Setelah menuntaskan makan siang mereka, Kaivan segera mengajak Kana pulang sementara Alanna tidak ikut karena satu jam lagi dia akan mengikuti sebuah acara ajang pemilihan duta yang diselenggarakan oleh kampusnya di aula Mall, sehingga mereka bertigapun akhirnya berpisah setelah gadis itu memeluk Kaivan dengan mesra serta mencium pipi Kana.
Sepanjang perjalanan menuju lobby mall Kana tidak henti-hentinya menggerutu, ia menceritakan betapa enggannya ia harus mengikuti semua les yang telah dijadwalkan oleh kedua orangtuanya. Padahal menurut Kana ia sudah kelelahan menghabiskan 5 hari dalam seminggu untuk belajar di sekolah, namun hari sabtunya yang indah masih harus diisi dengan berbagai kegiatan mulai dari latihan berkuda bahkan sampai les piano yang tidak begitu ia sukai. Kaivan hanya mendengarkan dengan khidmat seraya sesekali menyunggingkan senyumnya seakan menikmati berbagai keluhan dari gadis kecilnya tersebut.
Tidak lama kemudian sebuah mobil Vellfire berwarna whi
Hari kedua Namara bekerja disuguhi dengan pemandangan di La Casa yang cukup ramai padahal waktu masih siang menjelang sore namun hampir semua meja tampak terisi penuh oleh pengunjung. Dalam hati Namara membatin kalau masih menjelang sore saja sudah penuh seperti ini, bagaimana dengan nanti malam? Apalagi ini adalah hari sabtu, hari dimana orang-orang akan menghabiskan malam yang panjang setelah lima hari berkutat dengan pekerjaan mereka.Citra juga tidak kalah sibuknya melayani pelanggan seraya melakukan inspeksi singkat pada masing-masing bagian operasional kafe. Mulai dari ruang persediaan bahan baku, ruang pendingin, dapur, toilet, hingga parkiran. Memastikan semua pelanggan merasa nyaman dan para koki serta bartender tidak kekurangan bahan baku untuk olahan mereka.Melihat kesibukan yang berlalu-lalang di depannya tersebut membuat Namara semakin bersemangat untuk bekerja, entah kenapa ia malah menikmati hiruk pikuk disekitarnya itu. Semua terlihat berus
Sepeda motor Namara melaju dengan kecepatan sedang menembus dinginnya malam serta meliuk-liuk melewati kendaraan sekitar yang masih saja ramai walau sudah hampir tengah malam.Pikirannya melayang-layang memikirkan ucapan Citra hinga tiba ia mulai merasa bahwa laju sepeda motornya mulai aneh dan beberapa detik kemudian Namara memutuskan untuk menepi dan tepat saat ia berada disisi jalan, mesin sepeda motornya turut pula mati.Namara masih terhenyak dengan kejadian tersebut, tidak lama kemudia ia menepuk helmnya dengan cukup keras saat ia melihat kearah indikator display motornya pada panah bahan bakar mengarah ke indikator yang berwarna merah, ia baru menyadari bahwa sore tadi ia lupa mengisi tangki bahan bakar motornya.Namara melihat sekeliling namun matanya tidak menemukan tanda-tanda penjual bensin eceran. Dengan sedikit menggerutu menyesali kebodohannya ia lantas menuntun sepeda motornya dengan semangat yang sudah mulai menguap.“Ya Tuhan dosa a
Kaivan menatap lagit-langit kamarnya dengan hampa. Satu lengannya menopang kepalanya menggantikan fungsi bantal. Pikirannya melayang entah kemana, akhir-akhir ini ia merasa sangat mudah merasa lelah serta stress.Rumah megah itu terasa lengang karena Nenek Kaivan tengah berada di Wellington mengunjungi Omnya yang bekerja disana. Setelah berpisah dengan Kana karena gadis itu harus tidur tepat waktu, suasana dirumah membuatnya kembali merasakan kesepian yang menyesakkan. Asisten rumahtangganya semuanya pasti sudah terlelap saat ini menyisakan pak Badri sang penjaga rumah di pos Satpamnya yang tengah terjaga sembari menonton pertandingan bola.Seketika ia teringat dengan karyawan barunya di La Casa yang sebelumnya ia temui di jalan saat diperjalanan pulang. Akan tetapi otak Kaivan entah mengapa tidak dapat mengingat nama gadis itu disaat mereka bertemu tadi, ia hanya teringat bahwa ia menjulukinya Singa. Nampaknya nama Leolina sepertinya cukup melekat dibenak
