Hujan yang sudah seminggu lebih kerap mengguyur kota Jakarta membuat suhu udara lebih dingin dari biasanya. Awan gelap masih merajai cakrawala, tampaknya hujan disertai petir akan segera turun lagi seperti semalam.
Seorang gadis bertubuh ramping keluar dari sebuah kafe dengan tangan kiri memegang sebuah cangkir kopi hangat sedang tangan kanannya masih erat menggenggam ponsel pintar yang menempel pada daun telinga. Angin menerbangkan ujung anak rambutnya yang mencuat dari ikatan ekor kuda. Sebentar dia rekatkan jaket kelabu yang menutupi tubuh mungilnya.
“Iya ... iya, ini aku udah di jalan, kok! Sebentar lagi juga aku sampe!” pungkasnya pada si penelepon.
“Buruan dong, Bel! Kamu tau kan kalau hari ini tuh bos kita bakal datang?! Bisa-bisanya telat!” Terdengar omelan dari ujung panggilan.
“Bos? Bos siapa?!” kening gadis bernama Bella itu mengerut, sesaat dia mengingat-ingat apakah ada sesuatu yang dia lupakan.
“Tuh kan! Udah aku duga, pasti kamu lupa lagi! Anaknya bos kita kan bakal datang hari ini dari Turki! Yusuf! Yusuf!”
Kaki kanan Bella tepat berhenti di ujung bahu jalan, matanya yang dibingkai kaca mata rabun jauh terbelalak. Sebuah ingatan dari rapat minggu lalu mendadak berputar di kepalanya, hari ini anak sulung direktur majalah mode tempat Bella bekerja memang akan datang!
Tepat saat itu sebuah taksi berhenti di dekat bahu jalan, di depan Bella.
“Bel?! Bella?! Kamu dengar aku, kan?!” Si penelepon bertanya lagi.
“Gila! Aku lupa banget! Bentar, ini jam berapa?!” Bella melirik jam tangan kecil di pergelangan tangan kirinya, menunjukkan hampir pukul 10. “Dia belum datang, kan?! Aku tutup teleponnya sekarang!”
Tanpa berpikir panjang, Bella bergegas menutup panggilan itu kemudian cepat-cepat membuka pintu taksi yang seolah telah ditakdirkan untuknya.
“Pak! Tolong ngebut, Pak!” serunya kepada sang sopir.
Beberapa waktu lalu saat rapat direksi dengan para atasan, memang diumumkan bahwa Yusuf yang selama ini menetap di Turki akan datang untuk mengecek perusahaan milik ayahnya yang ada di Jakarta, dan sebagai seorang editor baru, tentu Bella semestinya berada di kantor saat ini untuk ikut menyambut sang putera mahkota dengan karpet merah.
Untuk berada di posisinya sekarang jelas bukan perkara mudah, Bella masih bisa mengingat jelas segala perjuangannya untuk dapat membuktikan diri, dengan segala drama rivalitas yang menyita energi dan kadang membuatnya tak bisa tidur bermalam-malam. Akan sangat lucu bila gara-gara persoalan sepele ini dia akan diturunkan dari jabatannya sebagai editor. Terlebih sekarang dia bekerja untuk majalah GLAM, majalah mode nomor satu di Asia yang telah memiliki banyak cabang di berbagai negara mulai dari Eropa sampai Amerika, Bella tak bisa melakukan kesalahan sedikit pun.
Selama di dalam taksi, Bella terus mengecek jam tangan yang seolah tengah memburunya. Bella bahkan tak pernah tahu seperti apa rupa dan karakter Yusuf, tapi menurut pengakuan beberapa karyawan yang pernah ditugaskan ke Istanbul, Yusuf bukan pribadi yang mudah.
Pria yang katanya berusia akhir 20-an itu berdarah campuran, ibunya asli Indonesia sedang ayahnya yang juga merupakan bos besar Bella adalah pria asli Turki. Keluarga mereka telah bertahun-tahun mewarisi perusahaan yang bergerak di bidang mode dan fashion.Namun, meski keluarga itu begitu terkenal dan berada, sampai saat ini Bella belum pernah bertemu langsung dengan istri sang direktur, ibu Yusuf, wanita itu masih menjadi misteri. Hampir tak pernah ada karyawan yang membicarakannya.
***
Suasana kantor majalah GLAM berbeda dari biasanya, pagi-pagi yang lazim diisi dengan sapa dan senda gurau dibarengi gosip terhangat kini tak terlihat, berganti dengan kegiatan merapikan meja kerja masing-masing serta mengecek penampilan masing-masing.
Seorang karyawan perempuan muda terlihat berulang kali memastikan rambutnya telah disisir rapi sambil sesekali mengecek jam dinding. Kegelisahannya yang terlihat jelas mengundang perhatian seorang karyawan laki-laki yang justru tampak santai menyesap kopinya.“Tenang aja kali, By. Sesangar-sangarnya Yusuf, nggak bakal kali dia makan orang,” celetuk pemuda tinggi berkulit pucat dengan name-tag bertuliskan Taufan di dada kiri kemeja putihnya.
