Share

02 - Pertemuan Kedua

Renata baru saja menyudahi kegiatan berbelanjanya sore ini. Wanita cantik itu merasa puas setelah menghabiskan pundi-pundi kekayaan sang suami.

Renata melangkah disertai senyum manis yang merekah sambil membawa belanjaan yang cukup banyak. Wanita itu duduk di ujung halte bus untuk menunggu bus yang biasa ditumpanginya jika Yogi tak bisa menjemputnya.

Renata merupakan wanita dari kalangan atas dan sangat suka menghabiskan uang bulanan yang diberikan oleh sang suami untuk membeli barang-barang mewah. Tetapi untuk urusan transportasi, wanita cantik itu lebih suka untuk menaiki bus umum daripada menggunakan supir pribadi.

Renata menjunjung tinggi udara bersih bebas polusi, dan salah satu cara yang dapat ia lakukan untuk mengurangi polusi adalah menggunakan angkutan umum daripada kendaraan pribadi.

Wanita cantik itu menolehkan kepalanya ke arah kanan dan menemukan seorang gadis yang berpakaian sederhana tengah bersandar pada besi penyangga halte bus. Gadis manis itu terlihat masih muda, mungkin baru memasuki usia awal dua puluh tahun.

Namun yang mengganggu Renata adalah tatapan gadis manis itu, kosong dan terlihat menyedihkan. Renata terus memperhatikan gadis manis itu, sampai kemudian ada seorang pemuda tampan dengan motornya berhenti di depan gadis itu.

'Oh mungkin itu kekasihnya.' Pikir Renata sambil mengangguk kecil. Dia kembali menatap pada jalan raya untuk menunggu bus datang.

"Kau bisa pulang duluan Alan!"

Renata spontan menoleh ke arah dua anak muda yang terletak tidak begitu jauh darinya. Bisa dilihatnya, napas gadis manis itu menggebu-gebu. Renata jadi bertanya-tanya dalam hati, apa yang sebenarnya terjadi dengan mereka? Pertengkaran kecil dalam hubungankah?

Akhirnya pemuda itu pergi meninggalkan gadis manis itu sendirian. Gadis manis itu menangis sambil menundukkan kepala. Renata yang merasa simpati padanya, mengambil sebuah jus jeruk dalam paper bag. Perlahan Renata bergeser mendekati gadis itu dan menyodorkan jus padanya.

"Ini, minumlah supaya perasaanmu lebih baik," ujarnya dengan nada ramah.

Gadis itu menoleh pada Renata, benar dugaannya bahwa gadis itu sangat manis. Namun mata indahnya terlihat begitu menyedihkan. Gadis manis itu langsung mengusap pelan jejak air mata di kedua pipinya.

"Tidak. Terima kasih," tolaknya dengan halus.

Renata menggeleng tak setuju.

"Terima ini," balas Renata sambil menaruh paksa jus jeruk itu di tangan si gadis.

"Te—terima kasih Mbak."

"Sama-sama." Renata tersenyum hangat pada gadis manis disampingnya itu.

KRUKKK

Gadis itu melebarkan kedua matanya, pipinya memerah menahan malu lantaran perutnya berbunyi di saat yang tidak tepat. Renata yang tak sengaja mendengarnya, hanya tertawa kecil.

"Kau lapar?" tanya Renata tanpa mau basa-basi lagi.

Gadis itu menggeleng pelan.

"Ayo kita makan," ajaknya sambil menarik tangan gadis itu secara tiba-tiba.

Gadis itu terkejut, lalu segera menarik tangannya dari genggaman Renata.

"Ti—tidak. A—aku sudah makan, Mbak."

Renata menatap tajam wajah manis itu, membuat nyali gadis itu menciut.

"Bagaimana bisa kau sudah makan tapi perutmu baru saja berbunyi? Aku akan menteraktirmu, kebetulan aku juga belum makan."

