“Siapa?” tanya Anjani penasaran.
“Temennya papa.”
“Really? Masih muda loh dia, papa lo kan udah tua,” ucap Anja. Ia sungguh tidak menyangka kalau teman papanya Juliet semuda itu.
Juliet tertawa, “Namanya juga rekan bisnis, nggak mandang umur lah.”
“Ganteng banget tau itu. Siapa namanya?”
“Christian.”
“Pasti tajir banget,” ucap Anja, karena ia melihat secara jelas look nya seperti apa.
“Setara sama papa,” bisik Juliet sambil terkekeh.
Alis Anja terangkat, “Keren banget dong.”
“Pastinya,” Juliet tertawa geli.
Anjani dan Juliet lalu duduk di kursi, ia memandang server yang membawa pesanannya.
Mereka pun duduk dan menyesap coffee yang tersedia. Hot mocca yang ia sesap mengeluarkan rasa dark chocolate. Kopinya juga dipadukan dengan sempurna tanpa rasa asam setelahnya.
Ia mengangguk puas, sebelum menatap Julliet yang juga sedang menikmati minumannya. “Lo dari tadi nungguin gue lama, nggak?”
“Enggak sih, barusan aja. Sekitar 10 menit yang lalu,” ucap Juliet.
Anjani memperhatikan Juliet. Sepertinya, ia masih memikirkan pria bernama Oscar yang katanya pernah dekat dan menyelamatkannya.
Dulu, temannya itu dan Oscar sama-sama memiliki rasa. Namun, Juliet menahan rasa itu kepada itu demi kebaikan bersama.
Ia bahkan pergi ke Bali selama 2 tahun untuk menghindari Oscar. Namun, apa yang terjadi? Ketika Julliet menginjakan kakinya ke Jakarta, ia bertemu dengan pria itu lagi. Ia yakin Juliet dan Oscar itu jodoh.
“Terus, gimana hubungan lo sama Oscar? Dia masih ngubungin lo nggak?” tanya Anjani lagi dengan penasaran.
Juliet terawa, ia menyesap kopinya lagi, “Masih lah.”
“Terus kangen-kangenan?”
“Kangen-kangenan gimana maksud lo?” tanya Juliet, sambil memakan pastry-nya.
“Seperti, peluk, kecup, manja.” Anja tertawa geli.
“Ah, lo ada-ada deh!”
“Kelihatan sih dia kangen banget sama, lo,” goda Anja lagi.
“Nanti balik kerja, dia ngajakin keluar gitu, sih.”
“Seru tuh, lo mau?” ucap Anja, ia memakan cakenya yang super lezat.
“Mau lah.”
“Itu tandanya lo cinta sama dia,” ucap Anja to the point.
“Masa sih?”
“Yee, dibilangin nggak percaya. Yaudah jalanin aja sama Oscar, sekali-kali nyenengin diri, jalan kek ke mana. Emang, nggak kangen cium-ciuman udah dua tahun jomblo.”
Juliet lalu terawa geli, “Ih, gila ya lo, aneh aja deh.”
“Ya ampun, itu dibilang aneh? Kayak ABG aja deh,” balas Anjani cepat.
Keduanya bercengkram kembali, sampai pertanyaan Juliet membuatnya terdiam.
“Oh, iya, lo sering gituan sama klien gak sih?”
Alis Anja terangkat. Ia lalu tertawa, “Ya, nggak lah, aneh aja lo. Tergantung klien nya oke apa nggak. Gue nggak kepikiran sama kali soal gituan.”
“Kirain kan, omset besar dapat tawaran gituan.”
“Kalaupun ada nggak mau lah,” balas Anja cepat.
“Masa?”
“Suer deh, gue udah ketemu banyak orang, kalau ngajak makan, dinner, atau minum, masih oke lah di temenin. Kalau sampe chek in, kayaknya enggak deh.”
Ah, ia tidak bisa membayangkan akan tidur dengan klien, memikirkannya saja sudah merinding. Sebagai marketing yang sudah bekerja hampir 9 tahun lamanya, pekerjaanya memang bisa dibilang agak rancu.
Ia diharuskan berhubungan dengan klien langsung.
