"Aku ingin kau merestuiku untuk menikahi Milla," ucapku mengutarakan hadiah yang kuinginkan dari Diana sebagai hadiah pernikahan. Tapi istriku malah diam dan senyumannya perlahan menghilang.
Bukannya tadi dia sudah setuju akan memberikan apapun yang kuinginkan.Beberapa menit sebelumnya aku melihat Diana terdiam di depan tempat tidur anak-anak."Tepat sebulan lagi, usia pernikahan kita genap mencapai lima tahun dengan dua anak lelaki yang tampan. Sungguh merupakan anugrah terindah. Aku pikir" ucapku pada Diana, wanita yang sudah menemaniku selama lima tahun ini. Kupeluk erat tubuhnya sambil memandangi kedua wajah bocah lelakiku."Ya dan aku juga bersyukur mempunyai suami sepertimu, Mas." Diana tersenyum padaku. Sangat manis. Ditambah dengan lesung pipi yang membuatnya semakin cantik."Aku ingin meminta sesuatu darimu, Diana." lirihku pelan. Sungguh aku tidak berani menatapnya."Katakan saja, Mas. Apapun itu, aku akan mencoba untuk memberikannya," jawabnya hangat.Tapi sekarang dia sudah mengingkari janjinya. Apa benar kata Milla kalau Diana sering mengingkari perkataanya, tapi darimana dia tahu?!"Apa kau akan mengingkari janjimu, Ana?"Bukankah menjawab, Diana malah memalingkan wajahnya."Maafkan aku, Ana. Kupikir menikah dan hidup denganmu selama lima tahun ini akan membuatku melupakan Milla. Tapi ternyata tidak. Apalagi beberapa hari ini, aku melihat anaknya berjualan tisu di jalan raya yang membuat hatiku seakan diremas-remas Ana." Aku menjelaskan. Tidak ada maksud bagiku untuk menyakiti Ana. Tapi kenyataannya aku memang tidak bisa membiarkan wanita yang kucintai bersama anak-anaknya menderita seperti itu."Aku mohon, Ana. Aku janji akan bersikap adil kepada kalian," lanjutku memohon. Dengan harapan hatinya akan luluh dan mau memberikan restu sebagai hadiah.Namaku Burhani, seorang dokter umum disalah satu rumah sakit besar. Tentunya sangat terkenal. Waktu sekolah menengah atas, aku mempunyai pacar yang sangat cantik dan baik. Dia bernama Milla Fiona. Seorang gadis anak pengusaha. Sayangnya aku yang waktu itu bukan siapa-siapa dan masih mengandalkan orangtuaku. Hal membuat orangtua Milla menjauhkan karena dia adalah anak perempuan satu-satunya di keluarganya. Bahkan keluarga besarnya pun menunjukkan ketidaksukaan mereka padaku secara terang-terangan.Bahkan ketika aku baru lulus dari fakultas kedokteran, Milla diberitakan telah menikah dengan anak pemilik perusahaan ternama. Aku juga sempat mendengar tidak lama, pria itu mendirikan perusahaannya sendiri. Namun entah kenapa, sekarang kehidupannya berbanding terbalik. Dadaku seakan bergemuruh ketika melihat anak berusia lima tahun dan tiga tahun berjualan tisu di pinggir jalan. Hasilnya mereka bawa kepada seorang wanita yang duduk di bawah sebuah pohon besar.Sontak mataku terkaget melihat wanita itu. Meskipun tidak secantik dulu, tapi bisa kupastikan kalau dia adalah Milla, mantan pacarku sekaligus wanita yang sangat aku cintai.Sementara Diana, dia adalah seorang anak buruh tani. Mama menjodohkan kami karena merasa hutang budi dengan keluarganya. Entah karena masalah apa, karena aku tidak bertanya lebih lanjut. Kupikir ini adalah jalan bagiku untuk bisa melupakan Milla yang sudah menjadi milik orang lain dan memulai kehidupan baru."Sejujurnya aku sangat mengkhawatirkan Milla dan juga anak-anaknya," ucapku pelan. Entah kenapa aku lebih memilih untuk mengakui dari pada menyembunyikannya dari Diana."Aku izinkan," lirihnya pelan. Bahkan hampir tidak terdengar."Ucapkan sekali lagi, Ana. Karena aku tidak mendengarnya," pintaku yang seolah benar-benar tidak mendengarnya."Aku izinkan kau menikahi Milla, Mas. Rawatlah dia dan anak-anaknya. Tapi dengan satu syarat," Diana memberikan jeda pada ucapannya. Lalu menarik napas dalam-dalam, seperti yang kehilangan oksigen. Aku