Share

Harus pakai rok mini!

Author: Rafasya
last update Huling Na-update: 2025-01-23 13:02:33

Sahira berdiri kaku di depan pintu, bingung dengan reaksi Michael. “Maaf, Pak?” tanyanya ragu, suaranya hampir tak terdengar.

Michael mengangkat tangannya, menunjuk ke arah Sahira dari kepala hingga kaki. Matanya menilai setiap detail penampilannya. Tidak ada sedikit pun kesan formal, apalagi seksi, seperti yang ia harapkan.

“Ini ... ini yang kau pakai untuk bekerja?” ucap Michael, ia mencoba menahan emosinya. “Aku sudah bilang kau harus memakai rok mini, bukan pakaian seperti ini! Rok-mu itu terlalu panjang!”

Sahira menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan rasa gugup. “Maaf, Pak,” jawabnya pelan, “tapi aku memang tidak punya pakaian seperti itu di rumah.”

Michael memijit pelipisnya, mencoba menenangkan diri. Di satu sisi, ia merasa kesal karena Sahira tidak mengikuti instruksinya. Namun di sisi lain, ia tidak bisa memungkiri bahwa gadis itu tetap terlihat cantik meskipun dengan penampilan sederhana seperti itu.

“Dengar,” ucap Michael, suaranya sedikit melunak, “di sini, aku yang menentukan aturan. Jika aku bilang kau harus berpakaian dengan cara tertentu, maka itu yang harus kau lakukan. Mengerti?”

Sahira mengangguk perlahan. “Baik, Pak. Aku mengerti, tapi aku memang tak punya rok mini. Mau beli pun aku tak punya uang.”

Michael memejamkan mata sejenak, mencoba menahan rasa frustrasinya. Namun, ia segera membuka mata kembali, kali ini dengan ekspresi dingin. Tanpa berkata apa-apa pada Sahira, ia meraih telepon di meja, lalu menghubungi seseorang.

“Lucas,” suaranya terdengar tegas, “panggil desainer perusahaan sekarang juga. Suruh dia datang ke kantorku dan bawa beberapa setelan rok mini. Pilih yang terbaik,” sambungnya.

Sahira menatap Michael dengan bingung, kedua alisnya berkerut. Ia tidak menyangka Michael akan bertindak sejauh ini hanya karena masalah pakaian. Namun, ia tetap berdiri di tempatnya, tidak berani memprotes.

Tak butuh waktu lama, pintu ruangan kembali terbuka, kali ini seorang wanita dengan penampilan modis masuk dengan membawa beberapa kantong pakaian besar. Rambutnya yang bergelombang tertata rapi, mengenakan blazer putih dengan rok pensil hitam yang memperlihatkan kesan profesional sekaligus elegan.

“Permisi, Pak, Anda memanggilku?”

Michael mengangguk. “Ya, apa kamu membawa apa yang kuinginkan?”

“Tentu saja,” jawabnya dengan nada genit.

Michael menyeringai. “Bagus. Letakkan semuanya di sofa,” ucapnya sambil menunjuk ke arah sofa di sudut ruangan.

Wanita tersebut segera menuruti perintah Michael. Ia mengeluarkan beberapa rok mini dari dalam kantong pakaian, lengkap dengan atasan yang serasi. Semua pakaian tersebut terlihat mewah dan memancarkan kesan mahal.

Sahira meneguk ludah, matanya melebar melihat deretan pakaian yang dipajang di sofa. Dia merasa tak percaya dengan apa yang sedang terjadi.

Michael berdiri dari kursinya dan melangkah mendekati sofa, sambil menunjuk satu per satu pakaian yang ada di sana. “Kau bisa pilih salah satu untuk besok. Tidak ada alasan lagi, Sahira. Mulai besok, kau harus berpakaian seperti ini.”

Sahira menatap Michael dengan tatapan tajam. “Pak, aku rasa ini tidak perlu. Aku bisa bekerja dengan baik tanpa harus berpakaian seperti itu.”

