Hembusan angin seolah berhenti dan hujan seolah menahan airnya untuk tidak turun lagi. Rasa dingin di kulit seolah hilang entah kemana. Hanya ada perasaan kosong di dalam hatinya.
Suara cangkul yang mengeruk tanah terdengar jelas, namun ia tetap diam dan menghiraukannya. Sina terus menatap ke depan, menatap seorang gadis yang menangis di depannya.
Gadis itu terlentang dengan pasrah, hanya dengan bermodalkan kain batik basah. Ia terlihat menyedihkan namun luar biasa di saat yang sama.
"Apa yang kamu inginkan?"
Suara Sina terdengar pelan, ada rasa simpati terkandung di dalamnya. Namun siapa pun yang mendengar itu, niscaya akan terkagum-kagum tentang betapa anggun dan cantiknya saat ia bertanya. Seperti seorang dewi.
"Redakan amarahku. Biarkan tubuh ini membusuk dan menyatu dengan tanah karena Tuhan menghendakinya. Rasa cinta ini membunuhku, tapi aku tak menyesal kar
Sina membersihkan badannya yang di penuhi lumpur di sungai. Air yang dingin menambah kesegaran di tubuhnya. Matahari yang mulai terlihat membuat suasana semakin menyenangkan. Setelah badannya bersih dan kembali segar, ia segera bangun dan bersiap kembali ke rumah Lana. Ia mendapatkan ingatan samar mengenai kehidupan sehari-hari gadis itu. Kehidupan gadis itu ia anggap sebagai kehidupan membosankan dan bodoh. Walaupun kebodohan dianggap sebagai kecantikan yang polos dan murni, namun ia enggan untuk melakukannya. Harga dirinya terlalu tinggi untuk bertingkah seperti seorang rendahan. Ia adalah penguasa api biru, mahluk yang di puja-puja. Ia tidak akan merendahkan dirinya barang setitik pun. Ia berjalan di jalan setapak menuju rumahnya. Dari kejauhan terdengar suara gadis-gadis yang bercengkrama. Mereka hendak menuju sungai sambil membawa pakaian kotor. Suara mereka yang nyaring membuat telinga Sina terganggu. "Sangat berisik, apa gadis-gadis jaman sekar
Jiwana duduk di teras rumah Tuan Pemusungan, dengan alas tikar daun pandan. Ia menghirup sedikit demi sedikit kopi hitam yang telah ditawarkan sang tuan rumah.'Mungkin aku datang terlalu pagi'Ada rasa sungkan di hati Jiwana, apalagi jika melihat sang Tuan rumah yang kaget saat melihat ia datang. Hanya saja akhir-akhir ini ia tidak bisa tidur. Ia selalu mimpi buruk dengan alur yang sama. Hal itu membuat ia harus terbangun lebih awal dari biasanya.Jiwana menghirup kopi itu sekali lagi, dan putaran mimpi itu kembali menghampirinya.'Saka? Siapa dia?'Nama itu terus terngiang di telinganya, seolah-olah nama itu adalah miliknya. Ia merasa setiap kali memikirkan mimpi itu, ada yang memanggilnya dengan sebutan Saka. Ia berfikir bahwa itu mungkin adalah ingatan milik orang lain. Atau mungkin itu adalah ingatan dari kehidupan lampaunya.Reinkarnasi?Apakah mungkin hal semacam itu ada?Jiwana adalah orang yang percaya tahayul, hanya s
"Apa? Coba kau ulangi sekali lagi!" Ucap Pieter tak percaya."Adat dan mahar diserahkan sepenuhnya pada kita. Mereka akan menerima apapun yang kita berikan." Ucap Jiwana jelas.Saat mendengar hal itu, Pieter menekan tangannya pelan. Urat-urat ditangannya terlihat jelas, dan wajahnya perlahan memerah. Sudah jelas Tuannya itu terlihat sangat marah. Jiwana segera diam, ia enggan berkomentar. Tentu saja ia takut menjadi sasaran amukan sang tuan."Bukankah mereka termasuk golongan bangsawan?""Benar, tapi hal itulah yang di sampaikan oleh ayahnya."Pieter langsung tertawa keras. Ia tak habis pikir dengan pemikiran para bangsa budak itu."Apa mereka pikir aku tak mampu membayar mahar? Aku adalah Pieter Willemsen, hal apa yang tidak bisa aku dapatkan. Bahkan jika gadis itu meminta emas satu kotak serta perhiasan dengan permata, aku berikan saat ini juga!"Pieter terus mengomel, ia berbicara mengenai keluhannya pada keluarga calon istrinya. I
Suara hiruk pikuk manusia yang bercengkrama di luar, mereka terus menumbuk padi dan mengiris rempah-rempah sebagai bahan sambal. Rempah-rempah itu akan mereka campurkan sebagai sambal untuk hajatan pernikahan anak dari tuan pemusungan.Mereka terus bergotong-royong, bahu-membahu untuk membantu, baik sebagai seorang tetangga, saudara ataupun hanya simpati. Karena bagaimana pun berita pernikahan anak dari tuan pemusungan telah menyebar luas hingga ke desa-desa tetangga.Mereka seolah prihatin atas apa yang telah dialami oleh Lana, sambil diam-diam bersyukur anak mereka tidak terlahir cantik. Bagi rakyat kecil seperti mereka, wanita cantik adalah sebuah kutukan. Karena akan sulit di jaga dari pandangan laki-laki, terutama bangsawan.Dari sekian banyak orang, hanya segelintir orang yang tahu bahwa Tuan Pieterlah yang patut untuk dikasihani. Karena ia akan mendapatkan istri bekas dari laki-laki lain.
