Untuk Vanilla dan Vanessa
Terima kasih sudah hadir dan menghiasi hari-hari Ibu dengan senyuman manis kalian.Ibu bangga memiliki kalian meski Ibu tahu bahwa kalian justru malu memiliki orang tua seorang pesakitan seperti ibu.Maaf untuk waktu yang terbuang karena Ibu yang tak bisa menjaga kalian dan menjadi sosok Ibu yang baik untuk kalian.Maaf atas semua kesalahan yang telah Ibu lakukan...Satu harapan Ibu saat ini hanyalah kalian bisa hidup rukun dan damai di masa depan nanti.Kalian bisa saling mendukung dan saling menghargai. Saling menyayangi dengan tulus dan saling mempercayai.Ibu tidak ingin melihat kalian hidup dalam permusuhan apalagi jika harus saling membenci satu sama lain.Jadikan kisah hidup Ibu sebagai pelajaran berharga.Jangan menjadi seperti ibu...Jangan menjadi seperti ibu...Jangan...Salam sayang, KenariIbu yang akan selalu menyayangi kalian...Vanilla dan Vanessa akhirnya selesai membaca isi surat Kenari.Air mata Vanilla saat itu sudah membanjir di pipi, berbeda halnya dengan Vanessa yang bahkan sama sekali tak menangis.Mendengar kabar kematian sang Ibu, Vanessa sama sekali tidak terlihat kaget apalagi sedih.Mungkin itu semua akibat efek sakit hati yang luar biasa dalam dia rasakan terhadap perbuatan Ibunya.Vanessa yang memang sudah membenci Kenari sejak dulu kini jadi lebih membenci Ibunya pasca tragedi kematian Yasa, calon suaminya.Bahkan saat pemakaman Kenari pun, Vanessa tidak berkenan untuk datang."Sudah, tidak ada yang perlu ditangisi Vanilla," ucap Vanessa dingin. Dia melipat kertas di tangan Vanilla dan kembali memasukkannya ke dalam amplop."Apa kamu masih belum bisa memaafkan Ibu?" Tanya Vanilla melipat surat di tangannya, menatap wanita yang duduk di sisinya. Wanita yang memiliki wajah sama persis dengannya.Vanessa menatap Vanilla, "seandainya, kamu berada di posisiku bagaimana? Tahu bahwa sejak dulu Ibu sama sekali tidak menyayangiku bahkan berniat membunuhku, lalu sekarang dia melenyapkan nyawa lelaki yang begitu aku cintai, apa aku masih harus menangisi kepergiannya?" Cecar Vanessa dengan suara yang meninggi. Membahas soal Kenari selalu sukses memancing amarah Vanessa."Ibu seperti itu karena dia sakit, Nessa..." Lirih Vanilla yang memang memiliki hati lembut dan sangat menyayangi Ibunya."Aku tidak perduli! Untukku, seorang Ibu di mataku sejauh ini mengerikan dan aku memang sudah membencinya sejak dulu, maaf Vanilla," Vanessa hendak beranjak dari sofa ketika tiba-tiba tangannya ditahan Malik. Sang Papa meminta Vanessa untuk tidak pergi, membuat Vanessa pun kembali menempelkan bokongnya di sofa."Belajar memaafkan orang yang telah membuat hidup kita hancur itu memang bukan perkara mudah, mungkin untuk saat ini kamu belum bisa melakukannya, itu hal yang wajar, nanti seiring berjalannya waktu terlebih setelah hidupmu mulai kembali membaik, Papa yakin kamu bisa memaafkan Ibumu suatu hari nanti, Vanessa," ucap Malik memberikan wejangannya.Vanessa hanya terdiam. Sama halnya dengan Vanilla.Sementara Malik dan keluarga yang lain cukup memahami betapa hancurnya perasaan Vanessa sejak dirinya kehilangan Yasa. Laki-laki yang memang sudah lama menjalin cinta dengan Vanessa.Sebagai seorang Ayah, Malik cukup mengerti dengan apa yang saat ini Vanessa alami. Kehilangan sosok lelaki yang dicintai memang bukan perkara mudah, terlebih hal itu terjadi karena ulah Ibu kandungnya sendiri.Kenari yang telah membunuh Yasa dengan cara