Michael menoleh ke arahnya, senyum menghiasi wajahnya. “Bukan kau yang menentukan apa yang perlu atau tidak, Hira. Di sini, aku yang membuat aturan.”

Wanita desainer yang membawa pakaian itu tersenyum sambil mendekati Sahira. “Jangan khawatir, Nona. Semua pakaian ini sudah didesain agar nyaman dipakai. Saya yakin Anda akan terlihat luar biasa.”

Sahira hanya mendengus kesal. “Baiklah,” ucap Sahira menyerah. “Aku akan memakainya mulai besok. Tapi, untuk saat ini, aku harap Bapak bisa menerima penampilanku apa adanya.”

Michael menyipitkan matanya, memandang Sahira seperti sedang menilai sesuatu. Setelah beberapa saat, ia mengangguk perlahan. “Baik. Untuk hari ini, aku maafkan.”

Sahira hanya mengangguk, meskipun dalam hatinya dia terus mengumpat.

“Dasar, bos mesum!” ucapnya dalam hati.

***

Sahira duduk di salah satu sofa kecil di sudut ruangan, punggungnya bersandar dengan malas sementara kedua tangan terlipat di depan dada. Ia merasa sangat bosan. Matanya berkeliling, memperhatikan ruangan Michael yang mewah. Dengan dinding kaca yang memberikan pemandangan kota dari ketinggian, furnitur kulit mahal, dan aroma khas maskulin yang memenuhi udara, ruangan itu benar-benar mencerminkan karakter sang pemilik.

“Apa begini rasanya jadi sekretaris?” Sahira bergumam pelan pada dirinya sendiri.

Ia melirik ke arah Michael, pria tampan itu duduk di belakang meja kerja besar dengan tatapan serius. Jari-jarinya menari lincah di atas keyboard komputer, sesekali matanya berpindah ke layar ponsel yang berada di sampingnya. Sesekali, alisnya mengerut, tanda ia sedang berkonsentrasi penuh pada pekerjaannya.

Sahira menghela napas panjang. Dia merasa diabaikan. Sejak tadi ia duduk di situ, Michael bahkan tidak meliriknya sedikit pun, seolah kehadirannya sama sekali tidak penting.

Hufft!

Sahira mencoba mencari cara untuk mengisi waktu, tapi tidak ada yang bisa dilakukan. Tidak ada tumpukan dokumen untuk dibaca, tidak ada komputer untuk digunakan, bahkan tidak ada buku untuk sekadar dibolak-balik.

Matanya kembali tertuju pada Michael. Pria itu benar-benar tenggelam dalam pekerjaannya. Wajahnya yang tampan dengan hidung mancung, rahang yang tegas, alis sedikit tebal, dan mata setajam elang membuatnya terlihat dingin. Namun, tidak bisa dipungkiri, Michael memang memiliki aura yang memikat.

“Kenapa dia harus setampan itu?” batin Sahira, sedikit jengkel dengan dirinya sendiri karena terus memperhatikan bos-nya.

“Pak, aku bisa membantu sesuatu?” tanyanya dengan ragu.

Michael tidak langsung menjawab. Dia hanya mengangkat satu tangan, memberikan isyarat agar Sahira menunggu.

Sahira mendesah pelan. Ia merasa ditolak secara halus.

“Kalau begini terus, mending aku jualan cilok,” gumamnya, kali ini sedikit lebih keras.

Michael akhirnya berhenti mengetik dan mengangkat kepalanya. Ia menatap Sahira dengan mata tajam, seolah baru menyadari keberadaannya. “Ada apa?” tanyanya datar.

Sahira tertegun sejenak, tidak menyangka Michael akan merespons. “Em, tidak ada. Aku hanya sedikit bosan.”

Michael menatapnya lebih lama, seolah sedang mempertimbangkan sesuatu. Lalu, ia tersenyum tipis—senyum yang sulit ditebak artinya. “Kalau kau bosan, aku bisa memberimu pekerjaan tambahan,” ucapnya.

Mendengar itu, mata Sahira berbinar sejenak.

“Tentu saja, Pak. Apa yang harus saya lakukan?”