masih menanti dia mengatakan syaratnya. "Kau harus bisa adil jangan menghalangi apapun yang ingin aku lakukan di masa mendatang, Mas." lanjutnya yang membuatku tercengang.Adil dan tidak ikut campur dengan apa yang dia lakukan? Tentu saja aku bisa. Lagipula, tidak mungkin Diana melakukan hal-hal yang negatif atau aneh. Aku sangat tahu hal itu."Tentu saja, Ana. Aku bisa. Gajiku dirumah sakit sangat besar." ungkapku bangga.Tapi Diana hanya diam. Aku faham, tidak ada wanita yang akan membiarkan suaminya menikah lagi. Namun, aku tidak tidak lagi bisa menyembunyikan perasaanku padanya. Apalagi setelah melihat bagaimana keadaannya sekarang. Aku ingin menjadi pelindung bagi mereka dan aku yakin siapapun pasti akan melakukan hal yang sama jika berada di posisiku.*Setelah aku mengungkap permintaanku, Diana menjadi jarang bicara. Dia hanya akan mengatakan hal yang perlu saja dan membuatku tidak fokus dalam bekerja."Aku perhatikan akhir-akhir ini kamu sering melamun," Dion mendekat padaku. Dia seorang dokter anak."Diana jarang bicara padaku.""Kenapa?" Dion sedikit terkejut. Karena selama ini dia tahu kalau Diana sangat bawel dan perhatian."Karena aku meminta izinnya untuk menikahi Milla sebagai hadiah pernikahan." Dengan berat hati, aku mengatakan yang sebenarnya.Dion membelalakan matanya tidak percaya. "Kau ingin bercerai dengan Diana?""Tidak." jawabku cepat. ”Aku hanya ingin izinnya untuk menikahi Milla. Bukan menceraikannya." Aku buru-buru menjelaskan."Mana ada perempuan yang mau dimadu jika caranya seperti ini." Dia berdecak sebal.Tunggu! Kenapa dia keberatan?"Buktinya seperti itu. Mungkin karena aku mengatakan masih mencintai Milla dan dia juga kasihan dengan anak-anak Milla yang mengemis di jalanan.""Kau mau membahagiakan anak-anak orang lain tapi menelantarkan anak-anakmu sendiri?" Dion menatapku tajam. Aku benar-benar tidak mengerti maksud dari perkataannya. Diana saja tidak semarah ini."Itu tidak benar. Jika aku bisa membahagiakan mereka semua, kenapa harus memilih salah satu," ucapku sinis.Dion mengubah tatapannya menjadi kebencian. "Aku harap kau tidak akan menyesal."Menyesal? Tidak mungkin. Aku tahu jelas apa yang sedang kulakukan dan tidak membutuhkan orang lain untuk memberikan masukan. Demi orang yang kucintai, tidak ada hal yang tidak bisa aku lakukan. Pokoknya aku harus segera menikahi Milla sebelum Diana berubah pikiran."Dok, tolong ada pasien yang sedang membutuhkan penanganan!" teriak asisten baruku, Fadil.Dua tahun telah berlalu, aku masih menjadi seorang dokter, tapi berbeda dengan dulu. Setelah Diana dan anak-anak pergi, hidupku hanya diselimuti oleh penyesalan dan sepi. Tanpa ada bahagia ataupun senyuman.Tidak hanya mereka saja yang menjauh, tapi juga orangtuaku ikut terdiam. Mereka seolah tidak melihatku ketika aku berkunjung ke rumahnya. Padahal dulu, hubungan kita tidak seperti ini."Baik!" segera aku berlari dari kantin rumah sakit ke ruangan. Tapi kosong. Tidak ada pasien di sini."Dimana pasiennya?" teriakku keluar."Di sini!" Fadil muncul dari ruangan sebelah, itu adalah ruangan Dion."Kenapa disana?""Dokter Dion tidak masuk, dia mengalami pendarahan di lengannya."Aku langsung melakukan penanganan pada pasien, seorang bocah yang kuperkirakan mungkin baru berusia enam tahun. Sama seperti umur Fahri sekarang.Ya Allah, Nak, kalian dimana? Papa merindukanmu.***Beberapa bulan yang lalu
