Mobil mewah milik Yusuf berhenti tepat di depan sebuah rumah besar berlantai tiga dengan halaman luas yang ditumbuhi rumput jepang serta dipagari pohon-pohon taman setinggi rata-rata orang dewasa.
Dengan wajah tak senang, Yusuf masuk ke dalam rumah, dan segera disambut oleh seorang pelayan paruh baya. "Pak Abizard sudah pulang, Beliau menunggu Anda di meja makan," ungkapnya tanpa basa-basi.
Seolah sudah mengetahui hal tersebut, Yusuf tak bereaksi sama sekali. "Bilang saya sudah makan," katanya tawar seraya bersiap untuk menaiki anak tangga.
Namun sebelum Yusuf menginjak anak tangga pertama, sebuah suara menahan langkahnya, "Kamu nggak kangen sama Papa, Yusuf?"
Yusuf melirik ayahnya dengan berat hati, "Aku capek, lain kali aja ngobrolnya."
"Kamu tau Papa sangat menghargai kerendahan hati kamu yang sudah bersedia untuk datang ke sini membantu bisnis Papa."
"Bukan berarti semuanya udah balik normal, Pa," tegas Yusuf.
"Papa tau Papa bersalah ... Tapi ..."
"Nggak usah bikin alasan, Pa. Apapun alasannya, aku tetap nggak bisa membenarkan tindakan Papa, karena Papa sekarang Mama nggak akan pernah balik ke rumah ini, entah sampai kapan Papa bisa mengakui kesalahan Papa."
Pak Abizard mendekat, hendak menyentuh pundak putera sulungnya tapi Yusuf cepat-cepat menepis.
"Maafin Papa, Yusuf. Bukan berarti kalau Papa punya perempuan lain, Papa nggak mencintai mama kamu lagi, Papa cuma ..."
"Cuma apa?" tantang Yusuf, tangannya sudah terkepal di samping jahitan celana.
"Kamu udah dewasa, pasti kamu pun udah tau, Yusuf. Insting laki-laki memang begitu, kita lahir bukan untuk satu perempuan, harusnya kamu mengerti."
Yusuf tertawa pahit mendengar alasan ayahnya yang terdengar konyol, lalu tawanya berganti dengan rahang yang menggeretak. "Nggak semua laki-laki kayak Papa, jangan samakan aku kayak Papa, semua bukan hanya soal nafsu."
"Kamu akan ngerti suatu saat nanti, Suf."
Yusuf menggeleng, menolak untuk memahami. "Aku mau ke kamar sekarang."
"Oke ... Yang penting Papa mau tau kalau Papa sangat berterima kasih sama kamu, kamu masih mau datang dan mau membantu bisnis keluarga kita."
"Hm."
Obrolan mereka berhenti sampai di sana. Sembari menaiki anak tangga menuju lantai atas, Yusuf memandangi satu per satu foto-foto keluarga yang terpajang di sepanjang dinding. Matanya berhenti pada sebuah foto berukuran besar yang berisi potretnya dengan sang ibu yang sudah cukup lama tidak berjumpa. Hatinya teriris kembali, ingatan tentang kepergian perempuan cantik itu masih membayangi benaknya. Betapa dia rindu pelukan hangat ibunya, dan hanya dikarenakan sang ayah yang tak bisa mengendalikan diri, kehangatan keluarga itu retak dan hancur.
***
Tidak terhitung sudah berapa kali Bella menarik napas panjang sambil membongkar isi lemarinya, ditemani Ruby yang sejak tadi juga ikut dibuat repot.
"Nggak ada satu pun gaun yang layak," kata Ruby berterus-terang.
"Mampus!" geram Bella sambil memukul keningnya.
"Ini tuh acara peragaan busana desainer terkenal; Leila! Fashion show! Kapan lagi kamu bisa datang ke acara kayak gitu. Masa iya kamu mau pake gaun-gaun murah kayak gini, sih?!" omel Ruby.
"Kamu di sini buat bantu aku atau mau ngomelin aku, By?" balas Bella mulai jengkel.
"Demi Dewa ..." lirih Ruby sambil kembali mengecek ulang gaun Bella satu demi satu. "Ini deh mendingan!" dipilihnya sebuah wrap dress berwarna hijau khaki yang terlihat kasual sekaligus elegan.
"Kamu yakin? Apa nggak keliatan kayak mau kondangan?" Alis Bella mengerut.
"Ini tuh paling aman, Bel! Percaya sama aku, dipasangin sama sepatu flat atau wedge, kamu pasti keliatan anggun!"
Berkat Ruby yang berhasil meyakinkan Bella, gadis itu akhirnya memang memilih wrap dress yang dipadunya dengan sebuah flat shoes berwarna cokelat. Tidak sampai di sana, Ruby juga yang menangani rambut Bella yang selama ini hanya dia kuncir seadanya. Rambut lurus sepunggung itu dibuatnya menjadi ikal, dan disempurnakan dengan make-up tipis berwarna peach.
Hanya dalam sekejap, Bella tampil memukau, berbeda dari penampilan biasanya yang hampa.