Gadis bernama Ruby itu menatap balik dengan tajam, tanda tak senang dengan sikap sepele Taufan. “Bukan soal Yusuf! Kamu nggak sadar?! Bella belum datang juga!” sungutnya.
Barulah saat itu Taufan mengedarkan pandangan, tak terlihat si gadis ceroboh yang biasanya pagi-pagi sudah asyik menonton video klip musik K-Pop di meja kerjanya.
“Udah gila kali dia, baru aja diangkat jadi editor junior, udah bikin masalah! Kenapa kamu baru ngomong sekarang?” Taufan yang panik buru-buru mengeluarkan ponsel pintar dari saku celana khakinya.
“Nggak perlu, tadi juga udah aku telepon kok, dia udah di jalan sekarang,” sahut Ruby datar. Matanya memicing. “Lagian, tumben kamu nggak perhatian sama dia, biasa juga kamu nggak mau lepasin mata dari dia!” ledeknya memancing.
Gosip soal perasaan bertepuk sebelah tangan Taufan kepada Bella memang bukan rumor baru di kantor, sampai OB pun sudah tahu kabar itu.
Taufan mendecakkan lidah kesal. “Ini waktunya buat bahas kayak gituan, ya? Males banget!”
“Jadi bener nih ... kamu emang ada perasaan sama dia?” pancing Ruby lagi.“Bodo, ah! Nggak usah dipanjangin!” tandas Taufan tak nyaman.
Ruby tersenyum miring penuh arti lalu membuang muka tanpa melanjutkan pembicaraan. Dia sendiri enggan mengakui bahwa Taufan sudah menarik perhatiannya sejak pertama bertemu, tapi dia tak mungkin mengatakannya sebab selama ini mata Taufan hanya terarah pada Bella, sahabatnya, dan Ruby tak akan merusak persahabatan mereka bertiga hanya karena satu sisi perasaannya saja.
***
Dari sebuah mobil BMW X4 berwarna hitam mengkilap yang baru berhenti di depan gedung majalah GLAM, turun seorang pria tinggi berjas dengan warna serupa. Tubuhnya yang tegap berisi terlihat tinggi menjulang, dengan rambut klimis tebal berwarna hitam pekat. Kulitnya kecokelatan bersih, dengan rambut-rambut halus tumbuh subur menghias wajahnya yang berpahatan tegas. Bola matanya berwarna cokelat terang, dengan bulu mata lentik dan alis yang tebal dan tinggi. Hidungnya pun mancung terbilang besar, tidak terlihat seperti tipe hidung orang indonesia kebanyakan.
Seorang wanita muda ber-blouse biru terang menghampiri, lalu membungkuk ramah. "Selamat datang, Pak Yusuf! Akhirnya Anda sampai juga di Jakarta!" sapanya dengan kikuk dibarengi senyum yang dipaksakan. "Saya Ana, saya yakin Anda sudah mengenal siapa saya, saya adalah pemimpin redaksi yang bertugas--"
"Tolong siapkan kopi," potong Yusuf dengan cueknya. Dari dialek dan caranya bicara yang agak tersendat, bisa dipastikan bahwa bahasa indonesia bukanlah bahasa pertamanya.
"Hah?" Ana melongok tak percaya dengan apa yang baru dia dengar.
"Ya. Kopi, gulanya dikit aja. Saya mau langsung ketemu karyawan yang lain, saya tunggu kopinya di dalam," pungkas Yusuf cepat, kemudian buru-buru meninggalkan Ana yang masih diam membeku di tempat semula.
Sial! Dia kira aku ini office girl apa?! gerutu Ana dalam hati sambil memandang tajam punggung lebar Yusuf yang perlahan menjauh di balik pintu kaca.
