หน้าหลัก / Romansa / HEAVY / 01 - Pertemuan Pertama

แชร์

01 - Pertemuan Pertama

ผู้เขียน: BAE
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2021-04-27 20:41:38

Hari Senin selalu menjadi hari yang menyibukkan bagi setiap orang, begitupun bagi Yogi. Merasa penat berada dalam ruang kerjanya, Yogi memutuskan untuk mencari udara segar di rooftop.

Berdiri pada pagar pembatas, Yogi membawa satu kotak rokok yang diam-diam disimpannya dalam ruang kerja. Mengambil rokok sebatang, Yogi mulai menyalakan pematik api dan menghisapnya perlahan.

Belum lama Yogi menikmati waktu senggangnya ini, dering ponselnya terdengar. Yogi menghela napas begitu melihat nama kontak yang tertera pada layar ponselnya.

'Kau dimana? Ayah ada di ruang kerjamu sekarang.'

Yogi mendecak kesal, lalu memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Segera ia berbegas pergi meninggalkan rooftop.

Yogi menuruni tangga darurat dengan tergesa-gesa. Langkah kakinya melambat saat mendengar sebuah keributan di ujung anak tangga. Pria itu segera bersembunyi di sudut tangga, beruntung posisinya berada di belokkan.

"KAU MINTA UANG PADAKU? KAU INI TIDAK TAU MALU YA? KAU HANYA ANAK ANGKAT, BUKAN KELUARGA KANDUNG KAMI!"

"Tante kumohon kali saja tolong bantulah aku."                               

Yogi melihat seorang gadis muda yang tengah bersujud di kaki salah pegawai kantornya. Kalau tidak salah namanya Sena yang bekerja di bagian pemasaran.

DUG DUG DUG

"DASAR TIDAK TAU MALU?! KAU KEMANAKAN UANG BELASUNGKAWA WAKTU ITU?"

Sena beberapa kali menendang tubuh gadis muda itu hingga terjungkal ke belakang.

"AKU BAHKAN TIDAK MENGAMBILNYA! AKU TIDAK PERNAH TAU DIMANA UANG ITU! BERHENTI MENUDUHKU! JIKA AKU MENGAMBILNYA AKU TIDAK AKAN HIDUP SUSAH SEPERTI INI! KAU YANG MENGAMBILNYA!!!" teriak gadis muda itu diiringi dengan air mata yang membasahi kedua pipinya.

PLAK

"KURANG AJAR, KAU BERANI MEMBENTAKKU?! PERGI KAU, DASAR ANAK SIALAN!" Setelah menamparnya, Sena dengan tega mendorong tubuh gadis muda itu hingga terbentur ke dinding, kemudian melangkah pergi begitu saja.

Gadis itu menekuk kedua lututnya dan menangis dalam diam dengan tubuh yang bergetar.

Yogi akhirnya keluar dari tempat persembunyiannya. Merasa iba pada gadis itu, Yogi memberanikan diri untuk menghampirinya.

Merasa ada pergerakan di dekatnya, gadis itu mengangkat wajahnya, mencoba melihat siapa objek yang mengusiknya.

"Jangan menangis, kau akan terlihat jelek." ujar Yogi sambil mendudukkan diri di samping gadis itu.

"Anda siapa?" tanya gadis muda itu dengan suara seraknya. Gadis muda itu buru-buru menghapus sisa air mata dikedua pipinya.

Yogi menolehkan wajahnya pada gadis muda di sampingnya. "Aku Yogi," ucapnya memperkenalkan diri.       

Jantung gadis itu berpacu lebih cepat dari biasanya. Pria di sisinya ini memiliki pesona yang luar biasa. Sorot mata tajam, hidung mancung, dan bibir tipis itu benar-benar perpaduan yang sempurna. Tuhan sangat baik saat menciptakan makhluknya ini, tak ada cela cacat sedikit pun di tubuhnya. Rasanya gadis muda itu sampai lupa caranya bernapas dan berkedip karena terlalu mengagumi pahatan wajah tampan Yogi.

Gadis itu tersadar dari rasa kagumnya, lalu tersenyum kecil.

"A—ah, Mas Yogi? Aku Jola."