"Kalau kamu berhasil hari ini, bisa banget penilaian Yusuf bakal berubah, mungkin dia bakal sadar kalau kamu emang berbakat di bidang mode. Aku yakin kamu akan jadi pusat perhatian nanti!" seru Ruby.
Bella menelan ludah kasar sambil memperhatikan pantulan dirinya di depan cermin lamat-lamat, jantungnya berdebar lebih kencang. "Kalau sampe aku bikin malu ..." ucapannya terpotong.
"Udah, deh! Jangan mikir macem-macem, sekarang cus berangkat!" Ruby menggenggam erat kedua tangan Bella. "Ingat, kalau ketemu model papan atas, minta tanda tangan buat aku, ya!" pintanya manja.
"Model papan cucian, kali!"
"Ish! Udah sana cabut!"
***
Peragaan busana itu diadakan di sebuah aula hotel berbintang, dihadiri oleh para selebriti maupun sosialita ibu kota. Dengan konsep night party, seorang DJ ternama dari luar negeri pun ikut memeriahkan dari atas panggung.
Sayangnya, Bella justru ditahan oleh petugas keamanan, dia baru ingat tiket ada di tangan Yusuf. Gugup, Bella mengeluarkan ponsel pintarnya dari tas tangan, tapi seketika dia teringat dia tak punya nomor ponsel Yusuf.
Gila! Gimana ini? Kalau dia udah di dalam gimana dong ... masa aku harus balik lagi? Ngapain coba aku mesti datang! rutuknya dalam hati, panik.
Meski harus menanggung malu, Bella tak punya pilihan selain menunggu di sudut pintu masuk. Satu demi satu mobil mewah tiba, disambut dengan jepretan kamera para wartawan yang mengabadikan momen istimewa itu. Bella hanya bisa meringsuk menunggu, berharap Yusuf akan mencarinya, atau minimal menemukannya.
BMW X4 hitam mengkilap berhenti di depan halaman hotel, Yusuf yang mengenakan long coat hitam semi formal turun dari kursi penumpang lalu melangkah menaiki tangga menuju pintu hotel. Wartawan berkerumun seperti semut, berupaya mengambil gambar terbaik dari salah satu pria muda terkaya di ibu kota saat ini.
Untungnya, sebelum Yusuf melenggang masuk ke dalam hotel, ujung matanya menangkap kehadiran Bella yang sekarang justru sedang menatap kosong lantai marmer. Sambil mendecakkan lidah, Yusuf menghampirinya dan menarik sikunya agak kasar.
"Ngapain kamu di sudut kayak gitu? Kayak gembel aja! Kamu mau ngemis di sini?" bisik Yusuf yang mengejutkan Bella.
Bella untuk sedetik serasa hampir terkena serangan jantung. Tergagap dia menjawab, "Sa ... saya dari tadi nungguin Bapak ... saya ..."
"Diam. Jangan bikin malu," bisik Yusuf lagi seraya menarik Bella masuk.
Para wartawan tak melewatkan satu detik pun momen panas itu, kamera mereka berhasil menangkap gambar punggung Yusuf dan Bella yang menempel menuju aula bersama. Mulai terdengar desas-desus dari mulut mereka.
"Itu cewek siapa?"
"Yusuf Aktas punya pacar? Bukannya dia dekat sama Leila Sevim?"
"Siapa cewek itu? Keliatannya bukan model, bukan cewek dari kalangan atas juga."
"Cepat buat headline! Ini bisa jadi berita paling hot!"
Tiga tahun telah berlalu sejak pernikahan Malik dan Leila berlangsung dengan lancar. Keduanya memutuskan untuk pindah ke Turki tahun lalu sebab bisnis fashion yang dikelola oleh Leila berkembang pesat di Turki seperti yang dia harapkan. Sama halnya dengan Malik dan Leila, hubungan Bella dan Yusuf pun terbilang stabil selama tiga tahun ini. Deniz kini telah menginjak usia lima tahun, baru-baru ini dia telah masuk ke Taman Kanak-kanak, dan hari-harinya pun lebih banyak dihabiskan di rumah neneknya, entah itu bersama Erika maupun Tiara yang kerap datang untuk menjemputnya. Seperti pada minggu pagi hari ini, suasana rumah Bella terlalu senyap, nyaris tak ada suara terdengar. Deniz sedang berada di rumah Erika menghabiskan libur akhir pekannya, di rumah hanya ada Bella dan Yusuf. Suami istri itu masih terlelap di atas tempat tidur empuk mereka meski jam telah menunjukkan pukul sembilan pagi. Semalam entah berapa kali Yusuf menggempur Bella tanpa tahu waktu dan lel