Renata kembali menarik tangan gadis itu yang hanya bisa pasrah mengikutinya.

***

"Jadi, namamu Jyotika Jola?"

Gadis manis itu mengangguk malu-malu.

"Aku Salasika Renata Kenya, kau bisa memanggilku Renata. Um, omong-omong aku harus memanggil namamu seperti apa?"

"Jola saja Mbak."

"Kenapa bukan Jyotika?"

Jola tersenyum tipis lalu menggeleng tak setuju. "Nama itu diberikan oleh orang tua angkatku. Jika ada yang memanggilku Jyotika, itu hanya akan membuatku semakin merindukan mereka."

Renata mengangguk paham, diraihnya tangan Jola yang terbebas di atas meja dan mengusapnya dengan lembut. "Maaf, aku tidak bermaksud untuk membuatmu sedih."

"It's okay, Mbak hehe ..."

"Um, jadi selama ini kamu tinggal dimana setelah kematian kedua orang tua angkatmu?" tanya Renata.

"Aku ngekost Mbak. Lelaki yang menghampirku di halte bus tadi, dia adalah anak pemilik kost."

"Oh, benarkah? Aku pikir lelaki tadi adalah kekasihmu."

Jola menggeleng pelan. "Gadis lusuh sepertiku ini tak pantas untuk memiliki kekasih, Mbak."

"Sebenarnya kau ini sangat manis, hanya saja kau kurang merawat tubuhmu. Aku yakin, jika kau melakukan perawatan akan banyak lelaki yang mengantri untuk menjadi kekasihmu."

Jola kembali menggeleng tak setuju. "Aku tidak memiliki uang untuk perawatan Mbak. Gajiku sebagai penjaga kasir hanya mampu untuk membayar uang sewa kost dan makan sehari-hari."

Renata yakin jika Jola adalah gadis lugu dan baik hati, hanya saja nasib yang kurang berpihak padanya. Merasa begitu simpati pada Jola, Renata berniat untuk membantunya.

"Jika kau mau, tinggallah bersamaku." ucap Renata dengan tulus sambil tersenyum ramah.

Jola menegakkan badannya sambil menatap wajah cantik di hadapannya dengan tatapan tak percaya. Berkali-kali Jola mencoba menyelami manik hazel itu, namun yang terlihat hanya sebuah ketulusan.

Jola menggeleng tak setuju. "Tidak, Mbak. Aku adalah orang asing, kenapa semudah itu untuk percaya padaku?"

Semiskin apapun hidup Jola saat ini, ia masih tau diri untuk tak menjadi parasit dalam kehidupan orang lain.

"Aku yakin kamu adalah gadis yang baik Jola." ucap Renata masih dengan senyum ramahnya.

Renata meraih tangan Jola, kemudian mengusapnya dengan lembut. "Tinggallah bersamaku, tolong temani aku. Aku kesepian di rumah, lagi pula suamiku pasti senang jika aku memiliki teman di rumah."

Dahi Jola mengerut bingung. "Mbak sudah menikah?" tanyanya.

"Iya, sudah." jawab Renata sambil mengangguk.

Akhirnya pesanan mereka datang. Renata merasa bahagia melihat Jola yang makan dengan lahap. Membelikan makanan secara gratis kepada orang lain dan mendapatkan respon seperti ini terasa sangat membahagiakan bukan?

"Jadi bagaimana?" tanya Renata yang masih membahas penawarannya tadi.

"Aku rasa, aku harus berpamitan dulu pada ibu kost."

"Baiklah, aku akan menemanimu."

***

Renata tidak main-main dengan ucapannya. Sambil membawa paper bag belanjanya yang banyak, dia datang ke rumah kost-kostan tempat Jola dan berpamitan untuk membawa Jola pulang bersamanya.

Jika sudah seperti ini, maka ibu kost dan Falan tak memiliki pilihan selain menyetujuinya. Jola sendiri merasa bahagia dengan kehadiran Renata dihidupannya, meskipun kenyataannya Jola hanyalah orang asing untuk wanita itu.

