Diana terdiam sambil menatap foto pernikahannya lima tahun lalu yang menempel di dinding rumahnya dengan tangan menyentuh dada. Saat ini hatinya sangat sakit dan hancur dengan permintaan Burhani semalam. Dia pikir lima tahun sudah cukup untuk menumbuhkan cinta di hati suaminya untuk dia dan anak-anak, ternyata tidak semudah itu.
”Aku izinkan," lirih Diana pelan. Hanya itu kata yang mampu keluar dari bibirnya. Sakit. Tentu saja. Lelaki yang dia kita sangat mencintainya ternyata hanyalah ilusi. Bahkan dia harus menerima kenyataan pahit kalau suaminya mencintai kekasih masa kecilnya.Diana sadar kalau dirinya hanyalah orang kampung yang tidak mungkin bisa memenangkan hati seorang dokter. Mustahil. Itulah kata yang cocok.Tanpa sadar matanya kembali mengembun ketika menatap kedua anaknya yang masih sangat membutuhkan kasih sayang orangtua yang utuh."Maafkan Mama yang tidak mampu untuk mempertahankan Papa agar hanya mencintai kalian. Ternyata hatinya kembali tersentuh oleh seseorang yang akan kalian panggil ibu," gumamnya pelan. Diana tidak bisa menawan air matanya lebih lama lagi dan membiarkannya tumpah untuk membasahi pipi."Mama kenapa? tanya Fahri yang ternyata Diana membuatnya terbangun dari tidurnya."Mama sudah ganggu tidurnya Mas Fahri, ya? Kalau gitu Mama mau ke dapur dulu untuk membuatkan makan malam." Diana mencoba untuk mengalihkan pertanyaan anak sulungnya itu. Dia tidak mungkin melibatkan anak-anak masalah perasaan. Karena mereka masih membutuhkan kasih sayang dari seorang ayah."Tidak, Ma. Fahri tidak ingin Mama masak kalau masih menangis seperti ini," ucapnya, lalu beranjak menghampiri Diana dan menuntunnya untuk duduk di sofa tepat di depan tempat tidur. Tangan lembut dan mungil itu menghapus air mata Diana. Bukannya berhenti, air mata itu malah semakin membanjiri pipinya."Mama bisa cerita sama Fahri," ucapnya yang bingung mata Mamanya semakin banjir. Meskipun Fahri baru menginjak empat tahun, tapi kemampuan bicaranya sudah seperti orang dewasa, tapi Diana sadar kalau anaknya hanyalah anak-anak yang tidak bisa dijadikan teman curhat.Awalnya Diana sangat bahagia karena bisa menjalani pernikahan selama lima tahun dengan lelaki yang dikira sudah bisa mencintainya dan di anugrahi dua anak laki-laki.Anak pertama bernama Fahri Burhani, usianya kini menginjak empat tahun dan Faiz yang kini baru berusia dua tahun. Anak-anak mereka tumbuh dengan cepat dan cerdas. Bahkan bicaranya saja sudah lancar diusia satu tahu lima bulan. Bagi Diana, keluarga merupakan kebahagiaan yang terbesar.Tetapi semua itu hancur seketika, ketika suami yang dicintainya itu mengaku masih mencintai mantan kekasihnya di masa lalu. Bahkan menghawatirkan anak-anaknya. Sungguh Diana sangat tidak menyangka kalau suaminya mengkhawatirkan anak-anak orang lain. Apa dia tidak berpikir panjang terhadap dampak yang akan terjadi kepada anak-anaknya?!*Setelah mengungkapkan perasaan yang ada di hatinya, Burhani merasa lega. Bahkan ia merasa beban yang selama ini membuat berat kepalanya serasa terlepas begitu saja dan membuat dia lebih leluasa menemui wanita bernama Milla.Burhani membantu Milla mencarikan rumah dan membawanya ke klinik kecantikan. Tidak hanya itu, dia juga mendaftarkan anak-anaknya Milla ke sekolah dasar dan pendidikan anak usia dini.Padahal, Fahri sendiri selaku anak kandungnya belum dimasukkan ke sekolah. Dengan alasan masih terlalu dini. Ternyata cinta mampu membuat orang menjadi sedikit tidak waras."Terimakasih atas hari ini, Mas." Milla tersenyum hangat pada lelaki yang sudah beberapa hari ini membantunya. Burhani rela izin dari rumah sakit berhari-hari hanya untuk membantu Milla."Sama-sama. Aku senang kalau kau bahagia." Burhani menggendong Azka, putra ketiga Milla yang usianya tidak jauh beda dari Faiz."Milla, sebelumnya aku ingin bertanya," Burhani menjeda ucapannya. Dia lebih dulu menghela napas dalam-dalam untuk mempersiapkan diri. "Apa kau mau menikah denganku?" lanjutnya.Milla menatap Burhani dengan dengan tatapan tidak percaya. 