yang sangat keji karena wanita itu memang mengidap gangguan jiwa.Tragedi itu memang sangat mengerikan dan pastinya akan membekas dalam jiwa siapapun yang mengalaminya."Baiklah, Papa pikir, cukup sampai di sini kita membahas hal-hal sedih seperti ini! Mari kita lupakan semua kepedihan itu, saatnya kita menatap masa depan sekarang," ucap Malik menyudahi semuanya. Berharap setelah semua ini berlalu, kehidupan mereka akan membaik.Dan perkataan Malik disambut antusias oleh semua orang yang ada di ruangan tersebut.Seluruh keluarga tak henti memberi dukungan moral bagi Vanessa agar lekas bangkit dari keterpurukan. Terlebih dengan adanya janin di dalam rahim Vanessa saat ini.Dan Vanessa menyadari itu.Mungkin, janin inilah satu-satunya alasan terkuat untuk Vanessa bisa bertahan pasca meninggalnya Yasa. Vanessa sendiri tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya jika tidak ada janin ini di dalam tubuhnya. Mungkin saja, dia akan lebih memilih untuk ikut pergi bersama Yasa ke alam baka.Malam itu, setelah semua keluarga memutuskan untuk berhenti membahas soal masa lalu, mereka hendak beranjak ke taman belakang karena si kecil Jhio yang sejak tadi merengek ingin bermain kembang api.Jhio adalah adik tiri Vanessa dan Vanilla. Dia anak Malik hasil pernikahannya dengan Isna.Jhio yang memang lucu dan sangat menggemaskan sukses menghibur Vanessa dan semua keluarga.Hingga setelahnya, kediaman Malik kedatangan segerombol orang berseragam hitam yang turun dari mobil mewah.Seorang lelaki bertubuh tinggi tegap dengan kulitnya yang putih bersinar keluar dari salah satu mobil setelah salah seorang anak buahnya membukakan pintu untuknya.Lelaki itu memasuki kediaman Malik diiringi satpam yang bertugas bekerja di kediaman Malik. Pak Didin meminta tamu tersebut untuk menunggu di ruang tamu karena dia hendak menemui Malik terlebih dahulu."Permisi Tuan, ada tamu, katanya tamu Nona Vanessa," lapor Pak Didin sang security."Siapa Pak?" Tanya Vanessa cepat."Katanya, namanya Mahessa, Non," jawab Pak Didin. "Tuan Mahessa datang untuk melamar Non Vanessa," tambah Pak Didin kemudian.Membuat Vanessa tertegun.Disertai dengan keterkejutan semua orang yang berada di sana.*****Jangan lupa Vote dan Koment kalau suka...Salam Herofah...Langit malam ini berawan.Sesekali terdengar kilatan petir menyambar di kejauhan.Di sebuah rumah mewah yang terletak di pusat Jakarta, tengah terjadi pertemuan penting di mana seorang lelaki bernama Mahessa Anggara baru saja menyampaikan niat baiknya untuk melamar salah satu putri kembar dari cheff ternama Malik Indra Wahyuda, yang bernama Vanessa.Bahkan tidak hanya sekedar kata-kata saja, Mahessa pun membawa berbagai macam seserahan berupa barang-barang branded mewah yang nilainya jika ditotal bisa mencapai ratusan juta rupiah atau bahkan mendekati angka satu miliar."Anggara Grup itu adalah nama bisnis keluarga saya yang berpusat di Amerika, Om," jelas Mahessa saat itu. "Baru-baru ini kami membuka anak cabang di Indonesia, itulah sebabnya saya ada di sini sekarang," jelas Mahessa pada Malik. Sekadar meyakinkan lelaki berwajah brewok tipis itu bahwa Mahessa sudah mapan dan layak menjadi pendamping Vanessa.Bukankah, di dunia ini uang adalah modal utama untukmu meraih sesuatu?Itula