"Halo, Ma, ada apa?" tanya Burhani pada Farah dengan khawatir ditelpon.”Ya ampun. Sudah jadi dokter bukannya bantu orangtua, malah bikin susah."Dion memasang wajah menghina tanpa dosa. Bagai yang dilakukannya ada benar. Sungguh membuat Burhani sangat emosi."Apa maksudmu?""Apa kau tahu apa yang sedang menimpa kedua orangtuaku? Apa kau ada dibelakangnya?"Burhani menarik kerah baju Dion."Cari tahu saja sendiri. Bukankah selama ini kau tidak pernah percaya padaku?""Kau memang bia**b! Dasar penghianat! Pecundang!”"Terserah sebutan apa yang akan kau berikan padaku.""Kau memang pantas!" Burhani berdecak sebal.Baru saja dia akan melayangkan bogem, tapi tidak tertahan denger kedatangan Alena."Maaf kepada Pak Dokter Burhani, sepertinya tidak mempunyai otak dan tidak memenuhi kriteria sebagai dokter," Alena menepuk bahu Burhani kuat. "Mungkin anda bisa memilih untuk mengundurkan diri dari rumah sakit ini!""Apa maksudmu?""Semua yang aku katakan sudah jelas. Ayah yang mana dengan teg
Milla menarik ujung baju Dea dan menamparnya berkali-kali karena tidak terima dikatakan sebagai pembantu. Burhani yang melihat semakin geram dengan sikap Milla yang berubah drastis.'Masih terasa hangat di pikiran kalau beberapa minggu lalu aku menikahi seorang wanita cantik dan lemah lembut, bukan wanita gemb*l dan kasar ini! Kemana Milla yang dulu?'batin Burhani dongkol.Merasa dirinya sudah ditindas, Dea langsung menonjok perut Milla lumayan keras hingga dia terpental lumayan jauh. "Jangan kau pikir aku diam kau bisa melakukan apapun padaku! Berani membuat masalah denganku, kau akan tamat!" ancam Dea serius. Kedua matanya yang tajam dan berwarna merah menatap Milla tanpa berkedip.Burhani bahkan dibuat diam dengan sikap Dea, sekaligus kaget dengan yang dilakukan gadis itu. Sungguh tidak menyangka wanita yang dia kira hanya berani berkata-kata saja, ternyata mampu bertindak.Dia pun mengacungkan kedua jempol tangannya kepada Dea. Bukti kalau Burhani kini sama sekali tidak mencintai
Berbeda dengan Milla yang sedang terpuruk, Diana justru tertawa terbahak-bahak ketika melihat video yang dikirimkan oleh Radit melalui aplikasi hijau."Hahaha ... benar aku tidak menyangka kalau Milla yang cantik jelita itu akan mengalami hal seperti ini." Diana masih terkikik.Fahri dan Faiz yang hanya bisa mendengar tertawa Diana membuatnya bingung."Mama kenapa, Mas?" Faiz berjalan ke arah Fahri. Tampak ada rasa takut di wajahnya. Mungkin dia mengira ada sesuatu yang mengganggu pikiran Diana ataupun terjadi sesuatu.Fahri menoleh, "Mungkin Mama lagi senang," ucapnya mencoba menghilangkan kekhwatiran yang ada di wajah Faiz. Padahal aslinya dia juga sangat takut terjadi sesuatu pada Diana ataupun memang ada hal mistis. Namun, dia tetap saja menjaga harga dirinya. Bagi Fahri, seorang kakak itu harus terlihat lebih keren dan berani daripada adiknya. Apalagi usia di antara mereka lumayan agak jauh, membuat gengsi Fahri semakin tinggi.”Hahaha."Lagi-lagi tawa Diana terdengar sangat kera
Aku sungguh tidak kuat menjadi ketika menyaksikan kebisuan putra yang dulu selalu aku banggakan. Memang aku telah melakukan kesalahan yang sangat besar, tapi apakah harus mendapatkan balasan yang sangat cepat?Rasanya baru kemarin aku bermain bersama mereka. Apalagi lelaki tampan yang bernama Delon ini mengaku sebagai calon istri dari istri dan anak-anakku.Ah, mungkin sekarang aku hanyalah menyandang status sebagai mantan suaminya. Meskipun dia memutuskan perceraian secara sepihak.Beberapa kali aku mengajak Fahri dan Faiz untuk bicara, tapi perkataanku bagai melayang tertiup angin. Kedua anakku yang dulu sangat ceria dan aktif, kini berubah menjadi pendiam.Dalam waktu singkat, aku harus menghadapi cobaan yang bertubi-tubi. Sudah dikhianati kedua sahabatku, ditinggalkan istri dan anak-anakku, serta dibohongi Milla. Wanita yang kupikir lembut dan baik seperti bidadari ternyata hanyalah iblis yang menyamar sebagai malaikat.Tanpa bisa kutahan, air mata ini luruh begitu saja. Kupikir k