Gadis itu memperkenalkan diri. Sengaja memberi embel-embel 'Mas' karena melihat lelaki itu lebih tua darinya. Rasanya tidak sopan jika langsung memanggil nama.

"Kau butuh uang? Apa kau ingin sebuah pekerjaan?" tanya Yogi langsung pada permasalahan yang dihadapi oleh Jola.

Jola terdiam di tempatnya, berbagai pikiran negatif tentang Yogi langsung memenuhi isi kepalanya.

"Tenanglah, aku akan memberikan pekerjaan yang baik. Aku ini bukan orang jahat." jelas Yogi yang seakan mengerti arti dari tatapan mata Jola padanya.

"Pekerjaan seperti apa?" tanya Jola dengan nada ragu.

Dia baru saja bertemu dengan Yogi hari ini. Apa bisa Jola langsung mempercayai pria ini begitu saja?

"Aku belum memikirkan pekerjaan seperti apa untukmu. Tapi yang jelas bukan pekerjaan rendah dengan menjual tubuhmu atau sejenisnya." jawab Yogi.

Pria itu melihat ke arah jam tangannya, Yogi hampir lupa jika ada seseorang yang sedang menunggunya di ruang kerja saat ini.

Yogi merogoh saku jasnya, diambilnya sebuah buku cek dan pena yang kebetulan selalu ia bawa untuk berjaga-jaga jika ada sesuatu yang mendesak.

"Kau butuh uang berapa banyak?"

Jola masih terdiam.

"Cepatlah, aku tidak memiliki banyak waktu!" ucap Yogi dengan nada suara yang mulai meninggi.

"A—ah, ya. Hanya lima juta." jawab Jola dengan gugup.

Yogi segera menuliskan nominal uang yang dibutuhkan oleh Jola pada lembar cek di tangannya.

"Kau cairkan saja ini ke ruang keuangan yang berada di lantai satu. Bilang saja kau adalah keluargaku." Yogi menyerahkan selembar cek itu pada Jola.

Dengan ragu Jola menerimanya. "Terima kasih banyak Mas," ucapnya.

Yogi mengangguk lalu beranjak berdiri dan melangkah pergi meninggalkan Jola.

Apa Jola baru saja mendapatkan sebuah keberuntungan? Atau, apakah sekarang Tuhan menjawab semua doa-doanya?

Jola tersenyum kecil, lalu mengangkat wajahnya untuk melihat siluet Yogi yang hampir menghilang di ujung anak tangga yang berbelok.

***        

Sesampainya di ruang kerja, Yogi langsung duduk di sofa yang berseberangan dengan ayahnya. Sorot mata sang ayah tak lepas dari wajah Yogi, menuntut sebuah penjelasan. Mengapa putranya itu tak ada di ruangan saat jam kerja, bahkan tidak ada pertemuan penting yang harus dihadiri.

"Aku habis mencari udara segar." ucap Yogi seolah menjawab semua pertanyaan di dalam kepala sang ayah.

Prama Kalingga Diandra menghela napas sejenak, kemudian menegakkan punggungnya. "Kau sudah berhasil membuat kesepakatan dengan Renata?" bukanya tanpa melakukan basa-basi.

Yogi mematung, ini adalah pembicaraan yang selalu dihindarinya. "Belum."

"Setidaknya carilah wanita lain jika Renata tidak mau."

"Aku tidak bisa, karena aku tidak seperti dirimu."

"Tajam sekali mulutmu itu, sama seperti Ibumu."

"Kau masih mengenali Ibu rupanya."

"Sudahlah, cepat buat keputusan. Kau tau aku tidak main-main soal memberikan perusahaan inti pada saudaramu, jika kau tidak bisa memberikan penerus untuk keluarga Diandra."

Yogi hanya diam. Sebenarnya ia tak peduli jika semua harta itu jatuh ke tangan saudara tirinya, —Hirawan Kalingga Diandra. Tapi jika hal itu terjadi, Renata bisa pergi meninggalkannya. Wanita cantik itu tidak bisa diajak untuk hidup susah.

"Waktumu sisa satu bulan, bergeraklah dengan cepat. Awan akan segera kembali dari Jepang."

Cih.

Yogi benci saat sang ayah terlalu membanggakan adik tirinya itu.