'Apa aku boleh serakah?' batinnya tersenyum.Pada dasarnya Milla juga masih menyimpan perasaan pada dokter yang ada dihadapannya. Bagaimana tidak, dia adalah sosok yang lembut dan calon suami idaman. Meskipun usianya sudah menginjak tiga puluh tahun, tapi wajahnya terlihat seperti dua puluhan."Bukankah kau sudah menikah, Mas?""Ya." Burhani menjawab cepat.Milla benar-benar tidak percaya kalau lelaki yang dicintainya itu menginginkan menikah dengannya. Padahal sudah menikah.'Apa itu artinya dia masih mencintaiku?' batinnya bertanya. Milla sungguh bahagia jika itu adalah benar."Bagaimana dengan istrimu? Aku tidak ingin menyakiti hati istrimu, Mas," ucap Milla dengan raut wajah tidak enak, tapi semuanya hanya kedok. Di dalam hatinya, dia sangat serakah."Dia sudah memberikan izin. Percayalah Milla, aku akan membuat dirimu dan anak-anak mendapatkan kehidupan yang layak," jelas Burhani. Dia sudah dibutakan oleh cinta yang belum pasti adalah cinta. Bahkan sudah menorehkan luka bagi Diana dan anak kandungnya sendiri."Aku percaya padamu, Mas. Hanya saja..." Milla menggantungkan perkataannya."Hanya saja apa? Percayalah Milla, aku akan berlaku adil. Aku juga akan memperlakukan anak-anakmu seperti anakku sendiri," Burhani mencoba untuk meyakinkan Milla."Baiklah, Mas. Apa kau tidak akan mendapatkan masalah di rumah sakit?" Milla memasang wajah polos dan bersalah. Padahal hatinya bersorak gembira kalau lelaki yang dicintainya akan kembali padanya."Tidak akan. Aku juga mengabdi lama di sana. Jika ada yang keberatan, maka aku akan mengundurkan diri. Kamu tidak pernah khawatir." Burhani tersenyum lebar."Terimakasih banyak, Milla. Terimakasih kau sudah hadir kembali dalam hidupku. Kau sudah membuat bunga yang layu kembali mekar," lanjut Burhani haru. Dia sama sekali tidak memikirkan bagaimana perasaan Diana. Dia sudah berkali-kali berbohong. Karena selama beberapa hari ini, dia tetap berangkat dari rumah untuk bekerja. Sehingga Diana tetap membawakannya bekal yang pada akhirnya dia berikan kepada anak-anak Milla."Dok, tolong ada pasien yang sedang membutuhkan penanganan!" teriak asisten baruku, Fadil.Dua tahun telah berlalu, aku masih menjadi seorang dokter, tapi berbeda dengan dulu. Setelah Diana dan anak-anak pergi, hidupku hanya diselimuti oleh penyesalan dan sepi. Tanpa ada bahagia ataupun senyuman.Tidak hanya mereka saja yang menjauh, tapi juga orangtuaku ikut terdiam. Mereka seolah tidak melihatku ketika aku berkunjung ke rumahnya. Padahal dulu, hubungan kita tidak seperti ini."Baik!" segera aku berlari dari kantin rumah sakit ke ruangan. Tapi kosong. Tidak ada pasien di sini."Dimana pasiennya?" teriakku keluar."Di sini!" Fadil muncul dari ruangan sebelah, itu adalah ruangan Dion."Kenapa disana?""Dokter Dion tidak masuk, dia mengalami pendarahan di lengannya."Aku langsung melakukan penanganan pada pasien, seorang bocah yang kuperkirakan mungkin baru berusia enam tahun. Sama seperti umur Fahri sekarang.Ya Allah, Nak, kalian dimana? Papa merindukanmu.***Beberapa bulan yang lalu
"Halo, Ma, ada apa?" tanya Burhani pada Farah dengan khawatir ditelpon.”Ya ampun. Sudah jadi dokter bukannya bantu orangtua, malah bikin susah."Dion memasang wajah menghina tanpa dosa. Bagai yang dilakukannya ada benar. Sungguh membuat Burhani sangat emosi."Apa maksudmu?""Apa kau tahu apa yang sedang menimpa kedua orangtuaku? Apa kau ada dibelakangnya?"Burhani menarik kerah baju Dion."Cari tahu saja sendiri. Bukankah selama ini kau tidak pernah percaya padaku?""Kau memang bia**b! Dasar penghianat! Pecundang!”"Terserah sebutan apa yang akan kau berikan padaku.""Kau memang pantas!" Burhani berdecak sebal.Baru saja dia akan melayangkan bogem, tapi tidak tertahan denger kedatangan Alena."Maaf kepada Pak Dokter Burhani, sepertinya tidak mempunyai otak dan tidak memenuhi kriteria sebagai dokter," Alena menepuk bahu Burhani kuat. "Mungkin anda bisa memilih untuk mengundurkan diri dari rumah sakit ini!""Apa maksudmu?""Semua yang aku katakan sudah jelas. Ayah yang mana dengan teg