Membangun building network, bertemu klien, memiliki banyak klien atau bahkan seluruh Indonesia. Kenal dengan keinginan pelanggan tetap. Namun baginya klien itu sangat penting karena ia sudah memiliki funneling channel. Bagaimana rasanya ada seorang pria yang tidak terlalu ia kenal yang ia anggap sebagai klien menjilat miss v atau menghujami tubuhnya. Ia memikirkannya saja sudah berkecamuk. Sepertinya ia memang tidak bisa tidur dengan kliennya, walau setampanpun itu, karena baginya perasaan itu nomor satu.
Jangankan dalam hal sex, hal sederhana saja misalnya berboncengan menggunakan sepeda motor, jauh lebih berkesan jika berboncengan dengan orang yang di sukai dari pada dengan orang yang tidak disukai. Saat dengan orang yang disukai rasanya perjalanan itu jauh menikmati setiap detiknya, dan perjalanan penuh makna.
“Okee. Tapi, lo beneran gak bisa lama-lama, ya hari ini? tanya Juliet membuyarkan lamunannya.
“Iya.”
“Siapa sih klien yang pengen lo temuin?”
Anja menarik nafas beberapa detik, lalu menatap Juliet, “Pengusaha property namanya William.”
“William yang punya Metropolitan Grup?” beo Julliet kaget.
Anjani mengangguk. “Lo kenal?”
HAPPY READING***1 bulan kemudian,“Oh My God!” Teriak William dalam hati. Ia menatap Anja, dengan rambut sebahunya, ia tidak tahu sejak kapan Anja memangkas rambutnya panjangnya menjadi separuh, lalu tatapannya berubah dan senyumnya berkurang, ia berubah menjadi ragu. Ini sudah sebulan berlalu Anja tidak bersamanya, ia hampir gila memikirkan wanita itu setiap harinya.Willi memejamkan mata beberapa detik, ia menutup wajahnya dengan tangan, ia menghabiskan dua Minggu di Eropa di kota terpencil hanya karena memikirkan wanita itu. Untuk masalah Livy sudah ia selesaikan sejak ia mengatakan cintanya kepada Anja. Orang tuanya menyayangkan hubungannya dengan Livy, namun apa boleh buat ini semua tentang keputusannya. Ia tidak bisa menikah dengan orang yang tidak memiliki perasaan yang sama.Willi merasa senang kalau Anja kini menghampirinya, namun beberapa detik kemudian ia berubah menjadi jengkel dan kesal. Memasang topeng tidak peduli di wajahnya, ia melangkah mendekati Anja yang berdir
HAPPY READINGBeberapa hari kemudian, itu merupakan terakhir mereka bertemu, William tidak lagi menghubunginya walau ia sudah membuka blokir ponselnya. Selama beberapa hari itu, jujur pria itu tidak lepas dari kepalanya. Masih teringat dalam ingatannya, bagaimana pria itu memeluknya, tertawa bersama, saling bercerita, deeptalk, pillowtalk, moment seperti itu sangat berharga untuknya. Mereka bisa bercerita banyak hal, walau moment itu hanya sebentar, entahlah ia merasa kalau setiap moment yang mereka lakukan itu sangat terkenang.Ia mulai menerima dan menyadari bahwa perasaannya terhadap William itu ada. Ia tidak menapik kenyataan bahwa ia memang menyukai Willi. Ia tidak bisa membohongi perasaanya, semakin berpikir semakin membuatnya tidak tenang. Ia berbicara pada diri sendiri, apa ia sanggup menjalin hubungannya dengan William.Untuk Richad, entahlah ia merasa gamang, pria itu memberi prihatian lebih kepadanya, tidak jarang ia dan Richad makan siang bersama. Dia sangat baik, bahkan