Jola terus mengembangkan senyumnya selama perjalanan pulang ke rumah Renata. Gadis manis itu mulai membayangkan bagaimana hari-harinya yang akan terasa menyenangkan bersama Renata.

"Selamat datang di istanaku." ucap Renata sambil membuka pintu rumahnya.

Bibir tipis Jola terbuka, mendecak kagum saat melihat rumah besar milik Renata beserta interiornya. Benar-benar sebuah rumah idaman seperti difilm-film yang sering ditontonnya.

"Apa aku bermimpi?" Jola menempuk pipinya sendiri, mencoba menyadarkan dirinya bahwa ini bukanlah mimpi.

"Kenapa memukul wajahmu sendiri? Kau tidak sedang bermimpi Jola."

Renata memandang wajah Jola penuh perhatian, tangannya terangkat mengusap surai hitam milik Jola.

"Kamu tau, selama dua puluh delapan tahun aku hidup tanpa memiliki saudara. Sekarang rasanya aku sangat bahagia karena memiliki seorang adik perempuan." ujar Renata lalu memeluk tubuh ramping Jola dari samping.

Jola membalasnya dengan mengusap tangan Renata yang melingkari tubuhnya. "Aku juga Mbak, tapi aku masih merasa aneh. Aku ini bukan siapa-siapa, bahkan aku baru bertemu dengan Mbak hari ini. Mengapa bi—"

"Sudahlah, jangan membahasnya lagi. Aku tidak bisa membayangkanmu hidup sendirian di luar sana. Mulai sekarang aku dan suamiku adalah keluargamu. Itu artinya sekarang aku adalah kakakmu, kau mengerti adik manis?"

Jola mengembangkan senyumnya. "Aku mengerti Mbak."

Renata menuntun tubuh Jola untuk masuk ke dalam rumahnya dan membiarkan gadis manis itu menjelajahi seisi rumahnya dengan bola mata yang bergerak kesana-kemari.

Jola melihat sesuatu yang menarik perhatiannya, sebuah potret foto pernikahan yang terpajang di ruang tengah. Mengerti arah pandangan Jola, Renata tersenyum kecil.

"Itu suamiku, Prayogi Kalingga Diandra. Tampan bukan?" Renata terkekeh kecil, merasa geli untuk mengakui ketampanan sang suami.

Jola menolehkan kepalanya disertai wajah terkejutnya. "Oh, iya. Kalian terlihat serasi."

"Benarkah? Banyak yang berkata seperti itu, tapi kenapa terasa aneh saat kamu yang mengatakannya? Aku jadi percaya padamu, hahaha." ucap Renata disertai tawa kecilnya.

Jola hanya tersenyum kecil menanggapi ucapan Renata. Dalam hati gadis itu merasa pernah melihat suami Renata, tapi entah dimana ia melihatnya. Well, Jola ini memiliki sifat pelupa.

"Oh, aku harus menyiapkan makan malam untuk suamiku. Kau berkelilinglah dulu selagi aku memasak di dapur." ucap Renata yang dijawab Jola dengan anggukkan kepala.

Renata melangkah pergi menuju dapur dan mulai sibuk untuk menyiapkan bahan makanan yang diambilnya dari dalam lemari pendingin. Sementara Jola mengelilingi rumah besar milik Renata seorang diri.

Jola yang sudah puas memanjakan matanya mengelilingi rumah besar ini, memutuskan untuk  menyusul Renata di dapur.

"Ada yang bisa kubantu Mbak?" tanya Jola.

Gadis itu merasa tak enak membiarkan tuan rumah sibuk di dapur sementara dirinya tidak melakukan apapun.

"Oh, apa kau bisa memasak? Aku ingin membuat ayam karamel."

"Bisa. Biar kubantu Mbak."