Milla menarik ujung baju Dea dan menamparnya berkali-kali karena tidak terima dikatakan sebagai pembantu. Burhani yang melihat semakin geram dengan sikap Milla yang berubah drastis.'Masih terasa hangat di pikiran kalau beberapa minggu lalu aku menikahi seorang wanita cantik dan lemah lembut, bukan wanita gemb*l dan kasar ini! Kemana Milla yang dulu?'batin Burhani dongkol.Merasa dirinya sudah ditindas, Dea langsung menonjok perut Milla lumayan keras hingga dia terpental lumayan jauh. "Jangan kau pikir aku diam kau bisa melakukan apapun padaku! Berani membuat masalah denganku, kau akan tamat!" ancam Dea serius. Kedua matanya yang tajam dan berwarna merah menatap Milla tanpa berkedip.Burhani bahkan dibuat diam dengan sikap Dea, sekaligus kaget dengan yang dilakukan gadis itu. Sungguh tidak menyangka wanita yang dia kira hanya berani berkata-kata saja, ternyata mampu bertindak.Dia pun mengacungkan kedua jempol tangannya kepada Dea. Bukti kalau Burhani kini sama sekali tidak mencintai
Berbeda dengan Milla yang sedang terpuruk, Diana justru tertawa terbahak-bahak ketika melihat video yang dikirimkan oleh Radit melalui aplikasi hijau."Hahaha ... benar aku tidak menyangka kalau Milla yang cantik jelita itu akan mengalami hal seperti ini." Diana masih terkikik.Fahri dan Faiz yang hanya bisa mendengar tertawa Diana membuatnya bingung."Mama kenapa, Mas?" Faiz berjalan ke arah Fahri. Tampak ada rasa takut di wajahnya. Mungkin dia mengira ada sesuatu yang mengganggu pikiran Diana ataupun terjadi sesuatu.Fahri menoleh, "Mungkin Mama lagi senang," ucapnya mencoba menghilangkan kekhwatiran yang ada di wajah Faiz. Padahal aslinya dia juga sangat takut terjadi sesuatu pada Diana ataupun memang ada hal mistis. Namun, dia tetap saja menjaga harga dirinya. Bagi Fahri, seorang kakak itu harus terlihat lebih keren dan berani daripada adiknya. Apalagi usia di antara mereka lumayan agak jauh, membuat gengsi Fahri semakin tinggi.”Hahaha."Lagi-lagi tawa Diana terdengar sangat kera
Aku sungguh tidak kuat menjadi ketika menyaksikan kebisuan putra yang dulu selalu aku banggakan. Memang aku telah melakukan kesalahan yang sangat besar, tapi apakah harus mendapatkan balasan yang sangat cepat?Rasanya baru kemarin aku bermain bersama mereka. Apalagi lelaki tampan yang bernama Delon ini mengaku sebagai calon istri dari istri dan anak-anakku.Ah, mungkin sekarang aku hanyalah menyandang status sebagai mantan suaminya. Meskipun dia memutuskan perceraian secara sepihak.Beberapa kali aku mengajak Fahri dan Faiz untuk bicara, tapi perkataanku bagai melayang tertiup angin. Kedua anakku yang dulu sangat ceria dan aktif, kini berubah menjadi pendiam.Dalam waktu singkat, aku harus menghadapi cobaan yang bertubi-tubi. Sudah dikhianati kedua sahabatku, ditinggalkan istri dan anak-anakku, serta dibohongi Milla. Wanita yang kupikir lembut dan baik seperti bidadari ternyata hanyalah iblis yang menyamar sebagai malaikat.Tanpa bisa kutahan, air mata ini luruh begitu saja. Kupikir k
"Tidak! Tidak mungkin wanita hina itu berubah dalam waktu yang sangat dekat untuk menjadi ratu.""Tidak. Aku yakin mereka semua hanya membohongiku. Mana ada berubah dalam hitungan hari? Pasti semuanya hanyalah isu. Ya, benar. Semuanya hanya isu."Beberapa kali Milla mengatakan kata-kata yang sama. Berat baginya menerima kebenaran siapa Diana yang sebenarnya. Padahal dia sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri media cetak dan sosial mengabarkan hal itu. Tapi tetap saja hati dah pikirannya tidak bisa menerima hal itu."Apa kau tahu direktur utama yang baru? Aku sungguh tidak menyangka kalau Dirut dari F2 Group adalah seorang wanita muda yang cantik," ucap salah seorang wanita di sebuah jalanan yang penuh dengan orang-orang."Sama. Aku juga sangat tidak menyangka, apalagi beliau sepertinya terlihat sangat rendah hati," ucap yang lainnya.Hati Milla menjadi semakin penuh kebencian dan dengki. Matanya pun semakin memerah serta lebih tajam. Ia pun kembali melakukan sepeda motornya menuj