tidak mau membuat

  • Grow Up Love   Pengakuan

    Sepuluh tahun setelah Ad berkata ingin pergi, sebetulnya aku pernah dua kali bertemu dengannya. Bukan di reuni sekolah, melainkan di Yogjakarta saat liburan semester perkuliahan. Aku, Nabilah, Ralina, janjian bertemu Tian dan beberapa teman lainnya di sana untuk liburan. Di masa perkuliahan kami, aku dan Nabilah masuk ke perguruan tinggi negeri sesuai yang kami harapkan di Institut Pertanian Bogor. Sedangkan Ralina, tidak jadi kuliah di Bandung, tapi karena itu aku, Nabilah, dan Ralina bisa bertemu di kampus yang sama. Sedangkan Tian, akhirnya kuliah di Yogjakarta. Karena itu juga Yogjakarta tempat yang kami pilih untuk menghabiskan liburan di semester dua. Tepatnya setahun setelah menyandang status Mahasiswa. Awalnya aku sempat curiga apa ada salah satu yang mengabari Ad untuk bertemu. Kecurigaanku paling besar tertuju pada Tian. Tiba-tiba saja Ad muncul saat acara makan malam di sekitar Malioboro. Apa mungkin Tian yang mengabarinya? Karena Ad dan Tian sama-sama kuliah di Yogjakart

  • Grow Up Love   Kisah remaja

    Matahari bersama dengan awan mendung pagi itu. Aku berjalan beriringan dengan Ad, menyusuri kebun teh yang biasa kami tempuh hanya dengan berjalan kaki. Tidak seperti kami yang baru memulai hari, para pemetik teh sudah memikul keranjangnya masing-masing. Suara aliran irigrasi jadi latar suara menamani aktivitas di pagi hari.Tidak ada senyum merekah yang mudah kutemui dari wajahnya setiap kali dia datang ke rumahku mengajak pergi sekolah bersama. Bukan aku tidak tahu apa penyebabnya, aku hanya masih menghindari ketidaksiapan akan kemungkinan yang tidak aku harapkan.Jika kisah kami akan segera usai, apa mungkin kami adalah pasangan yang menyerah pada jarak atau ada hal lainnya?"Kita udah setengah jam jalan kaki. Kalau nggak ada yang mau dibicarain, aku mau pulang," kataku menahan ragu."Duduk di sana dulu," Ad menunjuk kursi kayu panjang yang biasa digunakan pemetik daun teh istirahat sejenak.Di sisi lain, aku juga sangat ingin mendengar keputusan Ad."Minggu depan, aku pindah," kat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status