"Tok-tok," Suara ketukan pintu, dari luar rumah. Atika, yang memang belum tertidur merasa heran. Siapa malam-malam datang."Cklek," Mata Atika terbelalak ternyata itu, adalah suaminya."Kamu, Mas! mau ngapain kamu kesini?" Pekik Atika."Maaf kan, Mas! Mas cuman mau lihat anak-anak kita," Jawab lelaki, yang sudah terlanjur di bencinya itu."Nggak ada Mas. Lebih baik kamu pulang. Aku tidak mengizinkanmu bertemu, dengan anak-anak," Pekik Atika."Bapak!" Belum sempat Atika mengusir Daut. Mail segera datang, dan memeluk Bapaknya."Nak! gimana kabar kalian sehat kan?" Daut memeluk erat tubuh munggil Mail.Bukanya menjawab. Namun Mail malah menangis, dan membalas erat pelukan Daut."Bapak jangan pergi lagi." "Mana Abang?" Tanya Daut. Matanya sedari tadi tidak melihat Dimas."Sudah mati!" Pekik Atika."Deg! Serasa bak tersambar petir, mendengar ucapan Atika, Istrinya."Maksutmu apa Dek?" "Sudah mati! Karna jatuh dari atap." Jawab Atika enteng.Meskipun ucapan begitu kasar, namun tetap saja
"Ti! nanti kalau anakku lahir aku kasih nama apa ya?" Tanya Nilam, kepada Atika."Kalau anakmu cewek. Kasih nama Neneng aja. Kalau cowok kasih nama Ucok," Jawab Atika. Gelak tawanya memekik isi ruangan rumah Nilam."Tapi ti! Aku takut nanti saat lahiran meninggal. Soalnya kan aku orang nggak punya. Kalau Yuni gitu bisa oprasi," Ujar Nilam. Wajahnya terlihat sangat pucat, dan bersinar."Kamu jangan ngomong gitu ah. Hidup mati kita itu, yang menentukan yang diatas. Kamu kok pucat kamu sakit?" Tanya Ucap Atika lagi."Nilam tidak menjawab. Wajahnya malah semakin berubah pucat, dan Ia segera membalikan badanya.Atika terperanjat bergidik ketakutan, saat menyaksikan punggung Nilam bolong, dan banyak keluar belatung kecil-kecil."Pergi kamu Nilam! Pergi, jangan ganggu aku Nil. Aku minta maaf tolong jangan ganggu aku.""Buk! bangun buk," Mail mengguncang-guncangkan tubuh Atika, Ibunya."Mail? kamu ngapain?" Atika heran, dan sangat terkejut ternya cuma mimpi. Dan tangan yang menarik-narik tang
"Ada apa itu ramai-ramai?" Tanya Atika. Langkahnya, dan gerobak jahitnya terhenti. Saat melihat ada keramaian didepan matanya."Itu si Karin. Anaknya Mbah Kasmin. Meninggal." Jawab salah seorang wanita."Meninggal? bukanya dia lagi hamil tua?" Tanya Atika. Tidak percaya, dengan apa yang didengarnya. "Iya, sesak napas katanya.""Terus bayinya cemana?" Tanya Atika lagi."Bayinya juga meninggal. Nggak sempat diselamatkan.""Astaghfirullah. Ngeri banget ya! baru semalam aku ketemu dia. Tapi udah nggak ada saja.""Namanya juga hidup. Dimas saja aku nggak nyangka akan pergi secepat itu."Atika berjalan kearah rumahnya. Sambil mendorong gerobak jahitnya. Dalam hati tidak menyangka, kalau Karin akan pergi secepat itu. Padhal dia baru saja bertemu, dengan Karin kemarin, saat warga menghakimi Nilam. "Hey! Kamu kan yang terus menghasut suamiku?" Tiba-tiba Yuni datang dari arah belakang. Dan menjambak rambut Atika."Apa maksut mu?" "Perempuan munafik. Kamu sengaja menghasut suamiku, sampai-sam
Atika tampak modar-mandir didepan rumahnya. Pikiranya tidak karuan. "Apa aku harus melakukan itu?" Gumamnya dalam hati."Buk! belum tidur?" Mail, ternyata memperhatikannya sejak tadi."Belum. Kamu kok belum tidur?" "Mail nunggu ibuk. Tapi Mail kira ibu belum pulang. Ibu tidak ikut menguburkan orang meninggal?" Tanya Mail."Nggak. Ibu tadi nggak bisa lama-lama disana. Lagian cuaca sepertinya mau hujan. Kasian kamu sendirian dirumah," Jawab Atika berbohong. Padahal ia diusir dihina, dan diolok oleh ibu-ibu disana."Atika! Aku mau bicara sama kamu." Pekik Diwan, dari depan rumahnya.Mata atika membulat, melihat Diwan kerumahnya. Ia pasti ingin mempertanyakan soal Yuni. " Ada apa?" Jawab Atika datar."Kamu benar-benar keterlaluan ya. Gara-gara kelakuanmu Yuni masuk rumah sakit," Pekik Diwan. Raut wajahnya menampilkan kekecewaan."Kamu nyalahkan aku? apa kamu sudah tanya kepada istrimu siapa, yang mulai deluan." Atika menjawab, tanpa menoleh."Maksut kamu apa?" "Istrimu itu sudah menuduh
