Bella menunggu dengan was-was keputusan yang akan dibuat oleh Yusuf. Sampai larut malam sekalipun, dia tak mampu untuk memejamkan mata. Ketika pintu apartemen terbuka, Bella langsung bergegas menghampiri, dia tahu Yusuf yang datang.
“Gimana, Mas?! Apa keputusan yang akhirnya Mas buat?! Mas udah bicara sama Leila, kan?” tanya Bella tak sabaran.
“Ya. Aku udah bicara sama dia, kita duduk aja dulu.”
Yusuf duduk di sofa meski wajahnya masih terlihat cemas.
“Mas, tolong jawab aku sekarang, apa kata Leila tadi?” tanya Bella tak sabaran.
Yusuf menarik napas panjang, kemudian dia menjawab, “Kita udah buat keputusan tadi, Leila nggak mau cerai,” jawabnya.
“Hah? Terus?! Terus gimana kalau nggak mau cerai?! Mas nggak mau tanggung jawab?! Mas tau kan seserius apa masalah ini?! Tau, kan?! A
Sampai jarum pendek jam dinding menunjuk angka 10, mata Bella masih tak kunjung terpejam. Apa yang diucap oleh Agus beberapa hari yang lalu di depan rumahnya masih membayangi pikiran Bella.Menikah ... Dengan Agus? Menerimanya sebagai suami sekaligus ayah bagi anaknya nanti? Bella harus bagaimana sekarang, apa yang akan dia katakan kepada Yusuf?Suara pintu apartemen yang terbuka mengejutkan Bella, bergegas dia bangkit dari tempat tidur dan membuka pintu.“Mas Yusuf? Ngapain lagi?” sapa Bella tak ramah sama sekali.“Kamu masih marah? Kamu masih jengkel soal yang kemarin?” Yusuf mendekat perlahan.“Pikir aja sendiri! Nggak tau!”“Aku nanya baik-baik loh ... aku udah sepakat sama Leila—““Udahan ngomongin itu, aku nggak mau dengar!” putus Bella sinis.“Bel—““Tanpa Mas pun aku bisa kok membesarkan anak ini. Aku udah buat keputusan.&rd
Hampir satu minggu tak ada kabar dari Yusuf kepada Bella. Bella menunggu dalam kekhawatiran di apartemen seorang diri. Saat di kantor pun, pekerjaannya tak bisa dia kerjakan dengan baik hingga membuat Agus bertanya-tanya. Berkali-kali Agus membawakan makanan maupun minuman sekaligus menghibur Bella, tapi tak ada respons positif dari Bella.“Bel, gimana dengan pertanyaan aku yang malam itu? Kamu udah punya jawaban?”“Jangan desak aku, Gus. Yusuf udah bilang dia mau menikahi aku, menceraikan Mbak Leila, tapi sampe sekarang dia belum datang nemuin aku juga, udah satu minggu.”Wajah Agus ikut berubah murung, bisa dia mengerti bagaimana gundah dan sedih yang dirasakan oleh Bella saat ini.Sementara itu, di lain pihak, malam ini Yusuf sengaja datang ke Bar, sebelum dia memberanikan diri untuk menjumpai Bella dan membuat jawaban pasti perihal hubungan mereka. Di sana, dia memesan sebotol wiski untuk menemani malam yang rumit.&ldqu
Nyaris tak bisa dipercaya oleh Leila ketika beberapa petugas kepolisian muncul di depan pintu rumah. Dan yang mereka tanyakan adalah, “Apa benar ini kediaman Yusuf Aktaf?!”Leila terpaku, bingung. “I-iya, Pak ... saya istrinya, ada apa ya, Pak?”“Yusuf Aktaf telah melakukan tindakan penganiayaan sekaligus membuat keributan di sebuah bar. Sebelumnya kami sudah mengirim surat pemanggilan tapi tidak direspons, karena itu kami harus membawa yang bersangkutan segera!”Leila langsung membentangkan tangan, menghalangi. “Bapak nggak bisa berbuat seenaknya! Bapak nggak tau siapa Yusuf Aktaf?! Siapa kami?! Kami ini bukan orang sembarangan! Bisa-bisa malah Bapak nanti yang kena masalah!”“Silakan selesaikan di kantor aja, Bu. Tugas kami hanya membawa Pak Yusuf Aktaf ke kantor sekarang!” tegas mereka.Saat polisi menangkap Yus
Air mata Bella langsung banjir lagi ketika dia temui Yusuf di penjara. Kondisi pria itu tampak begitu murung, tubuhnya tidak terlihat dalam kondisi prima seperti biasanya.“Mas Yusuf ... kenapa semuanya jadi begini, Mas?” Bella mendekat.“Kenapa kamu harus nangis? Nggak ada yang perlu ditangisi, Bel. Aku malah senang banget, aku bisa ketemu sama kamu. Aku bisa melihat muka kamu yang cantik, aku kangen sama kamu.”Yusuf membelai rambut Bella kemudian dia tarik Bella ke dalam pelukannya. Yusuf membenamkan wajah di leher Bella, dia ciumi dan dia rasakan benar-benar wangi rambut Bella.“Apa semua ini ulah Malik? Dia yang udah memfitnah Mas, kan? Jawab aku, Mas! Ini semua karena dia, kan?!”Yusuf memejamkan matanya, ingin sekali dia mengatakan ‘iya’ kepada Bella, tapi dia menahan diri.“