Tiga tahun telah berlalu sejak pernikahan Malik dan Leila berlangsung dengan lancar. Keduanya memutuskan untuk pindah ke Turki tahun lalu sebab bisnis fashion yang dikelola oleh Leila berkembang pesat di Turki seperti yang dia harapkan. Sama halnya dengan Malik dan Leila, hubungan Bella dan Yusuf pun terbilang stabil selama tiga tahun ini. Deniz kini telah menginjak usia lima tahun, baru-baru ini dia telah masuk ke Taman Kanak-kanak, dan hari-harinya pun lebih banyak dihabiskan di rumah neneknya, entah itu bersama Erika maupun Tiara yang kerap datang untuk menjemputnya. Seperti pada minggu pagi hari ini, suasana rumah Bella terlalu senyap, nyaris tak ada suara terdengar. Deniz sedang berada di rumah Erika menghabiskan libur akhir pekannya, di rumah hanya ada Bella dan Yusuf. Suami istri itu masih terlelap di atas tempat tidur empuk mereka meski jam telah menunjukkan pukul sembilan pagi. Semalam entah berapa kali Yusuf menggempur Bella tanpa tahu waktu dan lel
Janji Yusuf sungguh dia tepati. Berkat dirinya, Malik hanya mendapat hukuman satu tahun penjara, dengan beberapa syarat tentunya. Setelah lepas sebagai tahanan kota selama enam bulan pula, Malik akhirnya bisa pulang ke Indonesia. Ada rencana besar yang akan dia laksanakan di sana. Seluruh keluarga dan kerabat berkumpul di rumah induk yang kini ditempati Yusuf dan Bella untuk menyambut kepulangannya.Selain rasa kangennya terhadap puterinya sudah menggunung, dia pula telah berencana untuk menikahi Leila. Kabar itu sudah lebih dulu diketahui Yusuf dan Bella, keduanya mendukung niat mulia Malik.Sejak menjanda, Leila memang tidak punya niatan untuk mencari pengganti Yusuf, fokusnya hanya merawat puterinya yang diberi nama Aisyah Aktaf. Aisyah seusia dengan Deniz, sekarang usianya telah lebih dari dua tahun, sedang gemar-gemarnya berlatih bicara dan berjalan, sedang usia-usia paling gemasnya.Ketika tahu Malik ak
Sejak lama, nama lain Malik adalah BAYANGAN. Dia memang tak lebih dari bayangan Yusuf. Sejak lahir, Yusuf telah mendapat pengakuan, sesuatu yang tak pernah didapat oleh Malik. Seluruh keluarga dan kolega bisnis Pak Abizard melihat Yusuf sebagai penerus yang mampu, disegani, terpandang, dan punya karisma sebagai calon pemimpin hebat.Hal lain diperoleh oleh Malik. Dia adalah kebalikan, dia adalah aib yang harus disembunyikan, ibarat sampah yang harus ditimbun, atau dibuang jauh-jauh agar tak tercium baunya.Ketika kecil dulu, Malik selalu menatap iri sekaligus kagum kepada Yusuf. Yusuf sungguh sempurna di matanya. Sebagai anak yang tumbuh seorang diri, dia melihat Yusuf tak ubahnya seorang kakak, kakak yang dia harapkan bisa menjaga dan melindungi dia. Malik pernah beberapa kali mencoba mendekati Yusuf, ingin mengajaknya bermain selayaknya anak pada umumnya.Namun, pandangan Malik terhadap Yusuf seketika
Air mata Bella tak kunjung berhenti mengalir, dia terus berada di samping Yusuf yang telah berada di ruang perawatan. Pikiran-pikiran buruk terus mengisi benaknya.“Mas Yusuf ... Tolong jangan tinggalin aku sama Deniz, Mas bahkan sekarang lagi jauh dari Deniz. Aku mohon, Mas. Tolong kuat untuk anak kita ... Kita baru aja menikah, akhirnya kita bisa bersama, tapi kenapa semua langsung jadi buruk lagi?” isak Bella tak kuasa menahan kesedihan.Yusuf yang baru siuman dengan perut diperban berucap tawar, “Apa, sih kamu? Berisik banget, aku mau istirahat, tau.”“Mas Yusuf!” pekik Bella sambil mengguncang tubuh Yusuf. “Ya Tuhan ... aku kira Mas nggak akan bangun lagi! Aku udah panik banget tau, nggak?! Aku panggil Dokter ya sekarang!”“Nggak usah,” sahut Yusuf seraya bangkit untuk duduk.“Jangan dipaksa
“Kamu yang psikopat! Kamu yang nggak sadar diri kamu siapa!” teriak Bella sambil berusaha mendorong Malik agar menjauh darinya.Dengan senyum miring yang tampak mengerikan, Malik menarik Bella agar lebih dekat dengannya. “Aku dengar kamu melahirkan anak laki-laki, sayang banget ya, Bella ... seharusnya bayi itu perempuan ...”Mata Bella terbelalak mendengarnya, seolah dia tahu yang akan dikatakan Malik selanjutnya.“Kamu tau kenapa? Supaya aku bisa menyentuh dia juga suatu saat nanti. Hi hi~”“Nggak punya otak! Padahal kamu sendiri yang sekarang udah punya anak perempuan! Sadar kamu!”“Aku enggak anggap anak itu adalah anak aku, sayang sekali, Bella ...”Tawa Malik terdengar begitu menggelikan sekaligus mencekam. Bella yang sudah naik pitam berniat melayangkan satu pukulan di rahang Malik, tapi
Usai berjalan-jalan bersama dan menikmati keindahan kota Kapadokia, Ririn mengajak Yusuf dan Bella untuk mengunjungi kedai kopi yang dia kelola sendiri. Kedai kopi itu juga masih berada di sekitar kota Kapadokia, orang-orang bisa menikmati segelas kopi di teras sambil memandang jalan-jalan dan kota yang indah.“Ya beginilah kerjaan aku sekarang, Suf. Aku udah nggak mau kerja kantoran lagi, menurut aku lebih enak buka usaha begini,” ujar Ririn sambil meletakkan nampan berisi tiga gelas kopi espresso. “Malik juga kemarin datang ke sini buat minum kopi. Dia juga kayaknya lagi betah di sini.”Bella langsung mengerling menatap Yusuf seolah ada teror di depan matanya. “Malik? Buat apa dia di sini?” Spontan Bella bertanya.“Kenapa emangnya?” Ririn balik bertanya. “Malik juga kan separuh orang Turki, sama kayak Yusuf. Dia juga udah sering kayaknya bolak-balik ke sini.&r