HAPPY READING“Jelaskan pria mana yang tidak marah, wanitanya bersama pria lain. Pria itu bahkan selevel dengan saya!”“Saya hampir gila tiba-tiba kamu pergi meninggalkan saya!”“Saya seperti pria yang tidak tentu arah karena kamu pergi begitu saja, tanpa kejelasan apapun!”“Mungkin saya salah karena saya bertanya apakah kamu tidur dengannya! Saya mengatakan seperti itu karena saya takut kehilangan kamu! Saya tidak bisa, wanita saya berbagi dengan pria manapun!”“Oh God, bagaimana lagi saya harus menjelaskan kepada kamu!”“Apa perlu pembuktian kalau saya ini cinta sama kamu!” Teriak Willi.“Kamu mau bukti, kalau saya bisa menikah dengan kamu!”“Ayo kita menikah! Kalau kamu mau! Saya mau mengikat kamu sehidup semati!”“Saya tidak peduli lagi dengan keluarga saya! Mereka tahu apa tentang peraasaan saya!”“Persetan dengan Livy! Tidak peduli statusnya apa! Saya tidak akan pernah terpikirkan untul bersanding dengannya apalagi memacarinya!”“Yang saya pikirkan saat ini itu, kamu!”“Hanya k
HAPPY READINGAnja duduk di kursinya, “Sudah lebih baik,” ucap Anja, ia menaruh kopi dan handbag-nya di meja, ia melihat map di atas meja kerjanya. Itu kerjaan yang telah diselesaikan oleh staff nya, namun ia tetap mengoreksinya. Ia juga mengambil pekerjaanya di laci dan ia taruh di meja.“Selamat pagi ibu Anja.”Anja lalu menoleh, ia menatap Richad tepat berada di belakangnya. Ia dengan reflek berdiri, ia lalu tersenyum kepada pria itu.“Selamat pagi juga pak.”“Apa kabar kamu hari ini?”“Ah ya, baik,” ucap Anja gugup, ia memperhatikan penampilan Richad dia mengenakan kemeja berwarna putih dan celana abu-abu, dia sangat sempurna.“Syukurlah kalau begitu. Ponsel kamu tidak aktif dari kemarin, membuat saya khawatir.”Anja tersenyum, “Saya baru mengaktifkan ponsel saya barusan, maaf membuat bapak khawatir.”“Yaudah kalau begitu, saya ke office dulu. Kamu lanjut kerja.”“Baik pak,” ucap Anja.Anja lalu duduk kembai, ia lalu segera melihat ke arah ponselnya, ia melihat banyak pesan dan p
HAPPY READING***Richad melirik Anja yang berada di sampingnya, wanita itu hanya diam, ia tidak tahu apa yang terjadi antara Anja dan William. Tangan kirinya menghidupkan audio mobil, sambil memanuver, ia memperhatikan jarak mobil dan motor di hadapannya.“Kamu belum cerita apa yang sebenarnya terjadi antara kamu dan William,” ucap Richad.Anja hanya diam, bagaimana mungkin ia bisa menceritakan kisah ini dengan Richad, sedangkan apa yang terlah ia lakukan adalah hal yang paling gila di muka bumi ini, ia sudah tidur dengan pria itu berulang kali tanpa status apapun.Richad menunggu beberapa detik, hingga Anja menceritakan apa yang telah terjadi, namun wanita itu memilih bungkam,“Kamu langsung mau pulang?” Tanya Richad, sepertinya Anja belum mau cerita kepadanya.“Iya, langsung pulang saja,” ucap Anja.Richad menatap Anja, ia tahu kalau ia harus menghargai privasi Anja, ia tidak bertanya lagi apa yang telah terjadi. Sepanjang perjalan mereka mendengarkan lagu dari audio mobil. Hingga
HAPPY READING***“Saya tidak suka kamu bersamanya.”Anja terdiam beberapa detik mencerna kata-kata Willi, “Kamu bukan apa-apa saya, dan kamu tidak berhak menghalangi saya untuk pergi dengan siapa saja!” Ucap Anja, kali ini ia tidak bisa mengontrol emosinya.Wajah Willi merah padam, ia semakin mendekati Anja, otomatis tubuh Anja mundur ke belakang,“Kamu itu milik saya, saya tidak suka kamu pergi dengan pria lain, selain saya. Paham kamu!” Ucap Willi menahan geram.“Apapun status kamu dengan pria itu, saya tidak suka suka kamu bersamanya!”Anja mendongakan wajahnya, menatap William dengan berani, ia memandang iris mata itu,“Kamu pikir kamu siapa hah!” Ucap Anja lepas control, ia tidak suka diperlakukan semena-mena seperti ini.“Kamu milik saya paham! Saya tidak mau ada laki-laki lain bersama kamu selain saya!”“Ingat saya bukan milik kamu. Sejak awal kita tidak memiliki hubungan apa-apa.”“Apa pantas wanita yang saya tiduri tiap hari lalu, dia bersama pria lain. Kamu ini apa sebenar