Jola mengambil alih peralatan memasak yang dipegang oleh Renata, dengan cekatan gadis itu mulai memotong-motong daging ayam menjadi bagian yang kecil, sementara Renata sibuk membuat adonan tepung.

"Jola, tak apa jika kutinggal mandi? Aku ingin bersiap untuk menyambut suamiku." tanya Renata yang kini tengah mencuci tangannya di westafel.

"Oh iya enggak apa-apa Mbak. Berdandanlah yang cantik." sahut Jola disertai sebuah kedipan mata diakhir kalimatnya untuk menggoda Renata.

Renata tersenyum kecil lalu melangkah pergi meninggalkan Jola yang kini sibuk mencampurkan potongan daging ayam ke dalam adonan tepung.

***

Yogi melangkah memasuki rumahnya dan langsung disambut dengan aroma masakkan yang menggugah selera.

Pria itu melangkahkan kakinya menuju dapur. Pandangannya tertuju pada seorang wanita yang tengah membelakanginya dan sibuk mengaduk-aduk masakannya di atas kompor.

Yogi tersenyum kecil melihatnya, rambut hitam yang digelung sembarangan itu masih terlihat cantik dimatanya. Perlahan Yogi melangkah mendekati wanita yang diyakininya adalah sang istri.

Yogi melingkarkan tangannya pada tubuh mungil wanita itu sambil memejamkan kedua matanya dan meletakkan dagunya di bahu sang wanita. "Kau masak apa untuk makan malam?" tanya Yogi, lalu mengecupi leher jenjang wanitanya.

Jola membeku di tempatnya, gerakan tangannya yang semula lincah menjadi terdiam. Siapa pria yang tiba-tiba memeluknya dan menciumi lehernya seperti ini?

Jola segera melepaskan diri. Yogi yang terkejut mendapati respon seperti itu langsung membuka kedua matanya, dan seketika kedua matanya membesar saat mendapati wanita yang dipeluknya tadi bukanlah Renata.

"Kau? Sedang apa di sini?" tanya Yogi disertai wajah terkejutnya, begitupun dengan Jola.

"M—mas Yogi?"

Sial, harusnya Jola sadar saat Renata tadi memperkenalkan nama suaminya adalah Yogi. Harusnya Jola juga sadar jika lelaki yang berada di potret foto pernikahan Renata adalah Yogi yang sama dengan pria yang telah menolongnya tadi pagi. Jola tadi terlalu bahagia hingga lupa pada sosok Yogi.

"Oh, kau sudah pulang Gi?" terdengar suara Renata.

Wanita cantik itu berjalan menghampiri Yogi dan Jola yang masih berdiri saling berhadapan dengan wajah terkejut.

"Yogi, kenalkan ini Jola. Dia akan tinggal bersama kita sekarang, tak apa bukan?" Renata menatap wajah Yogi dengan tatapan memohonnya. Cara ini sangat berhasil untuk mendapatkan persetujuan dari sang suami.

"Kenapa?"

Dari sekian banyak pertanyaan yang muncul di kepala Yogi, hanya kata itu yang terucap dari bibirnya.

"Karena aku kesepian di rumah sendiri."

Jola hanya diam sambil menatap bingung wajah Renata dan Yogi secara bergantian.

"Astaga Jola, masakannya!" pekik Renata dengan wajah panik. Seketika bau hangus mengisi ruang dapur ini.

Jola buru-buru mematikan kompor, begitupun dengan Yogi. Tangan mereka berdua bersentuhan memegang tombol off pada kompor. Renata yang melihatnya hanya diam di tempat.

"Apa itu masih layak untuk dimakan?" tanya Renata yang membuyarkan tatapan antara Jola dan Yogi.

Jola menarik tangannya menjauh dari tangan Yogi. "Aku rasa tidak layak untuk dimakan Mbak. Rasanya akan sangat buruk karena hangus."