Hari berlalu.Begitu pun dengan badai hitam yang menyelimuti keluarga Malik sejak tragedi kematian Yasa lalu disusul kematian Kenari.Perlahan, masalah demi masalah yang menimpa keluarga sang Chef pun teratasi dengan baik.Bermula dari kesembuhan sang istri, Isna dan kondisi psikis sang putri tercintanya, Vanessa yang terlihat mulai bisa kembali tersenyum.Masih di kediaman Malik, dari arah kamar di lantai dua, terdengar suara percakapan sepasang suami istri."Nih yank, aku punya lima destinasi bulan madu terbaik rekomendasi dari Pak Beni di kantor. Dia punya teman yang buka jasa travel bulan madu di seluruh dunia. Dan lima negara ini menjadi tempat terlaris selama dua tahun belakangan yang banyak dikunjungi oleh para pengantin baru, kayak kita," jelas Wildan panjang lebar sambil menscroll layar ponselnya yang menampilkan gambar-gambar pemandangan indah di seluruh dunia, dia memperlihatkannya pada sang istri yang saat itu sedang membenahi pakaian karena malam ini mereka akan kembali p
Flashback On..."Coba tebak, kira-kira jenis kelamin anak kita apa ya, Yas?" Tanya Vanessa pada kekasihnya, Yasa.Malam itu mereka baru saja selesai bercinta.Sejak kepulangannya dari Paris, Yasa memang tinggal menetap di apartemen Vanessa karena lelaki itu tidak memiliki tempat tinggal.Hidup sebagai yatim piatu sejak kecil dan tak memiliki sanak saudara membuat Yasa tumbuh menjadi sosok lelaki yang mandiri dan pekerja keras. Meski semua yang dia kerjakan pada akhirnya tetap tak mampu membawanya pada taraf kehidupan yang lebih baik.Itulah alasan mengapa Yasa sempat berpikir untuk pergi dari kehidupan Vanessa karena dia merasa tidak cukup layak mendampingi Vanessa yang saat itu berprofesi sebagai model papan atas.Namun, Yasa menyesal telah menyakiti Vanessa karena nyatanya, cinta Vanessa terhadapnya begitu dalam. Bahkan Vanessa rela mengesampingkan karirnya demi mencari Yasa ke Paris.Lika-liku panjang cinta mereka sudah berhasil mereka lalui dan kini Yasa hanya perlu bersabar sedik
Masa setelah Prolog..."Tanda tangani ini sekarang!" Perintah Mahessa pada Vanessa dengan begitu to the point, saat lelaki itu baru saja sampai di dalam ruang rawat Vanessa."Apa ini?" tanya Vanessa bingung. Wajah pucatnya tampak semakin pucat terhitung saat dia melihat sosok Mahessa memasuki ruang rawatnya beberapa detik tadi.Kebetulan, Isna dan Malik baru saja pulang, sementara Vanilla dan Wildan yang akan menggantikan menjaga Vanessa di rumah sakit belum datang. Jadilah, Mahessa bisa dengan leluasa melakukan aksinya terhadap Vanessa di dalam sini.Aksinya untuk memaksa Vanessa menandatangani surat perjanjian pernikahan mereka."Kamu baru saja keguguran, jadi tak ada alasan bagi kita untuk menunda pernikahan, benar kan?" ucap Mahessa disertai sebuah senyuman miring khasnya.Vanessa melirik sebuah kertas di pangkuannya. Kedua rahang wanita itu mengeras seiring dengan buliran air mata yang perlahan jatuh menetes di pipinya."Ini pulpennya, Nona cantik," ucap Mahessa lagi seraya menyo
"Apa? Menikah? Dengan Mahessa?" Pekik Vanilla kaget saat Vanessa baru saja memberitahu keluarganya bahwa dia ingin mempercepat proses pernikahannya dengan Mahessa.Dua minggu sudah berlalu pasca dirinya keguguran dan kini kondisi kesehatan Vanessa sudah jauh lebih baik, itulah sebabnya dia pun lekas memberitahukan hal ini pada seluruh keluarganya."Kamu yakin, Nessa? Bukankah kamu sendiri yang bilang kalau kamu tidak menyukai Mahessa?" ucap Vanilla yang kini berhasil menarik Vanessa dari keramaian keluarganya yang masih berkumpul di ruang tengah kediaman Malik."Sejak awal saat Mahessa datang ke rumah ini untuk melamarku, aku sudah menerima lamarannya, hanya saja, aku memberinya syarat bahwa aku bersedia menikah dengannya selepas aku melahirkan. Tapi, sekarang aku bahkan sudah kehilangan anakku, jadi, tidak ada lagi alasan untuk kami menunda pernikahan," tutur Vanessa menjelaskan.Masih menatap Vanessa dengan penuh ketidakpercayaan, entah kenapa, Vanilla merasa bahwa Vanessa tengah me