Kana dan Sheira memasuki rumah nenek mereka dengan bergandengan, sesekali Sheira tertawa mendengar celoteh yang keluar dari bibir mungil Kana. Sepanjang perjalanan menuju rumah neneknya, Kana bercerita panjang lebar tiada henti mulai dari menebak hadiah apa yang akan dibawa oleh sang nenek, makanan apa yang akan mereka makan malam ini, tentang teman-temannya disekolah bahkan sampai bercerita tentang Lego yang baru ia beli bersama Kaivan beberapa waktu yang lalu. Kaivan melengang masuk setelah mamarkirkan mobilnya di garasi, ia segera menuju kamarnya untuk bersiap-siap dan berganti baju karena sebelum menjemput kedua saudaranya tersebut ia tidak sempat mandi karena khawatir Sheira akan menceramahinya jika ia telat menjemput, terlebih lagi Kana. Dua gadis cucu perempuan keluarga Sari Sumitro tersebut memiliki persamaan yakni tidak suka menunggu. Tidak lama kemudian tibalah waktu makan malam, terlihat seorang perempuan berusia 70 tahunan denga
Sepeda motor Namara melaju dengan kecepatan rendah saat memasuki halaman depan sebuah pabrik manufaktur di dekat rumahnya. Hari ini ia diminta oleh sang Ibu untuk mengantarkan bekal milik Bu Sumirah, tetangga sebelah rumah mereka yang bekerja di pabrik ini. Tak lama setelah memarkirkan kendaraannya dibawah pohon dan melepas helmnya ia merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan smartphonenya untuk menghubungi bu Sumirah.“Halo bu Sum, ini Nara. Tadi ibu minta tolong antarkan bekal bu Sum karena mas Hari motornya mogok. Nara sudah di depan pabrik ya bu” jelas Namara saat bu Sum mengangkat telepon darinya.Bu Sumirah meminta Namara untuk menunggunya sebentar lagi karena ia harus meminta izin dari pengawasnya untuk keluar menemui Namara.Setelah hampir lima menit berlalu belum ada tanda-tanda bu Sum berhasil keluar dari area pabrik, ia maklum karena area pabrik itu sangat luas sehingga butuh waktu apabila keluar dari area dengan berjalan kaki, belum la
Dua minggu setelah acara makan malam bersama cucu-cucunya, nenek Sari masih belum bisa membujuk Kaivan untuk membantunya mengurus perusahaan. Jangankan membujuk, berbicara saja sulit dilakukan karena Kaivan seolah merajuk kepada sang nenek karena merasa dipaksa keluar dari zona nyamannya selama ini.Seminggu terakhir ini bahkan Nyonya Sari tidak melihat Kaivan dirumah, cucu tampannya tersebut sengaja pulang larut malam dan mulai beranjak dari kamarnya saat Nyonya Sari sudah meninggalkan rumah atau bahkan pagi-pagi buta sebelum neneknya tersebut terbangun.Namun hari ini Nyonya Sari sengaja mengosongkan jadwalnya agar dapat berbincang dengan cucunya tersebut. Kaivan tampak kaget saat menuruni tangga hendak sarapan ia melihat sang nenek tengah asyik mengelus kucing kesayangannya sembari menonton televisi padahal waktu sudah menunjukkan pukul 10 pagi, biasanya neneknya sudah meninggalkan rumah untuk ke kantor atau sekedar meninjau pabrik.“Nenek belum ke kant
Setelah perdebatan dengan cucunya, Nyonya Sari sengaja mengunjungi La Casa untuk bertemu dengan Azrico. Ia berharap agar Azrico mau membantunya membujuk sahabatnya tersebut untuk mengelola perusahaannya sementara Azrico menjalankan bisnis mereka. Sebuah win-win solution untuk mereka berdua. Toh selama ini memang sebagian besar kegiatan di Kafe diambil alih oleh Azrico karena Kaivan sibuk kesana-kemari dengan kekasihnya.Akan tetapi sesampainya di La Casa ternyata Azrico belum tiba, saat Nyonya Sari menanyakan kepada salah satu pegawai disana mereka mnegatakan bahwa hari ini Azrico tengah mengantar ibunya ke bandara sehingga ia akan sangat terlambat ke Kafe. Mendengar hal tersebut Nyonya Sari memutuskan untuk menunggu sembari menikmati suasana Kafe, sesekali menggantikan Kaivan untuk mengawasi usahanya batin Nyonya Sari.Saat tengam melihat-lihat suasana sekeliling mata Nyonya Sari mengakap sosok gadis yang tidak asing. Gadis itu baru saja tiba dari arah ruang
Ditengah-tengah asyiknya perbincangan antara Nyonya Sari dan Namara, tiba-tiba terdengar dering telepon dari smartphone milik Nyonya Sari.“Halo Banu” Nyonya Sari menjawab telepon dari salah seorang sekertarisnya.“Mohon maaf sebelumnya bu, saya ingin menyampaikan kabar buruk” suara diujung telepon terdengar sangat gusar serta sedikit bergetar.“Tenang Banu, katakan perlahan. Kenapa kau panik seperti itu”“Bu, area gudang dan pabrik di sektor A1 terbakar. Saat ini seluruh buruh tengah dievakuasi dan pemadam masih berusaha memadamkan api. Mereka kesulitan karena barang-barang yang ada di gudang kita sebagian besar mudah terbakar dan beberapa lainnya merupakan bahan baku yang mudah meledak sehingga api belum bisa.....” Nyonya Sari meletakkan smartphonenya tanpa sadar. Ia tidak memperdulikan seruan diseberang telepon yang memanggil-manggil namanya.Wajah Nyonya Sari tiba-tiba memucat, tatapannya berubah