Janji Yusuf sungguh dia tepati. Berkat dirinya, Malik hanya mendapat hukuman satu tahun penjara, dengan beberapa syarat tentunya. Setelah lepas sebagai tahanan kota selama enam bulan pula, Malik akhirnya bisa pulang ke Indonesia. Ada rencana besar yang akan dia laksanakan di sana. Seluruh keluarga dan kerabat berkumpul di rumah induk yang kini ditempati Yusuf dan Bella untuk menyambut kepulangannya.Selain rasa kangennya terhadap puterinya sudah menggunung, dia pula telah berencana untuk menikahi Leila. Kabar itu sudah lebih dulu diketahui Yusuf dan Bella, keduanya mendukung niat mulia Malik.Sejak menjanda, Leila memang tidak punya niatan untuk mencari pengganti Yusuf, fokusnya hanya merawat puterinya yang diberi nama Aisyah Aktaf. Aisyah seusia dengan Deniz, sekarang usianya telah lebih dari dua tahun, sedang gemar-gemarnya berlatih bicara dan berjalan, sedang usia-usia paling gemasnya.Ketika tahu Malik ak
Sejak lama, nama lain Malik adalah BAYANGAN. Dia memang tak lebih dari bayangan Yusuf. Sejak lahir, Yusuf telah mendapat pengakuan, sesuatu yang tak pernah didapat oleh Malik. Seluruh keluarga dan kolega bisnis Pak Abizard melihat Yusuf sebagai penerus yang mampu, disegani, terpandang, dan punya karisma sebagai calon pemimpin hebat.Hal lain diperoleh oleh Malik. Dia adalah kebalikan, dia adalah aib yang harus disembunyikan, ibarat sampah yang harus ditimbun, atau dibuang jauh-jauh agar tak tercium baunya.Ketika kecil dulu, Malik selalu menatap iri sekaligus kagum kepada Yusuf. Yusuf sungguh sempurna di matanya. Sebagai anak yang tumbuh seorang diri, dia melihat Yusuf tak ubahnya seorang kakak, kakak yang dia harapkan bisa menjaga dan melindungi dia. Malik pernah beberapa kali mencoba mendekati Yusuf, ingin mengajaknya bermain selayaknya anak pada umumnya.Namun, pandangan Malik terhadap Yusuf seketika
Air mata Bella tak kunjung berhenti mengalir, dia terus berada di samping Yusuf yang telah berada di ruang perawatan. Pikiran-pikiran buruk terus mengisi benaknya.“Mas Yusuf ... Tolong jangan tinggalin aku sama Deniz, Mas bahkan sekarang lagi jauh dari Deniz. Aku mohon, Mas. Tolong kuat untuk anak kita ... Kita baru aja menikah, akhirnya kita bisa bersama, tapi kenapa semua langsung jadi buruk lagi?” isak Bella tak kuasa menahan kesedihan.Yusuf yang baru siuman dengan perut diperban berucap tawar, “Apa, sih kamu? Berisik banget, aku mau istirahat, tau.”“Mas Yusuf!” pekik Bella sambil mengguncang tubuh Yusuf. “Ya Tuhan ... aku kira Mas nggak akan bangun lagi! Aku udah panik banget tau, nggak?! Aku panggil Dokter ya sekarang!”“Nggak usah,” sahut Yusuf seraya bangkit untuk duduk.“Jangan dipaksa
“Kamu yang psikopat! Kamu yang nggak sadar diri kamu siapa!” teriak Bella sambil berusaha mendorong Malik agar menjauh darinya.Dengan senyum miring yang tampak mengerikan, Malik menarik Bella agar lebih dekat dengannya. “Aku dengar kamu melahirkan anak laki-laki, sayang banget ya, Bella ... seharusnya bayi itu perempuan ...”Mata Bella terbelalak mendengarnya, seolah dia tahu yang akan dikatakan Malik selanjutnya.“Kamu tau kenapa? Supaya aku bisa menyentuh dia juga suatu saat nanti. Hi hi~”“Nggak punya otak! Padahal kamu sendiri yang sekarang udah punya anak perempuan! Sadar kamu!”“Aku enggak anggap anak itu adalah anak aku, sayang sekali, Bella ...”Tawa Malik terdengar begitu menggelikan sekaligus mencekam. Bella yang sudah naik pitam berniat melayangkan satu pukulan di rahang Malik, tapi
Usai berjalan-jalan bersama dan menikmati keindahan kota Kapadokia, Ririn mengajak Yusuf dan Bella untuk mengunjungi kedai kopi yang dia kelola sendiri. Kedai kopi itu juga masih berada di sekitar kota Kapadokia, orang-orang bisa menikmati segelas kopi di teras sambil memandang jalan-jalan dan kota yang indah.“Ya beginilah kerjaan aku sekarang, Suf. Aku udah nggak mau kerja kantoran lagi, menurut aku lebih enak buka usaha begini,” ujar Ririn sambil meletakkan nampan berisi tiga gelas kopi espresso. “Malik juga kemarin datang ke sini buat minum kopi. Dia juga kayaknya lagi betah di sini.”Bella langsung mengerling menatap Yusuf seolah ada teror di depan matanya. “Malik? Buat apa dia di sini?” Spontan Bella bertanya.“Kenapa emangnya?” Ririn balik bertanya. “Malik juga kan separuh orang Turki, sama kayak Yusuf. Dia juga udah sering kayaknya bolak-balik ke sini.&r