"Baiklah, mari pesan makanan saja. Yogi segera bersihkan dirimu selagi menunggu makanan datang." ucap Renata lalu melangkah pergi meninggalkan Jola dan Yogi. Wanita cantik itu berniat menelepon resto langganannya untuk memesan makan malam.

"Bagaimana bisa kau bertemu dengan istriku?" tanya Yogi sambil menatap intens wajah Jola. Jujur saja ia menjadi curiga pada gadis ini, jangan-jangan gadis ini mencari tau tentang kehidupannya dan memiliki niat buruk. Tidak mungkinkan ini semua hanya sebuah kebetulan?

"Kami tidak sengaja bertemu di halte bus tadi siang." jawab Jola dengan jujur. Nyali gadis itu menjadi ciut mendapati tatapan mata tajam Yogi.

Yogi berusaha mencari kebohongan dari sorot mata Jola, tapi tidak ada. Gadis ini terlalu polos untuk sekedar berbohong. Yogi menghela napas kasar lalu melangkah pergi meninggalkan Jola sendiri di dapur.

Tak butuh waktu lama, makan malam pesanan Renata tiba. Mereka akhirnya makan malam bersama. Jika biasanya hanya ada Renata dan Yogi, kini telah ada Jola sebagai anggota keluarga baru mereka.

Suasana makan malam seperti hari-hari biasanya, hanya terjadi beberapa pembicaraan ringan mengenai bagaimana pekerjaan Yogi hari ini? Apa saja yang Renata lakukan seharian ini? Jola sendiri masih merasa canggung untuk ikut ke dalam obrolan sepasang suami-istri itu, sesekali ia tersenyum dan mengangguk saat Renata mengajaknya bicara. Renata tentu belum tau bahwa Yogi dan Jola sudah pernah bertemu sebelumnya.

Kenapa rasanya dunia ini sempit sekali? Itu yang ada dalam pikiran Jola saat ini. Hari ini dirinya telah ditolong oleh sepasang suami istri yang baik hati.

Jola tidak tau, apakah ia harus bersyukur dan merasa bahagia? Atau merasa takut untuk kenyataan mendatang? Karena dalam hatinya, terdapat sebuah perasaan yang mengganjal, dan Jola tidak tau penyebabnya.

***

Yogi membuka pintu balkon kamarnya lebar-lebar, kemudian menutupnya kembali. Pria itu berjalan semakin mendekat pada pagar pembatas lalu menyandarkan tubuhnya. Ia merogoh saku piyamanya dan mengambil sekotak rokok berserta pematik api.

Yogi menyesap rokoknya, lalu menghembuskan kepulan asap putih. Sejujurnya ia bukan perokok berat, hanya sesekali melakukannya saat sedang banyak pikiran seperti saat ini.

Yogi menghisap rokoknya dengan pelan dan tenang, kemudian mengebuskan kepulan asap kembali. Pikirannya melayang jauh, menyelami permasalahan yang menghampiri hidupnya.

Terdengar suara pintu balkon yang dibuka, Yogi menoleh dan mendapati sang istri yang kini memandangnya dengan wajah penuh kekesalan.  Wanita cantik itu berjalan ke arah Yogi, kemudian mengambil paksa rokok yang masih menyala di bibir Yogi lalu membuangnya ke bawah.

"Jangan merokok lagi!" omel Renata yang membuat Yogi tertawa kecil mendengarnya.

Yogi menyandarkan tubuhnya pada pagar pembatas sambil menatap lekat Renata. "Aku hanya ingin karena melihat Andra merokok di kantor tadi."

"Andra seorang perokok?" Tanya Renata dengan kedua mata yang membulatkan sempurna. Wanita cantik itu mengenal sosok Andra yang merupakan sekertaris suaminya. Pria bermata segaris itu terlihat sangat polos dan menggemaskan, apa benar jika ia adalah seorang perokok? Rasanya sangat tidak cocok untuk pria dengan penampilan flower boy sepertinya.

"Hm, sesekali katanya."