Memang apa bagusnya anak ingusan itu?

Seepertinya Yogi lupa jika anak ingusan bernama Awan Diandra itu telah bermetamorfosis menjadi pria dewasa yang tampan dan berhasil menjalankan bisnisnya di negeri orang.

"Aku tau. Jadi berhentilah menggangguku. Kau hanya membuang-buang waktumu Pak tua."

"Ck, aku sangat tidak menyukai pribadimu itu. Berubahlah jika kau tidak ingin anakmu menjadi seorang pembangkang juga."

"Aku tidak akan seperti ini jika kau tidak menduakan Ibu."

"Tidak bisakah kau melupakan masa lalu itu?"

"Keluarlah. Aku tidak ingin berdebat banyak denganmu." ucap Yogi dengan nada dinginnya.

Prama menghela napas berat, lalu beranjak dari duduknya dan melangkah pergi meninggalkan ruang kerja putra sulungnya itu.

Selalu seperti ini jika keduanya bertemu, tidak pernah ada kehangatan antar ayah dan anak seperti pada umumnya. Diantara keduanya hanya terdapat rasa benci, karena pria yang seharusnya paling dihormati oleh Yogi itu telah menghancurkan kepercayaannya.

Sebenarnya dimana letak hati ayahnya itu? Mengapa disaat ibunya sedang berjuang melawan penyakitnya, pria itu malah mengakui wanita selingkuhannya berserta anak mereka.

Ibu Yogi menderita kanker hati dan sudah berada di stadium akhir. Yogi terlambat untuk mengetahui hal itu, karena wanita yang berjasa dalam hidupnya itu terlalu sibuk mengurus rumah tanpa mempedulikan kesehatannya.

Setelah sang ibu meninggal, ayahnya membawa wanita simpanannya itu untuk hidup bersama di rumah mereka. Hal itu membuat Yogi harus bertemu setiap hari dengan Awan yang berusia dua tahun lebih muda darinya.

Yogi benci dengan kehidupannya. Kenapa harus dirinya yang mengalami semua ini? Kenapa tidak orang lain saja.

Yogi memijit pangkal hidungnya, seketika rasa pusing menyerang kepalanya karena memikirkan semua permasalahan yang menghampiri hidupnya.

Dimulai dari masalah keluarganya, perjodohannya dengan Renata, hingga dirinya harus memberikan penerus untuk keluarga Diandra hanya demi harta warisan.

Apa kehidupannya di dunia ini hanya sebuah lelucon?

***

"Terima kasih banyak, Bu." ucap Jola sambil membungkukan badannya sebagai tanda terima kasih.

"Kau beruntung bisa melunasi uang kuliahmu sebelum tegang waktunya habis. Sayang sekali jika kau harus berhenti, kau adalah mahasiswi yang berprestasi." ujar wanita yang duduk di hadapan Jola.

"Iya Bu, sekali lagi terima kasih telah memberi banyak waktu agar saya bisa melunasinya."

Setelah menyelesaikan pembayaran kuliahnya, Jola keluar dari ruang administrasi kampusnya dengan perasaan lega.

Dirinya merasa sangat beruntung karena tadi bertemu dengan pria bernama Yogi itu, walaupun Jola tidak tau apa yang akan terjadi kedepannya.

Bukankah di dunia ini tidak ada yang gratis?

Jola terus berjalan tanpa memperhatikan kelas yang seharusnya ia masuki. Pikirannya terlalu sibuk membayangkan seperti apa nasibnya mendatang.

Kaki Jola terus melangkah sampai akhirnya gadis itu berhenti dan duduk di sebuah halte bus. Jola menyandarkan kepalanya pada besi penyangga atap halte, kepalanya tertunduk mengenang saat kedua orang tua angkatnya masih hidup. Tepat dua tahun yang lalu, kedua orang tua angkatnya meninggal dalam kecelakaan pesawat.

Jola sebenarnya adalah gadis yang periang dan memiliki banyak teman. Tapi semenjak kehilangan orang tua angkatnya, Jola menjadi seorang gadis pendiam dan tertutup.

Sebuah motor sport merah berhenti di hadapan Jola. Sang pengemudi membuka kaca helm full face-nya.