Malam pertama dalam sebuah pernikahan adalah hal terindah yang pastinya ditunggu-tunggu oleh setiap pasangan yang baru saja melangsungkan pernikahan.Menunjukkan rasa cinta melalui sentuhan jemari lembut, pagutan mesra di bibir, pelukan hangat hingga akhirnya mencapai titik klimaks bersama.Sungguh akan menjadi hal baru bagi semua pasangan yang tengah dimabuk asmara.Sayangnya, hal tersebut tidak dirasakan oleh Vanessa dan Mahessa yang memang menikah dengan tujuan lain yang sudah mereka sepakati bersama.Bunga mawar merah yang bertaburan di atas seprai putih di dalam kamar pengantin keduanya, menambah kesan romantis yang menggairahkan. Belum lagi lilin-lilin kecil aromatherapy yang terletak di beberapa titik ruangan. Menambah harum semerbak ruangan bernuansa putih gading itu.Balon-balon berbentuk hati bergelantungan bebas di langit-langit kamar membentuk sebuah tulisan "Selamat Menempuh Hidup Baru".Melihat semua itu, seketika hati Vanessa terenyuh. Bukankah, seharusnya dia merasa ba
"Cepat mandi! BERSIHKAN TUBUH KOTORMU ITU!" Perintah Mahessa saat itu.Lelaki itu melangkah cepat keluar menarik pintu kamar mandi dan menutupnya dengan sebuah bantingan keras.Tak sampai di situ, Mahessa terus saja melangkah hendak keluar dari dalam ruangan yang menjadi kamar pengantinnya dengan Vanessa, namun saat selangkah lagi kakinya itu benar-benar keluar dari kamar tersebut, Mahessa menahan gerakannya.Tak ingin memancing kecurigaan orang lain jika sampai melihat dirinya wara-wiri di luar, padahal ini adalah malam pertama pernikahannya dengan Vanessa.Alhasil, Mahessa hanya bisa mengesah pasrah dan kembali masuk ke dalam kamar setelah lagi-lagi dia membanting pintu dengan sangat keras.Melepas pakaiannya satu persatu hingga dia tak mengenakan atasan apa pun lagi. Meraih sebuah botol minuman beralkohol di dalam lemari pendingin lalu menenggaknya dengan cepat.Sebisa mungkin Mahessa berusaha menetralkan emosi yang kian menyiksa setiap kali otaknya harus dipaksa berputar membayang
"Jika memang dia bukan Yasa, lalu kenapa dia mengatakan bahwa dia adalah Yasa padaku? Apa kamu yang menyuruhnya Mahes?" Tanya Vanessa dengan segelintir amarah yang tersisa."Ya, aku yang menyuruhnya," jawab Mahessa tegas."Apa alasannya?""Karena aku hanya ingin tahu, apakah seorang Vi, benar-benar masih mengingat kejadian itu, atau tidak.""Brengsek!" Vanessa memaki dan melayangkan satu tamparan kuatnya di pipi Mahessa, sementara Mahessa hanya bergeming. Sama sekali tak berniat untuk melawan. Dan hal ini akan terjadi pada Mahessa jika memang Mahessa merasa dirinya bersalah.Ya, Mahessa sadar bahwa dirinya sudah bersalah dengan membiarkan orang lain menyamar sebagai Yasa hanya demi sebuah pembuktian.Sungguh konyol bukan?"Jadi selama ini kamu telah mempermainkan aku? Mempermainkan perasaanku? Hidupku?" Jerit Vanessa lagi penuh kemurkaan. "Memangnya kamu pikir dirimu itu siapa, hah? Tuhan? Kamu bahkan tidak pantas disebut sebagai lelaki karena kenyataannya kamu hanya seorang pecundang