Renata mengangguk paham. "Sudah! Jika kau masih merokok, aku tidak mau lagi kau cium!" ancamnya.

Yogi membelalakan kedua netra kecilnya. "Tidak bisa seperti itu sayang, kau ini kan istriku."

"Aku tidak suka baunya Yogi."

"Iya."

"Huh? Tuh kan napasmu bau rokok. Sana cuci mulutmu, kalau masih bau, kau tidur di luar!" ancam Renata lagi.

Yogi yang mendengarnya tersenyum kecil. "Iya, sayang iya."

Renata memandang kesal wajah suaminya lalu beranjak pergi meninggalkannya.

Yogi tau istrinya tengah marah, tapi saat ini dirinya butuh pelampiasan untuk menenangkan pikiran.

Biasanya Yogi akan mencari pelarian dari masalahnya dengan pergi ke night club, meminum koktail hingga dirinya melayang dan melupakan permasalahannya sejenak. Tapi itu dulu, sebelum dirinya mengikat janji suci pernikahan bersama Renata.

Yogi menyukai pesona cantik istrinya, dalam hati ia merasa bersyukur dijodohkan dengan wanita sebaik dan seanggun Renata. Tapi ada satu hal yang Yogi sesali, yaitu kenyataan bahwa dirinya bukan pria yang dicintai oleh Renata.

Sebelum mereka menikah, keduanya telah membuat sebuah perjanjian. Sekarang Yogi menyesal telah menyetujui perjanjian itu, ia tidak tau jika pesona Renata dapat membuatnya bertekuk lutut memuja dan mencintai wanita itu.

Yogi membuka pintu kamar lalu menutupnya, bisa dilihatnya sang istri yang tengah sibuk dengan sebuah novel seolah tak memperdulikan kehadiran dirinya.

"Sudah cuci mulutmu?" tanya Renata saat Yogi menaiki ranjang, namun atensi wanita itu masih tetap terfokus pada buku bacaannya.

"Sini cium bibirku jika tidak percaya," jawab Yogi.

Renata menutup novelnya lalu memandang wajah menyebalkan milik suaminya. "Tidak. Tidurlah, Gi."

"Rena," panggilnya.

"Apa kita tidak bisa memperbarui kesepakatan? Ah, maksudku ini soal anak. Kau tau bukan, aku dalam keadaan terdesak saat ini."

"Yogi bahkan kita sudah membahas hal ini puluhan kali, dan jawabanku tetap tidak."

"Rena, aku mohon kali ini saja." Pinta Yogi dengan wajah memohonnya yang membuat Renata menghela napas kasar.

Hening beberapa saat, Renata menggigit bibir bawahnya lalu memberanikan diri menatap kedua netra Yogi.

"Aku tidak bisa, Gi. Carilah wanita lain, aku tak apa-apa. Ini adalah permintaanku, jadi aku tidak akan merasa terluka." ucap Renata.

"Rena, kau tau aku bukan? Aku tidak bisa melakukan sebuah pengkhianatan, kita bahkan sudah berjanji untuk tidak saling menyakiti dalam pernikahan ini."

“Tapi aku tetap tidak bisa memberikanmu anak. Carilah wanita lain yang bisa memberimu anak."

Yogi terdiam. Pria itu tau bahwa ia sudah kalah. Kekalahan telak, bahkan sebelum dirinya berusaha lebih jauh. Selama dua tahun pernikahan mereka, Yogi belum berhasil merebut hati seorang Salasika Renata Kenya.

Yogi menghela napas, lalu mengangguk kecil. Yogi paham bahwa Renata tidak akan pernah bisa memberikannya anak.

Yogi kemudian berbaring lalu menarik tubuh mungil istrinya ke dalam dekapan hangatnya dan mulai memejamkan matanya.

"Setidaknya terima kasih sudah berlaku menjadi istri yang baik, Ren." Ucap Yogi lalu mengecup kening Renata sebagai ucapan selamat tidur.

--to be continued--

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status