Dinda menyudahi bersih-bersihnya untuk lanjut beristirahat sebab besok mungkin akan menjadi hari yang panjang dia akan mengurusi Aldrick adik ipar sang kakak yang lahir di saat usia ibu mertunya sudah berusia setengah abad.
Dinda menjatuhkan dirinya di ranjang ia kembali mengingat kejadian tadi dimana begitu kesalnya Kairo atas dia yang tidak sengaja mendorong pintu mobil, entahlah senagaja atau tidak namun Dinda benar-benar kesal pada Kairo yang mengikutinya.
Kamu kasar Adinda…
Ucapan itu terus saja terngiang-ngiang dan berputar dikepala Adinda nyaris membuatnya tidak bisa tidur, Dinda pun melirik ponselnya haruskah dia mengirimkan pesan permintaan maaf atau menghubungi Kairo?
Ia pun akirnya mengambil ponselnya menghubungi Kairo, mungkin saat ini Kairo sudah sampai dirumah, beberapa kali der
Dinda dan Kairo pun berpisah saatseorang asistennya datang mengatakan persiapan pengoperasian sudah siap, Kairo bergegas keluar dan Dinda kembali keruangan yang ia datangi itu.Lagi dan lagi seperti takdiryang terencana,Dinda berpapasan dengan wanita yang bersama Kairo tadi lagi, kali ini wanita itu tampak mendorong pasiennya keluar dari ruangannya bersama beberapa orang perawat.Dinda memelankan langkahnya, ia mendengarkan pembicaraan wanita itu juga seorang pasien, dia memanggil dokter itu dengan nama dokter Mona, entahlah Dinda sudah terlanjur tidak suka padahal ia terlihat baik walau sedikit banyak bicara.Dinda pun segera pergi dari sana saat dia dan dokter itu hampir berpapasan, ia enggan beramah-tamah, “Dasar ganjen!” umpatnya, “Hemm tidak hanya dia tapi juga Kairo!”***
Setengah jam berlalu, saat Dinda masih dikamar bersama Edgar pesanan makanan mereka pun datang, Kairo yang menyambut makanan tersebut dan segera membayarnya, ia membawa masuk dan meletakkanya dimeja makan.“Edgar!” Panggil Kairo, membuat Dinda meminta Edgar cepat datang keluar dan menyudahi obrolan mereka diranjang.“Iya, Paaa!” Edgar segera berlari keluar berdiri dihadapan sang papa, Kairo tampak memindahi makanan yang mereka pesan ke tempat-tempatnya.“Ayo makan dulu.”“Kak Dinda, Pa?”“Ajak sekalian.”“Kak Dinda nanti sakit lagi, Edgar kan kecil gimana mau bawa kak Dinda?”Kairo meletakkan makanan ke meja, segera berjalan ke kamar Edgar diikuti Edgar kemudi
Kairo mengemudi kencang keluar dari garasi mobilnya dengan nafas yang memburu, mata yang mengedar keseluruh penjuru jalanan mencari-cari Dinda yang pergi tanpa berpamitan di tengah derasnya hujan.Kekhawatiran Kairo membuncah yang mana Dinda tadi muntah-muntah mungkin dia sedang mengalami permasalahan pada pencernaanya.Hujan turun masih sangat lebatnya jalanan pun gelap, tidak ada aktivitas apapun di jalanan komplek perumahan disepanjang perjalanan.‘Saya hanya melakukan apa yang kamu minta, apakah kamu marah sebab saya acuhkan atau mungkin marah sebab Mona?’Entah kamana Dinda saat ini hingga sampai hampir ujung jalan sama sekali dia tidak terlihat.‘‘Maafkan saya….Dinda,”Kairo mengusap wajahnya gusar, rasa bersalah menye
Sekujur tubuh Dinda rasanya bergidik ngeri, tidak pernah ia sedekat ini dan tanpa jarak dengan pria, pernah menjalin hubungan dengan beberapa pria seusia namun hanya sekedar begandengan tangan saja, dia sangat membatasi diri pergaulannya juga tidak yang terlalu bebas hanya dengan beberapa orang saja dan ituitu saja.Sesaat kemudian bibir Kairo yang tadinya menempel menjadi bergerak menyusup, memainkan denganlembutbibir tipis Dinda, sukses Dinda menegang, menjadi kali pertamanya melakukan yang namanya berciuman, ia diam tidak bereming tidak tahu harus bagaimana.“Mas—“ Dindaseketikamendorong Kairo yang barusajamulai menikmati dengan memiringkan kepala, laki-laki itu terlonjak menatap Dinda.“Kenapa?”Dinda menggelengkan kepalanya, “Jangan lakuin!” Dind
