"Assalamualaikum, permisi …."Terdengar suara pak RT mengucapkan salam dari depan, aku hanya berdiam diri di dalam kamar karena sudah mendapat arahan dari bu RT melalui chat untuk tidak ikut menemui suaminya. Lagi pula aku harus segera menyelesaikan tugas yang diberikan oleh paman."Wa'alaikumsalam ... iya, sebentar," terdengar suara Melly menjawab salam. Tak lama terdengar pintu dibuka kemudian suara Melly yang mempersilahkan rombongan pak Rt masuk ke dalam rumah.Seperti yang sudah di bilang oleh bu RT kemarin. Aku berpura-pura tidak tahu apa-apa saat pak RT bertamu kerumah. Kebetulan mas Arka sudah berangkat bekerja dan Melly yang membukakan pintu. "Eh, ada Pak RT," sapaku pura-pura terkejut ketika melihatnya sudah duduk di kursi ruang tamu bersama satu warga lainnya. Aku hendak keluar sambil menggendong Musda."Iya, Mbak Rada, gimana kabarnya?" jawab sekaligus tanya Pak Rt padaku."Kok Mbak Rada yang di tanyain kabarnya, sih? Harusnya Bapak itu tanya ke saya, bagaimana kabar say
"Assalamualaikum …,"Salamku ketika tiba di teras rumah pak RT, kulihat sudah banyak warga yang berkumpul. "Waalaikumsalam …," serentak mereka menjawab berbarengan."Eh, Mbak Rada sudah datang, yuk masuk, Mbak!" ajak Bu Yuni ramah.Aku pun melangkah masuk mengikuti Bu Yuni, tapi tanpa sengaja telingaku mendengar mereka berbisik-bisik membicarakanku."Bagaimana dia itu, kenapa membiarkan selingkuhan suaminya tinggal di rumahnya! Bod*h banget jadi perempuan!""Iya, ya!Mereka berbisik sangat pelan tapi entah kenapa telingaku ini pendengarannya sangat tajam sehingga walaupun samar aku masih bisa mendengarnya.Ku hela nafas sejenak untuk menetralkan emosiku, tanpa memperdulikan omongan mereka ku lanjutkan langkahku bersama Musda.Ketika sampai di ruang tamu rumah pak RT, sudah ada para tetua komplek, mereka tampak berbincang-bincang. "Mbak Rada, silahkan duduk," suruh Pak RT sambil menunjuk kursi kosong.Kuedarkan pandanganku mencari-cari keberadaan bu Retno dan bu RT yang katanya akan
Aku berjalan beriringan bersama trio emak-emak. Musda ku gendong karena sudah tidur dari tadi pas masih dirumah pak RT. Ketika sudah sampai di halaman rumahku, tiba-tiba kami mendengar suara orang sedang berdebat dari dalam rumah. Sudah pasti itu mas Arka dengan Melly.Kami berempat saling berpandangan sejenak, lalu aku mendahului mereka masuk rumah, karena pundakku terasa pegal menggendong Musda."Assalamualaikum," ku ucap salam begitu akan memasuki rumah."Waalaikumsalam," terdengar jawaban dari dalam. Loh kok suaranya seperti aku mengenalnya, itu bukan suara mas Arka ataupun Melly.Karena penasaran aku pun bergegas masuk, dan benar saja dugaanku, kedua mertuaku sudah duduk di kursi berhadapan dengan Mas Arka dan si pelakor itu."Bapak … Ibu … kapan datang?" tanyaku kemudian menghampiri mereka dan mencium tangannya."Belum lama, Nak. Kamu dari mana malam-malam begini sama Musda sampai dia tertidur?" ujar Ibu mertua ketika melihat Musda tidur dalam gendongan."Sebentar ya, Bu, aku ti
"Ya sudah, tunggu apa lagi! Cepat kemasi pakaianmu dan pergi dari rumah ini!" Melly dengan percaya dirinya mengusirku.Bapak dan Ibu langsung menatapnya tak suka. Mungkin heran bagaimana mungkin anak lelaki mereka bisa tergila-gila dengan wanita seperti itu."Aku tidak akan pergi dari sini, kamu lupa, ya? bukankah kamu yang harusnya sudah pergi dari tadi!" balasku sengit, gedek sekali hatiku melihat sikapnya yang sok berkuasa itu."Iya, dasar pelakor tidak tahu malu, kamu kan yang sudah di usir warga dari sini, kenapa kamu dengan percaya diri mengusir Mbak Rada!? Kamu pikir siapa kamu!" sahut Bu Yuni berucap dengan geram."Sudahlah, Bu, tidak perlu lagi ikut campur masalah kami, Ibu ini hanya orang lain disini, kenapa nggak pulang aja sih?!" balasnya santai."Selama kamu belum pergi dari sini, kami akan terus ikut campur! Kecuali kamu bisa nunjukin bukti itu," Bu RT ikut menimpali."Iya, kok nggak punya malu, sudah jelas-jelas warga sini mengusirnya, kok malah dengan percaya dirinya m