"Tidak! Tidak mungkin wanita hina itu berubah dalam waktu yang sangat dekat untuk menjadi ratu.""Tidak. Aku yakin mereka semua hanya membohongiku. Mana ada berubah dalam hitungan hari? Pasti semuanya hanyalah isu. Ya, benar. Semuanya hanya isu."Beberapa kali Milla mengatakan kata-kata yang sama. Berat baginya menerima kebenaran siapa Diana yang sebenarnya. Padahal dia sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri media cetak dan sosial mengabarkan hal itu. Tapi tetap saja hati dah pikirannya tidak bisa menerima hal itu."Apa kau tahu direktur utama yang baru? Aku sungguh tidak menyangka kalau Dirut dari F2 Group adalah seorang wanita muda yang cantik," ucap salah seorang wanita di sebuah jalanan yang penuh dengan orang-orang."Sama. Aku juga sangat tidak menyangka, apalagi beliau sepertinya terlihat sangat rendah hati," ucap yang lainnya.Hati Milla menjadi semakin penuh kebencian dan dengki. Matanya pun semakin memerah serta lebih tajam. Ia pun kembali melakukan sepeda motornya menuj
Milla berteriak mengumpat setelah mengetahui kalau Diana sebenarnya adalah orang kaya. Dia benar-benar sudah sangat kecewa dengan dirinya sendiri yang sudah merendahkan Diana.Padahal berbagai cara sudah dilakukannya untuk membuat Diana jatuh dan semakin terpuruk, bahkan enggan untuk bertahan. Tapi ternyata, dia bukanlah orang sembarangan bisa disentuh begitu saja.Rasa kecewa tidak dapat disembunyikan lagi dari wajahnya yang dalam waktu sekejap berubah menjadi amarah."Pantas saja selama ini kau baik-baik saja setelah apa yang telah aku lakukan!" geram Milla ketika hendak berjalan di antara kerumunan orang.Secara tidak sengaja, Burhani ternyata berada di dekatnya dan mendengar umpatan istri kedua yang sudah membuatnya melupakan istri dan kedua putranya."Apa sebenarnya yang sudah kubela dari wanita ini? Dia tidak lebih hanya seorang penghancur!" lirihnya geram dan sangat kesal. Namun tidak tahu lagi apa yang harus dilakukannya.Bagi Burhani, kata penghancur adalah kata yang paling t
"Maaf, Pak, kami akan segera tutup," ucap salah seorang karyawan restoran.Burhani mengangkat wajahnya menatap sayup seorang karyawan wanita yang tengah berdiri di sampingnya. "Tahun berapa restoran ini di bangun dan diresmikan?"Karyawati tersebut tampak heran dengan pertanyannya, dia merasa pertanyaan yang bagus ini harusnya dilontarkan dengan wajah yang cerah dan tersenyum. Bukan seperti wajah orang yang ada di sampingnya ini. Kusam dan sama sekali tidak ada senyuman. Justru malah terlihat sendu dan akan menangis.Apa karena orang ini terharu?Beberapa kali pertanyaan itu muncul dalam benaknya, tapi tetap saja ekspresi itu tidak pantas."Bisa jawab atau tidak? Oh, mungkin anda karyawan baru di restoran ini?" Burhani menatap remeh. Dia merasa kesal karena pekerja wanita ini hanya menatapnya dan tidak mengatakan apapun.Wanita yang di depannya tersenyum ramah, dia seolah tidak peduli dengan kata-kata yang menyakitkan dari Burhani, "Perkenalkan, saya Deswina, manager di sini dan sekal
Beberapa kali Burhani meyakinkan kalau apa yang dilihatnya tidak nyata. Dia sama sekali tidak menerima kalau istri yang selama ini bersamanya ternyata tidak terbuka dalam beberapa hal.Dia merasa telah dibohongi setelah sekian tahun lamanya.Kedua tangannya mengepal kuat dan matanya menatap ke arah Diana, Dion, dan kedua putranya bergantian. Tidak terkecuali kedua orang tuanya Diana yang dulu ketika akad nikah mengakui pekerjaan mereka adalah petani, tapi ternyata dari keluarga Gardan Pradipta.Dion tersenyum penuh kemenangan ketika melihat bagaimana reaksi Burhani. "Saatnya kau sadar dan menerima kekalahan. Pada dasarnya semua orang akan menebus semua dosa yang dilakukannya di masa lalu. Tapi hanya DP saja." gumamnya pelan sambil terkekeh.”Jujur awalnya saya sangat kecewa. Tapi kedua orangtua terus meyakinkan saya kalau ini memang jalan terbaik dari yang maha kuasa. Banyak juga para ibu yang mengalami hal sama seperti saya yang memberikan kata-kata mutiara dan beberapa pengalamannya