"Kau kemana saja? Kenapa tadi tidak masuk kelas?" tanyanya yang terdengar khawatir.

Jola tersenyum kecil. "Aku kesiangan hehe," jawabnya berbohong.

"Kok bisa?"

"Lupa pasang alarm. Semalam langsung tidur sepulang bekerja."

Lelaki itu sudah bersiap untuk turun dari motornya sampai Jola mencegahnya.

"Kau tidak pulang? Pulanglah."

"Ayo pulang bersamaku, Ola."

"Ah, tidak. Aku harus pergi ke suatu tempat."

"Aku akan mengantarmu." seru lelaki itu.

Jola segera menggelengkan kepalanya.

"Tidak perlu, aku bisa pergi sendiri."

"Jola cantik, enggak baik anak perempuan pergi sendirian."

"Aku sudah biasa, jadi pulanglah." ujar Jola dengan nada memohon. Ia sudah lelah seharian ini, tolong jangan membuatnya lebih lelah lagi.

Lelaki itu tak mengindahkan permohonan Jola. Diraihnya tangan Jola dan berusaha memaksa gadis manis itu untuk ikut dengannya.

"Kau bisa pulang duluan Alan!" bentak Jola yang membuat lelaki bernama Falan Saputra itu melepaskan tangannya karena terkejut.

Falan paham bagaimana sifat Jola karena ia sudah mengenal gadis ini selama dua tahun. Falan akhirnya memilih untuk pergi meninggalkan Jola sendirian.

"Maafkan aku, Alan." Jola menundukkan kepalanya, merasa bersalah pada Falan karena sudah membentaknya.

Jola hanya ingin menyendiri saat ini dan memikirkan nasibnya yang malang.

Apa hari esok Tuhan masih berbaik hati untuk memberinya kehidupan di tengah keputus asaannya yang ingin menyudahi hidupnya.

--TO BE CONTINUED--

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • HEAVY   21 - Hujan

    Jola melangkah dengan terburu-buru, suara gedoran pintu rumahlah yang membuatnya seperti ini. Jola membuka pintu rumah, terlihat Yogi yang berada dirangkulan seorang lelaki bermata segaris."Oh, apa kamu Jola?" Tanya lelaki itu.Jola mengangguk kecil, atensinya tertuju pada Yogi yang tampak kacau. "Mas Yogi kenapa?""Akan kujelaskan, bisa tunjukkan dimana kamar kalian? Suamimu ini sangat berat."Jola memberi akses jalan masuk kepada lelaki itu untuk membawa suaminya. Jola tidak menunjukkan kamarnya, melainkan kamar Yogi dan Renata yang berada di lantai dasar. Terlalu menyusahkan jika Jola meminta lelaki itu untuk membawa Yogi ke kamarnya yang berada di lantai 2.Lelaki bermata segaris itu meletakkan tubuh Yogi di ranjang, segera Jola melepaskan sepatu yang dikenakan Yogi kemudian menutupi tubuh suaminya dengan selimut. Jola dan lelaki itu melangkah keluar kamar meninggalkan Yogi sendirian."Aku Andra, sekertaris Yogi. Maaf karena membawa kembali suamimu dalam keadaan seperti ini, kami

  • HEAVY   20 - Rasa Bersalah

    Diluar hujan turun dengan deras. Keadaan rumah saat ini sedang sepi, hanya terdengar suara hujan dan petir yang saling bersahutan.Jola duduk sendirian di ruang makan sambil menikmati semangkuk mie buatannya. Tadi sore Renata mengiriminya pesan bahwa ia akan menginap di tempat temannya. Sementara Yogi sama sekali tak memberinya kabar.Jola menghela napas berat sambil menatap seluruh sudut rumah. Rumah ini sangat luas, bahkan cukup untuk dihuni sampai sepuluh orang. Kesepian seperti inikah yang dirasakan oleh Renata sehingga wanita cantik itu dengan wajah penuh kesedihan memohon padanya untuk memberikan seorang bayi?Jola benar-benar merasa kasihan pada Renata. Selama dua tahun Renata menjalani kehidupan seperti ini, tidak bisa memiliki anak dan suami yang sibuk bekerja. Jola tersenyum miris lalu merapikan bekas makannya dan beranjak menuju kamar. ***Renata menekan digit-digit angka apartemen milik Tara. Kekasih tampannya itu tadi sore meneleponnya dan minta untuk ditemani karena sed

