Share

BAB 3

Julliet menggeleng. “Enggak terlalu sih, pernah denger namanya dari bokap.”

“Siapapun dia. Gue harapnya sih deal dia bakalan kerja sama.”

“Semoga ya, gue harapnya sih gitu.”

“Sombong nggak sih orang kayak gitu? Misalnya gaya bahasa tinggi atau sok cool, atau apalah itu,” tanya Anja.

Ia memang tidak suka dengan klien yang punya sifat kritis, karena mereka biasanya mau di sembah-sembah.

“Enggak deh kayaknya mereka justru lebih sopan. Tapi nggak tau juga, kan gue nggak kenal.”

“Gue harap sih dia nggak terlalu kritis, ah yaudahlah semoga klien gue pak Willi ini orangnya nggak kritis, malas gue ngadapi orang kritis, tapi clingy juga males ngadepinnya.”

“Yang penting lo baik aja, ramah.  Kalau nggak deal, harus lapang dada.”

“Gue nggak mau tau, itu klien harus deal.”

“Duh, gimana caranya?” Tanya Juliet penasaran.

“Ya pokoknya gimanapun caranya pak Willi harus deal, ini demi masa depan gue.”

“Hemmm, terus.”

“Pinter-pinter gue sih ngadepinnya gimana.”

“Kalau dia deal, ngajak lo tidur bareng gimana?”

Anja menutup wajahnya dengan tangan. Ia tak dapat membayangkannya. 

Namun, senyuman Julliet yang tampak menggodanya, membuat Anja balas bercanda. “Tergantung dia ngambil berapa banyak? Tanda tangan NDA dulu.”

“Dasar ya lo.”

Anja tertawa, “Nervous tau.”

“Cielah, nervous, kayak pertama ketemu klien aja.”

“Tadi sih, lo ngomongnya tidur bareng, jadi nggak tenang gue. Kayak dejavu tau.”

Alis Juliet terangkat, “Really? Padahal gue becanda doang.”

“Ah, entahlah, gue ngerasa kalau itu bakalan terjadi.”

“Hanya perasaan lo doang,” ucap Juliet lalu menyesap kopinya lagi.

***

Tepat jam sebelas, Anjani sudah berada di Spectrum – Fairmont Jakarta. Ia memang sering bertemu dengan kliennya di sini, staff di sini juga banyak mengenalnya, dia ramah dan sangat helpful. Seperti biasa ia menjamu makan siang di sini bersama klienya, kalau kliennya ini merupakan kelas kakap, kalau biasa-biasa saja, mungkin cukup di office.

Restoran ini tempatnya memang tidak seluas buffet restoran hotel lain, namun makanannya tidak diragukan lagi, di sini enak-enak. Ia pernah makan lamian, kuah orginalnya enak, dimsum apa lagi,  daging lamb tidak berbau dan sangat empuk, buah-buah selalu keadaan fresh, sushi roll juga enak, dan rata-rata kliennya puas, saat ia ajak makan di sini.

Anjani melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 11.00, ia di sini sudah sepuluh menit yang lalu. Ia mengedarkan pandangannya kesegala penjuru ruangan. Ia seketika bergeming memandang seorang pria yang baru masuk dari arah pintu masuk.

Pria itu mengenakan kemeja hitam dan celana berwarna senada. Ia memperhatikan struktur wajah pria itu, dia memiliki rahang yang tegas, alis yang tebal dan bibir yang menggoda untuk dicicipi. Oh God, ia berharap itu adalah kliennya. Jika kliennya setampan itu ia rela jika tidur bersama malam ini. Damn! Kenapa pikirannya sangat liar. Tatapan mereka lalu bertemu dan saling memandang satu sama lain.

Pria itu memandang seorang wanita mengenakan celana kulot berwarna coklat muda dan kemeja berwarna putih tanpa lengan. Rambutnya lurus berwarna hitam tampak sehat berkilau. Ia harus mengakui kalau wanita itu cantik. Dia memiliki mata yang bersinar, bulu mata yang lentik, alis terukir sempurna, bibir penuh sensual dengan lipstick berwarna nude. Ia melihat ada keterangan manager marketing di lanyard coach di dadanya.

“Ibu Anjani?” tanyanya to the point.

Anjani menahan nafas beberapa detik, ia tidak menyangka bahwa pria itu mengetahui namanya. Anjani berikan senyum terbaiknya secara professional. Ia mengulurkan tangan kepada pria itu.

“Iya, saya Anjani. Apa bapak yang namanya bapak William?”

“Iya, saya William.”

Pria itu membalas uluran tangan Anjani, “Senang berkenalan dengan anda.”

“Terima kasih. Saya juga senang berkenalan dengan anda pak William.”

“Silahkan duduk pak.”

William dan Anjani lalu duduk, beberapa detik kemudian ia melihat server menghidangan dua cangkir hot coffee dan makanan pembuka di atas meja.

Anjani tahu bahwa kliennya ini adalah William seorang pengusaha sukses, biasa dipanggil Willi, pemilik dari Metropolitan Grup, proyeknya berpusat di Kemayoran, dan Jakarta pusat. Dia merupakan salah satu  pengusaha property yang sukses. Salah satu  bisnis property yang dikelolanya lewat Internasional Expo, perusahaanya  dikenal sebagai penyelenggara dari Pekan Raya Jakarta atau PRJ.

Anjani melirik pak William menyesap kopi dan ia pun melakukan hal yang sama.

“Apa kamu menunggu saya dari tadi?” Tanya William kepada Anjani.

“Enggak pak, saya datang sepuluh menit yang lalu.”

“Sudah pesan?”

“Iya, sudah.”

William memandang Anja, cukup serius, “Tawaran kamu seperti apa?” tanya William langsung ke inti pertemuan mereka.

Anjani menahan degup jantunngnya kala mendapati pria itu menatapnya dengan dalam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status