“Kamu yakin, Bel? Kamu yakin banget sama keputusan kamu ini?”Berkali-kali Agus menanyakan lagi perihal keputusan Bella untuk menerima lamarannya.“Kamu kan yang bilang mau jadi ayah dari anak aku, mau jadi suami aku, terus kenapa sekarang kamu ragu? Hm? Kamu juga nggak bisa pegang omongan, ya?!” sergah Bella naik darah.“Bel ... calm down, kenapa harus marah-marah, sih? Kenapa kamu harus sesensitif ini? Aku Cuma mau mastiin kalau keputusan kamu ini tepat, dan kamu udah mikirin banget-banget, aku nggak mau juga kalau kamu gegabah, atau hanya sebagai pelampiasan aja.”Tak salah jika Agus menyebut keputusan mendadak Bella sebagai pelampiasan belaka, toh memang Bella baru saja dihantam kenyataan pahit atas kehamilan Leila, tapi mana mungkin dia mau jujur mengaku.Bella yang kepalang emosi berdiri begitu saja, “Okelah kalau
Alam seolah ikut merasakan kesedihan yang dialami oleh Bella. Dari pagi hujan tak juga reda, langit dirajai oleh awan gelap serta angin bertiup kencang dibarengi petir menggelegar berkali-kali.Hari yang seharusnya indah dengan perayaan besar dan sukacita berubah jadi duka bagi Bella. Tak ada aura bahagia sedikit pun di wajahnya. Bahkan sampai resepsi berlangsung pun, Bella tak seberapa menyambut tamu yang hadir.“Senyum dong, Bel! Ini kan hari bahagia kamu!” ujar para sepupu menggoda.Bella diam saja, tak satu pun dari keluarganya bisa paham apa yang dirasakan oleh Bella. Berulang kali Bella menjauh, pergi ke belakang sekadar untuk membiarkan dirinya menangis tanpa diketahui oleh orang lain.“Bel, are you okay?” tanya Ruby saat dia tiba.Bella mengangguk, menyembunyikan kegundahan dan kesedihan yang menyesaki dada.
Lama tak pernah menampakkan diri, Tiara muncul di hari persidangan Yusuf. Yusuf sebenarnya tak begitu berharap ibunya akan datang, sebab masih tersimpan sedikit kekecewaan pada perempuan itu setelah dia merasa dirinya telah dimonopoli dan diperalat saja. Tapi untuk sekarang, dia pendam apa yang mengganjal di hati agar bisa melewati proses persidangan dengan tenang.“Kamu keliatan santai, Suf. Kamu udah tau papa kamu meninggal, kan?” tanya Tiara pelan.“Emangnya aku harus bereaksi kayak apa? Senang kayak Mama?” sindir Yusuf.“Kenapa kamu jadi sensitif begini? Mama nggak bilang kalau Mama senang dia mati—““Udahlah, Ma. Aku pusing meladeni Mama, aku nggak tau mana yang benar mana yang salah, otakku mampet.”“Kamu pasti stres mikirin hasil sidang hari ini ... kamu tenang aja, Mama udah menyuap hakimnya, kamu pasti akan keluar dari sini.”Ucapan Tiara malah memicu amarah di hati Y
“Kurang ajar lu, Malik! Lu janji nggak akan bilang apa-apa ke Yusuf! Tega banget lu nipu gue! Sialan! Cowok busuk!!”Detik selanjutnya terdengar ratapan serta makian dari mulut Leila, berulang kali dia memukuli Malik, kesal dan marah.“Kamu pikir aku ini tolol ya, La? Sementara aku dapat citra buruk, kamu malah enak-enakan jadi istrinya Yusuf, menikmati semua sandiwara kamu,” ujar Malik dingin. “Lagian, melihat ekspresi Bang Yusuf yang terpuruk kayak sekarang, rasanya aku dapat kepuasan melebihi yang pernah aku rasakan. Ha ha ha!”“Dasar iblis! Bajingan!” maki Leila, dia berbalik menghampiri Yusuf yang masih diam membeku. “Suf ... Yusuf ... kamu maafin aku, kan? Kamu tau kan gimana aku sangat mencintai kamu?” bujuknya. Tangannya terangkat hendak memeluk Yusuf. “Suf—“Yusuf menepis tangan Leila secepat kilat. Matanya menyala mengobarkan api. “Manusia hina ... manusia sampah