Atika kebingungan. Antara bahagia juga. Karna melihat anak Karin masih hidup, dan berhasil ia selamatkan."Cup-cup! tenang ya nak. Ibu nggak akan menyakitimu." Lirihnya dipeluknya bayi itu, setalah ari-ari dipotongnya."Aku akan membawa bayi ini pulang. Aku akan merawat anakmu Karin." Ucapnya. Ia segera meletakkan bayi Karin Diatas tanah basah, dan segera menutup liang itu kembali. Namun tidak sama seperti smula, karna ia juga harus buru-buru membawa anak itu. Serta membawa ari-arinya juga."Sambil berjalan menggendong bayi. Dengan tubuh dipenuhi lumpur, dan darah Atika berjalan sembari menggigil kedinginan. " Sabar ya nak. Bentar lagi kita sampai rumah ibuk." Ia berharap bayi itu bisa sehat. Walaupun tidak tau apa, yang akan terjadi nanti.Sesampainya dirumah. Dilihatnya Mail masih sangat nyenyak tidur. Atika segera membersihkan dirinya dari kotoran-kototan sisa tadi. Tidak lupa ia juga membersihkan bayi Karin , dan diberinya penghangatan."Sebentar ya nak. Ibu masakkan nasi dulu. Bi
"Kira-kira siapa ya, yang membongkar makamnya Karin, dan mengambil bayinya." Ucap Mirna. Mereka sedang membincangkan tentang mayat, dan pembongkaran makam Karin."Serem banget. Tau nggak perutnya mengaga, Usunya keluar. ngerih banget sumpah." Sahut Dini. Mereka semua adalah tetangga Karin. Atika yang sedang lewat dari depan mereka sedikit menguping. Untuk mencari tau informasi apa, yang sedang dibicarakan orang-orang."Bude, beli mi instan satu." Ucap Atika."Atika kemana suamimu? denger-denger sudah menikah lagi ya?" Tanya Mirna."Suamiku?" Atika canggung saat ditanya."Suaminya sudah menikah lagi. Karna dia selingkuh sama Diwan kata Yuni. Jadi suami mana, yang tahan kalau istrinya tukang selingkuh." Ketus Dini. Wanita, yang sedang hamil besar itu menertawakan Atika."Jaga ucapanmu Dini. Kamu sama kakakmu itu sama saja. Sama-sama tukang fitnah. Aku emang susah. Tapi aku nggak seperti yang kamu bayangkan." Bentak Atika.Ternyata fitnah itu sudah menyebar, dan itu semua Yuni sendiri,
"Anak siapa ini? kenapa ada, yang membuang bayi disini?" Wanita tua , yang bernama Marni itu tampak celingukan kesana kemari."Ada apa buk?" Tampak Sandi suami Karin juga keluar, karna mendengar tangisan bayi."Ini loh. Kok ada yang membuang bayi disini." Ucap Marni."Astaghfirullah. Anak siapa ini buk?" Sandi terheran. Diperhatikannya bayi itu, dengan sangat teliti. " Wajahnya mirip Karin buk. Ada tanda lahir besar semacam tompel di tanganya, Persis seperti Karin." Lirih Sandi."Anak Karin gimana? jelas-jelas Karin sudah meninggal, dan anaknya juga sudah dicuri orang. Kamu bilang anak Karin." Pekik Marni. Ia tidak yakin, dan baginya itu sangat mustahil."Tapi buk. Ini beneran mirip tanda lahirnya. Siapa tau saja memang ini jawaban dari Allah." Lirih Sandi. Ia sangat yakin dan batin seorang ayah juga sangat kuat."Ah, ibu nggak mau percaya hal mustahil. Pasti ini orang bunting diluar nikah, yang tega membuang anaknya.""Tapi Sandi yakin buk! firasat Sandi sangat kuat." Lirihnya lagi.
"Kenapa kamu nggak segera mencari tumbal itu? apa kamu mau melarat terus-menerus.""Maaf Mbah! saya tidak tega melakukan itu. Tapi saya janji akan mencari gantinya." Atika sedikit ketakutan karna ternyata Mbah Rondo berubah wujud. Badanya, yang tadi utuh seketika kepalanya terlepas, dari badanya. Usus beserta organ dalamnya bergelantungan, dan itu sangat membuat Atika merasa ketakutan."Aaaaakh," buk! ibu kenapa?" Mail menguncang-guncangkan tubuh ibunya."Huhh," Atika membuang napas kasarnya. Dan ternyata ia mimpi lagi. " Ibu nggak apa-apa nak. Sudah jam berapa ini?" Tanya Atika."Sudah malam buk." Jawab Mail. Atika menijit-mijit kepalanya, pantas saja ia mimpi buruk. Ternyata ia ketiduran dari mulai sore tadi."Buang anak itu buang." Pekik warga, yang berbondong-bondong melewati rumah Atika. Atika dan Mail, yang mendengar suara keributan itu segera keluar rumah untuk melihatnya."Ada apa itu berisik-berisik?" Atika segera membuka pintu. Betapa terkejutnya saat melihat Sandi diarak sa