Pagi ini aku bangun terlambat, bahkan waktu subuh hampir habis. Segera aku membersihkan diri kemudian mengambil wudhu, lalu melaksanakan kewajiban subuhku. Setelah selesai aku keluar kamar, berniat untuk membuat sarapan. Tapi, ternyata sarapan sudah terhidang di atas meja. Ku lihat ibu mertua sedang mencuci piring."Pagi, Bu, maaf ya Rada telat bangunnya?" sapaku."Pagi juga, Nak. Iya nggak papa kok, ibu bisa ngerti kenapa kamu bangun terlambat," jawab Ibu sambil menoleh padaku, sedangkan tangannya masih sibuk membilas piring diatas wastafel."Seharusnya Rada yang masak sarapan buat Ibu. Tapi, ini malah Ibu yang memasak buat Rada," ujarku dengan perasaan yang tidak enak."Sekali-sekali nggak papa, Nak. Toh selama ini kamu sudah selalu memasak untuk kami. Jangan merasa sungkan begitu, bukankah ibu ini ibumu?"Ibu mengelap tangannya yang basah, kemudian menghampiriku yang masih berdiri di samping meja makan."Maafkan ibu, ya, Nak. Ibu tidak bisa mendidik Arka dengan baik," ucap Ibu lagi
Drrrr … drrrr ….Tiba-tiba ponselku bergetar panjang, seperti ada panggilan masuk. Ku ambil dari dalam tas lalu ku lihat layarnya."Siapa, ya?" aku bertanya sendiri karena ternyata yang memanggil adalah nomor baru. Dengan ragu aku mengangkatnya."Hallo …."…."Iya, saya sendiri. Ini siapa ya?"…."Astagfirullah!" ucapku, tanpa sadar aku langsung menatap ke arah pria yang sedang mengemudi. Ku lihat penampilannya dari belakang, jelas sekali pakaian yang dikenakannya berbeda dengan kebanyakan driver, karena dia mengenakan setelan jas yang biasa digunakan untuk ke kantor. Lagi ku perhatikan mobil ini, ternyata sangat mewah. tidak mungkinkan taxi semewah ini? huh! kenapa tidak kuperhatikan dulu tadi."Eh, i-iya Mas? Maafin saya, ya? Orderannya saya batalkan."Klik.Tanpa menunggu jawaban dari seberang, ku matikan panggilan secara sepihak.Kembali aku mengamati penampilan pria yang sedang mengemudi itu, kali ini ku amati wajahnya dari kaca spion di atasnya. Cukup tampan dan terlihat berkar
Pria yang tengah bercanda dengan Musda tiba-tiba menoleh dan aku terkejut begitu melihat wajahnya. Segera ku hapus air mataku, sedikit malu karena ada orang asing melihatku menangis."Kamu … kan?" "Loh, kamu sudah kenal sama Aldo, Nak?" tanya Mama ketika melihatku terkejut dengan kehadiran pria itu yang ternyata bernama Aldo."Dia itu …."¤¤¤¤¤¤¤"Hahaha …."Mama dan Papa terpingkal-pingkal mendengar ceritaku. Mereka memegangi perutnya dan sampai mengeluarkan air mata. Sebegitu konyolkah aku menurut mereka."Issh … udah donk, Mah, Pah!" ujarku dengan wajah yang cemberut.Tidak tahu apa kalau aku sudah sangat malu. Sedangkan Aldo kulihat hanya tersenyum tipis."Rada pulang, nih, kalau kalian nggak berhenti tertawa," aku merajuk dan berpura-pura hendak pergi."E eh, jangan donk! Masak baru datang udah mau pulang!" protes Mama."Ya Allah, Aldo! Mimpi apa semalam kamu sampai bisa di kira driver ojol! Seganteng dan sekeren ini, loh, Rada, hahaha …." Papa masih terus menggodaku dan tidak bi
"Maaass … ini mantan istrimu telpon!" terdengar teriakan Melly di seberang.Hening beberapa saat."Ada apa Rada? Apa yang akan kamu katakan padaku?" terdengar suara mas Arka dan langsung bertanya.Memang ya, dasar laki-laki baji**an! Tidak ada basa basi menanyakan keadaan anaknya sama sekali. Padahal dia sudah hampir dua bulan tidak bertemu."Kamu bisa ke rumah nggak?" aku sedikit menjeda perkataanku."Kenapa? Kamu menyesal, ya, setelah resmi bercerai dariku? Makanya, jadi perempuan itu jangan sok deh! Sok sok an pake acara menggugat segala, sekarang habiskan uangmu!" Aku menatap ponselku heran, nih orang percaya diri sekali bisa mengatakan seperti itu. Sayang, aku tidak berhadapan langsung dengannya, kalau iya sudah ku getok kepalanya itu pake heels sepatuku. "Sudah ngocehnya?! Kalau sudah sekarang dengerin aku ngomong, ya! Dengerin baik-baik, kalau perlu hidupkan itu loudspeakernya biar jelas!" sahutku gemas."Ya sudah cepat, mau ngomong apa kamu?" suara mas Arka terdengar tidak s