“Sederhana saja. Mulai besok, pastikan kau mengenakan pakaian yang sesuai dengan aturan kantor. Itu pekerjaan pertamamu.”

Sahira tersenyum kecut. “Dasar pria menyebalkan,” gumamnya pelan.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Asi Kamang
bagus ceritanya san buat penasaran
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)   Wajah yang familiar

    David berlutut di samping Maxy, wajahnya pucat namun matanya penuh kekhawatiran. Ia menepuk lembut bahu kecil Maxy.“Apa … kamu baik-baik saja, Nak?” suaranya pelan, menembus keheningan di antara mereka.Maxy mengerjap, menahan air mata. Ia menggeleng dengan angel.“Aku … aku baik-baik saja, Paman,” jawabnya, suaranya berat tapi tegar.David mengusap pelipisnya, merasakan kelegaan sesaat, namun segera tertahan saat matanya turun ke lutut bocah itu.“Kakimu terluka … Kita sebaiknya ke klinik terdekat dulu sebentar, Nak,” ucapnya lembut, mencoba menyembunyikan rasa gelisah.Mata Maxy menatap permukaan jalan. Ia menggumam lirih.“Sudahlah, Paman. Luka ini cuma sekadar goresan. Aku bukan laki-laki lemah.”David menelan ludah, duduk di sela trotoar.“Baiklah …” ia menghela napas panjang. “Tapi kalau rasa sakitnya bertambah parah, kau harus bilang, oke?”Maxy mengangguk mantap. Bastir kecilnya tertutup bedak merah muda, menahan darah yang merembes tipis. Joy, bocah menahan Maxy dari belakan

  • HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)   Benar kau Belinda?

    Langkah kaki David mantap menapaki trotoar sempit dengan tatapan fokus ke depan. Di tangannya, ponsel menyala menampilkan data hasil pelacakan yang barusan ia dapat dari seorang kenalannya yang bekerja sebagai pemulung di dekat bandara lama.“Nama wanita itu ... Belinda, katanya tinggal di ujung gang, rumah ketiga dari kiri.” gumam David pelan.Ia berhenti di depan sebuah rumah mungil berwarna hijau pudar, dindingnya retak di beberapa bagian, dan pagar kecilnya sudah berkarat. Sebuah pot gantung berisi tanaman kering tergoyang lemah diterpa angin. David menarik napas panjang, menurunkan kaca mata hitamnya lalu mengetuk pintu pelan namun tegas.Tok ... tok ... tok ...Beberapa detik kemudian, daun pintu terbuka. Muncul seorang wanita dengan wajah letih, berusia sekitar 40-an tahun. Rambutnya digelung asal-asalan, mengenakan daster bermotif bunga yang tampak sudah lusuh. Matanya menyipit, mengamati David dari ujung kepala sampai sepatu pantofel mengkilatnya.“Ada yang bisa saya bantu, P

  • HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)   Maxy bukan bocah biasa

    Di sudut perempatan lampu merah yang biasa digunakan Maxy dan ibunya untuk berjualan, dua bocah lelaki tampak duduk di atas trotoar, menatap kaleng-kaleng bekas yang telah mereka susun menjadi mobil-mobilan.“Kau yakin kita akan bermain?” tanya Joy, bocah kurus dengan rambut acak-acakan dan kulit legam karena sering dijemur panas matahari.Maxy mengangguk penuh semangat. “Tentu saja.”“Tapi, Max ... bagaimana kalau nanti ibumu marah lagi? Nanti kau dipukul lagi?” Suara Joy terdengar ragu, masih teringat betapa kerasnya Belinda memarahi Maxy kemarin karena mencuri.Maxy tertawa kecil, tapi senyumnya tidak sepenuhnya ceria. “Sudah ... tenang saja. Ibuku memang suka memukul, tapi nanti besoknya dia akan minta maaf dan memberi makanan enak.”Joy mengangguk perlahan, walau raut wajahnya tetap tak yakin. “Baiklah ... ayo kita pergi.”Dua bocah itu pun berlari menuju gang kecil yang jarang dilewati orang, membawa mobil-mobilan kaleng yang sudah mereka rawat seperti harta karun. Mobilan itu t

  • HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)   Firasat seorang Ayah

    “Sierra, ayo sayang, berlatih sekali lagi!” teriak Michael sambil setengah berlari mengejar anak kecil berbaju olahraga pink yang melesat cepat seperti peluru.Napasnya mulai tersengal. Kemeja putihnya kini kusut, dan dasinya tergantung miring. “Tidak mau!” seru Sierra sambil tertawa geli, kuncir kembarnya memantul seiring langkah kakinya. “Daddy kejam! Daddy tidak sayang aku!”“Sayang dong!” Michael terus mengejar, tapi Sierra dengan lincah menyelinap ke balik tiang dan melompat naik ke bangku taman kecil di halaman belakang.Dengan wajah cemberut yang hanya dibuat-buat, Sierra segera berlari ke arah sang ibu yang tengah duduk santai di ayunan rotan sambil membaca majalah.Sahira mengangkat wajahnya dari halaman majalah saat Sierra menyusup ke pelukannya. Ia menoleh sekilas pada suaminya yang baru tiba dengan wajah lelah tapi penuh kasih.“Mommy, katakan pada Daddy. Aku tidak mau berlatih. Aku lebih suka main boneka. Bonekaku lebih pintar daripada Daddy!”Michael menyipitkan mata se

  • HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)   Aku bukan anak haram!

    “Hei, berikan bola itu padaku,” ucap seorang anak laki-laki bertubuh tambun dengan nada tinggi.Maxy yang sedang duduk menyusun gantungan kunci langsung menoleh. Matanya menangkap bola berwarna merah-biru yang menggelinding mendekatinya. Ia segera berdiri, meraih bola itu dengan kedua tangannya, lalu berjalan ke arah anak tersebut dengan wajah ramah.“Ini bolamu. Hai, namaku Maxy, kau bisa memanggilku Max.”Namun bocah itu tidak menunjukkan sedikit pun sikap ramah. Ia hanya menatap Maxy dengan tatapan meremehkan, lalu merebut bola dari tangan Maxy dengan kasar tanpa sepatah kata pun. Dia langsung membalikkan badan hendak pergi.“Heh, kau tidak berterima kasih padaku?” seru Maxy sedikit keras.Anak itu berhenti, berbalik dengan ekspresi sebal.“Untuk apa?” tanyanya ketus.“Karena aku telah mengambilkan bolamu,” jawab Maxy, masih mencoba sopan.Bocah itu mendengus dan tertawa sinis. “Kan itu memang tugasmu. Kamu cuma anak jalanan. Anak orang miskin yang nggak berguna.”Wajah Maxy menega

  • HASRAT LIAR CEO (Perawan 200 Juta)   Susu hambar

    Malam hari.Sahira duduk di sofa ruang tamu yang luas, dikelilingi dengan nuansa hangat dari pencahayaan lampu di rumah besar mereka. “Aduh.”Sebuah rasa sakit tiba-tiba menusuk di kakinya. Awalnya ia mengira hanya kelelahan setelah beraktivitas seharian, tapi rasa nyeri itu tak kunjung hilang. Sahira berusaha berdiri, namun kakinya terasa lemas dan sulit untuk digerakkan.Sebuah teriakan kecil keluar dari mulutnya tanpa bisa ia tahan.“Aw! Sakit!” Sahira memekik, mengangkat kaki kirinya yang terasa sakit.Michael, yang sedang sibuk di dekat dapur, langsung menoleh ke arah suara itu. Wajahnya berubah cemas saat melihat istrinya terkejut dengan rasa sakit yang mendalam.“Ada apa sayang?” Michael bertanya dengan nada khawatir, langkah kakinya cepat menuju Sahira.Sahira mencoba tersenyum, meskipun rasa sakit itu masih terasa. Ia memegangi kakinya dengan tangan. “Tidak tahu, Mike. Kakiku tiba-tiba saja sakit,” sahutnya, berusaha menjelaskan, meski masih merasa bingung dengan rasa sakit

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status