  • HEAVY   19 - Perasaan

    Yogi dan Andra menikmati makan siang mereka di kafe yang berseberangan dengan perusahaan Yogi. Selesai menikmati makanan berat, saatnya menikmati makanan penutup. Andra memakan pudingnya dengan santai, berbeda dengan Yogi yang hanya menyeruput kopi hitamnya tanpa minat. "Gi, bukannya itu si Awan?" tanya Andra dengan pandangan tidak lepas dari objek yang menarik perhatiannya. Yogi menoleh dan mengikuti arah pandangan Andra, seketika rahang pria itu mengeras. "Berengsek, dia sudah kembali!" Yogi mengumpat kesal dengan tangan kanannya yang terkepal erat. Awan menyadari keberadaan s

  • HEAVY   18 - Cemburu

    Pagi pukul enam, Jola terbangun dari tidur nyenyak. Ia segera mandi dan bergegas ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Ketika Jola tiba di dapur, dilihatnya Renata yang tengah sibuk memasak sarapan. Dengan langkah ragu dan memasang senyum terbaiknya, Jola melangkah perlahan menghampiri Renata dan menyapa wanita itu yang sedang sibuk dengan peralatan memasaknya. "Mbak,” panggil Jola dengan suara lembutnya. Renata menoleh, tersenyum manis membalas sapaan Jola barusan. Beberapa hari Jola tidak bertemu dengan wanita cantik yang sudah dianggapnya sebagai kakak kandungnya itu, membuat Jo

  • HEAVY   17 - Kembali

    “Kau lelah?” tanya Yogi setelah memarkirkan mobilnya di garasi rumah. Setelah puas berkeliling Bogor dan menjajal berbagai jenis makanan enak, akhirnya pasangan Yogi dan Jola pulang ke Jakarta. Sampai di kota metropolitan ini, sang mentari sudah bertukar tugas dengan sang rembulan. Perlajanan tak begitu lama lantaran jarak Jakarta dan Bogor tidaklah jauh. Jola menggeleng pelan sambil tersenyum hangat. “Tidak,” balasnya singkat, lalu melepas seatbelt yang melingkari tubuhnya. Yogi hanya mengangguk lalu membuka pintu mobilnya dan keluar, lalu disusul oleh Jola. Keduanya melangkah mendekati pintu utama, Jola memasukan kunci dan memutarnya. Namun kunci itu tak bergerak dan dengan mudah Jola dapat membuka pintu, seakan pintu tidaklah terkunci. Persaan takut seketika menyelimuti hati Jola. Apa di rumahnya ada orang? Apa rumahnya dimasuki oleh maling? Jola ingat betul sudah mengunci rumahnya kemarin sebelum berlari menyusul Yogi masuk ke dalam mobil

  • HEAVY   16 - Know Me Too Well

    "Aku sudah tau.” “Apa?” Renata menatap wajah Tara dengan tatapan kosong, terlihat seperti anak kecil yang baru saja ketahuan berbohong oleh orang tuanya. “Aku sudah tau, bodoh." ujar Tara mengulang ucapannya disertai kekehan kecil karena melihat wajah terkejut Renata. "Kau tau siapa aku ‘kan?" Tara tersenyum miring menatap Renata yang terlihat gelisah di tempatnya. Dengan ragu, Renata mengangguk kecil. Kenapa ia bisa sebodoh ini? Harusnya Renata ingat bahwa Tara bukanlah orang biasa. Dia adalah anak dari pemilik perusahaan paling berpengaruh di Jakarta. Semua yang diinginkan Tara dapat terpenuhi, termasuk data diri Renata. Tara tidak harus bersusah payah untuk mencari tahu tentang Renata, hanya perlu meminta orang suruhannya untuk melakukannya. Tara memajukan tubuhnya, menyentuh kedua pundak Renata. Pria itu lantas menatap wajah Renata dengan serius lalu tersenyum hangat. "Aku tidak peduli dengan statusmu. Aku juga tau jika kau dan sua

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status