“Jadi beneran nginap, saya takut nanti buat kamu sebel, Melana saja kalau saya PMS nggak mau dekat-dekat.” Kairo berangsur duduk pada sebuah kursi didepan meja belajar Dinda, “Saya suami kamu Dinda, jadi artinya setiap bulan jika kamu PMS saya dan kamu pisah gitu?” “Ya bukan seperti itu, lagian kan— nggak ada perjanjian kita harus selalu bersama-sama, satu kamar, satu rumah, Mas kan bilang mau ikuti gimana enaknya buat saya.” Kairo diam, memang benar apa yang Dinda katakan tidak ada perjanjian apapun tentang itu, ia menghembuskan nafasnya lalu berjalan ke meja belajar Dinda dan duduk disana. “Ya benar saya tidak akan minta apapun, apa lagi hal-hal yang memberatkan kamu tapi satu hal saya minta,satu hal ini saja selebihnya terserah.” Dinda yang berdiri masih dengan handuk yang menutup kapalanya pun menatap Kairo serius, “Tidak apapun? Kenapa masih ada kata tapinya?” “Hanya 1 hal pun saya tidak boleh meminta?” “B-bukan seperti it
SayaHati-hati,Oh ya saya tdk jadi ke kampus.Papa EdgarKenapa?SayaMau pergi ke acaranya peresmian resto baru temen mama saya dari Bandung.Papa EdgarOke, havefun ya, salam buat kakak.Menyudahi berkirim pesan dengan Kairo, Dinda pun segera bersiap, memakai pakaian yang sudah sang kakak siapkan, sebuah dress mewah namun simple berakses sedikit payet pada bagian bawahnya sangat cocok untuk acara formal.Dinda sedikit geli membayangkan dia akan bertemu Redy, Dinda ingat dulu dia pernah tertangkap basah membuat gambar kartun berwujud Redy di buku tugasnya yang tidak sengaja tercecer di kantin lalu dibaca orang banyak disana, kebetulan Redy adalah kakak kelasnya di SMA sosok kakak Osis yang menjadi incaran banyak gadis SMA itu, membuat Dinda menjadi sangat malu sekali saat buku itu di tempelkan disebuah mading sebagai Secret Admirer of Redigian Winata.“Aunty, kata mama sudah siap
Mengacuhkan Mona yang berdiri, Kairo pun segera mengambil ponselnya yang berdering, ia kemudian bangkit untuk mengangkatnya ke sisi lain“Hemmmm....hey....”“Kunci dimana?”Kairo mengacak rambutnya, “Oh Tuhan, saya lupa! kunci ada dimobil, kamu sudah sampai kosan?” Kairo berbisik pelan sekali.“Sudah, ya ampun....gimana dong, iya kali saya balik lagi kerumah kakak, mana nggak ada kunci duplikat lagi, ibu kos rumahnya jauh.”“Okeh, duduk dulu, saya kesana sekarang.”“Nggak usah ih, ya sudah saya ditempat tetangga aja tunggu kamu selesai acara, Edgar lagi apa? Mau video call dong ”“Saya kesana sekarang!”Kairo pun segera mematikan panggilannya membuat Dinda terperangah, dia tidak bisa berkata-kata apapun selain tersenyum atas kelakuan laki-laki itu.Kairo mendekat pada sang anak, memberikannya pengertian untuk tidak membuat masalah, kabari
“Dindaaa!”Kairo terjaga dari tidur siang setelah pergulatan panas terjadi, ia tidak melihat Dinda yang tadi memeluknya.“Mas!” Dinda menyahut, ia engintip dari sebalik pintu kamar mandi kemudian, membuat Kairo yang sedang memakai celananya pun menoleh.“Saya kira kamu pergi.”Dinda menggigiti bibirnya ragu seakan ingin mengutarakan sesuatu, membuat Kairo mendekat ke pintu kamar mandi yang hanya dibuka sedikit sekali untuk Dinda mengeluarkan kepalanya, “Ada masalah? Semuanya baik-baik saja bukan?”“Saya datang bulan, saya lupa beli pembalut.”Kairo yang begitu khawatirnya tadi sebab kelepasan sesuatu pun bernafas lega, akhirnya ketakutannya berakhir, “Saya akan keluar membelinya, yang seperti apa?”“Terserah yang penting pilih yang jenis untuk malam di warung depan kos-kosan ada Mas...” Dinda berucap ragu, menutup mulutnya,”Ma-maaf merepotk