"Kamu mencintaiku, maka berkorbanlah untukku."Sina langsung membuka matanya lebar. Ia kaget dan takut di saat yang bersamaan. Nafas dan detak jantungnya terus bersautan tak beraturan. Ini pertama kalinya ia bermimpi setelah ratusan tahun lamanya. Suara itu masih membuatnya takut dan merinding. Ia tidak mau bertemu dengan pemilik suara itu."Lana?"Suara itu terdengar lembut di telinganya, hal itu membuat Sina sedikit terenyuh. Setelah ratusan tahun lamanya, akhirnya ia bisa berinteraksi dengan manusia. Akan ada orang yang mendengar suaranya, akan ada orang yang menyapanya. Hal itu membuat ia bahagia, tanpa ia sadari matanya sedikit berair.Wanita itu panik saat melihat Lana menangis, ia berfikir bahwa Lana terlalu sedih karena harus menikah dengan seorang penjajah. Wanita itu mendekat dan membelai pelan pipi Lana sambil mengatak
Jiwana menatap Sina dengan bangga, namun ekspresi gadis itu terlihat sangat lucu. Sina menatapnya seolah-olah tak percaya dengan apa yang ia katakan, lalu menutupi tubuhnya dengan ekspresi takut."Kamu pasti terlalu sering berkhayal." Ucap Sina pelan.Mendengar hal itu, Jiwana hanya tersenyum remeh. Ia berfikir Lana pasti terlalu kaget karena ia memiliki gadis yang jauh lebih cantik darinya. Jiwana berharap gadis itu berhenti mengganggunya.'Tidak apa-apa menyebut Sina, lagipula siapa yang tau Sina itu siapa. Pada kenyataannya Sina memang jauh lebih cantik dari Lana. Dia adalah mahluk tercantik yang pernah ada, dan tidak akan ada yang tau bahwa aku telah berbohong'Jiwana tersenyum semakin lebar, hal itu membuat Sina semakin merinding. Ia segera berbalik dan tak ingin mengajak Jiwana berbicara lagi. Suasana berubah menjadi sangat hening. Hanya suara mesin mobil dan burung yang terdengar, hal itu membuat mereka berubah menjadi canggung.Setela
Pieter terus tersenyum sumringah, entah kenapa suasana hatinya berubah. Awalnya ia sangat kesal mengingat kearoganan keluarga Lana, namun setelah melihat gadis yang akan ia nikahi, Pieter langsung berubah bahagia."Kamu tertarik padanya?" Tanya Jiwana penasaran.Ruangan itu hanya berisi Pieter dan Jiwana. Hal itulah yang membuat Jiwana terlihat santai saat bicara tanpa embel-embel tuan."Tidak ada laki-laki yang tidak tertarik pada gadis cantik Jiwana."Jiwana berdiri didepan pintu terlihat semakin tertarik mendengar jawaban sahabatnya lebih lanjut. Ia mendekat lalu duduk di seberang, sambil bertanya sekali lagi."Tapi dia seorang pribumi. Gadis yang berambut hitam dengan kulit kuning langsat. Sangat berbeda dengan gadis pirang berkulit putih pucat seperti kaum bangsawan milikmu. Apakah kamu masih tertarik?"Pieter menatap lekat mata sahabatnya. "Cantik adalah cantik Jiwana. Bagaimanapun warna kulit serta rambut mereka. Lagipula para wanita
Matahari telah terbenam, setiap orang mulai sibuk membereskan rumah dan bersiap untuk istirahat. Akan tetapi hal itu berbeda dengan penghuni tempat ini. Mereka sibuk bergosip dan menerka-nerka bagaimana nasib gadis itu. Apakah ia akan diperkosa malam ini?Mereka berharap Lana tidak mendapatkan siksaan yang terlalu berat. Obat-obatan tradisional telah mereka persiapkan, karena walaupun mereka bekerja sebagai seorang pelayan penjajah. Mereka tetaplah seorang pribumi, yang peduli terhadap saudara setanah air mereka.Pieter telah tampil rapi dan wangi. Ia akan membuat gadis itu bertekuk lutut didepannya. Dia mengakui bahwa Lana gadis yang sangat cantik akan tetapi Pieter juga laki-laki yang tampan. Jadi tidak ada alasan bagi Pieter untuk merasa rendah diri didepan gadis itu. Ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia adalah seorang pemimpin dan tidak boleh melunak hanya karena kecantikan."Bagaimana penampilanku?""Masih luarbiasa seperti biasanya.