"Jared!" panggil Mato ketika pemuda itu melintas di jalanan dekat pondoknya.
Hari sudah senja tapi tidak ada bedanya di tengah cuaca seperti ini, hampir tiap malam di dera badai tanpa henti. Jared menyebrangi halaman pondok Mato Bizil dengan sepatunya yang tertancap ke lapisan salju.
Mato mengeluarkan sesuatu dari kantongnya kemudian mengulurkannya pada Jared.
"Simpanlah!" Mato memberikan gelang penangkap mimpi dengan ukuran lebih kecil dari yang pernah dia berikan dulu.
"Kau bilang masih sering terganggu dengan mimpi buruk."
Jared memperhatikan benda yang kali ini sudah berada di tangannya, gantungainya bukan cuma dari bulu gagak hitam tapi juga ada beberapa tulang kecil di sel
BANTU VOTE UNTUK MENDUKUNG CERITA INI
Malam harinya badai turun lebih dahsyat dari malam-malam sebelumnya dan sepertinya masih akan terus meningkat beberapa minggu ini sampai nanti mulai mereda menjelang awal musim semi. Deru angin yang berdesing dan butiran es yang ikut terbawa badai menimbulkan suara berisik di atas atap dan membuat daun jendela terus ikut berderik. Mara juga sedang kesulitan untuk tidur, dia tidak pernah suka badai di malam hari, sudah lewat tengah malam ketika Mara merasakan lengan hangat yang memeluknya. Mara sudah hapal aromanya, degup jantungnya ketika bersentuhan dan kehangatannya yang nyaman. "Tidurlah lagi," bisik Jared. "Aku tidak akan mengganggumu." Jared memang hanya memeluk Mara dan ikut menyisip di dalam selimut agar lebih erat. Jared juga tidak bisa tidur lagi setelah mimpinya yang mengerikan.
Setelah badai yang bertubi-tubi dan hawa dingin yang mencengkram tulang, akhirnya salju pertama mulai mencair membawa kicauan riang dari burung kecil yang berlompatan di ranting pohon. Sinar matahari pagi ini juga terlihat lebih jingga, benang cahayanya menembus lapisan es yang mengkristal di atas bebatuan. Musim semi akan segera tiba membawa pucuk-pucuk baru untuk kembali memproduksi oksigen yang lebih segar. Mara membuka jendela kamarnya lebih lebar, membiarkan udara dari luar masuk sebanyak mungkin ke dalam kamarnya yang agak penat. Para pekerja juga sudah mulai beraktifitas utuk menyambut musim semi, mereka terlihat membenahi beberapa bagian istal yang rusak akibat timbunan salju dan badai. Ada kelegaan sekaligus kepedihan yang menyeruak ke dalam dada Mara tiap kali teringat dengan musim semi. Awal musim semi lalu dia masih memili
Jared semakin yakin jika indra pendengaran dan penciumannya memang tumbuh semakin peka, bahkan dia yakin bisa mendengar langkah kaki itu dari kejauhan, langkah kaki dan aroma tembakau yang terbakar. Jared segera sigap untuk bersembunyi, pemuda itu berlari ke sisi hutan yang paling dekat untuk dia jangkau. Jared bersembunyi di balik pohon mahoni yang daunnya telah habis berguguran sama seperti ranting-ranting pohon yang lain. Jared berdiri di balik batang pohon yang lumayan lebar, dia menunggu sampai entah siapa yang ia yakin sedang berjalan melewati jalan setapak menuju danau. Tak berapa lama Jared benar-benar melihat Mateo berjalan menyibak semak di sisis lereng. Pria tua itu bahkan masih memakai sepatu boot karet yang biasa dia gunakan untuk membersihkan istal. Asap rokok yang sedang dia gigit di sisi bibirnya juga terus mengepul asap ke udara, kedua tangannya membawa botol angg
Kamar Mara hanya dalam pencahayaan temaram dari lampu nakas ketika tubuh besar itu sudah menindihnya dengan keras. Mara berusaha untuk berontak tapi kedua tangannya dijerat ke atas kepala dan bibirnya dibekap, netra kelabunya membelalak lebar tapi teriakannya tertahan di tenggorokan. Kaki Mara terus menggeliat untuk lepas tapi juga segera ditekan oleh lutut yang sama kerasnya. Ketika menyaksikan tubuh Mara yang terus menggelinjang, kurang lebih seperti itu juga sebelum Anelies kehabisan napasnya hingga lemas dan pucat. Kilasan itu makin sering menghantuinya seperti kutukan. Ketika kedua tangannya di lepas, Mara segera balas memukul dan mencakar tapi kali ini kancing pakaian rajut tipisnya yang mulai dilucuti. Mara sedang tidak memakai bra jadi gumpalan lembut di dadanya yang juga menegang seketika terpampang begitu saja.
Karena pekerjaan Tobias yang mendadak tidak bisa ditinggalkan akhirnya dia terlambat menjemput Mara dan harus berangkat tergesa-gesa seperti tadi. Untung Mara sudah menyiapkan pakaian di kopernya jadi dia bisa langsung ikut pergi begitu Tobias tiba. Setelah beberapa jam penerbangan Jet pribadi mereka hanya bisa turun di bandara Bradford dan melanjutkan dengan heli untuk sampai di rumah keluarga Loghan. Meskipun sangat lelah karena pergi dengan serba tergesa-gesa tapi sepertinya lelah Mara juga segera terbayar dengan pemandangan perbukitan hijau yang sedang begitu cantik di musim semi dan tentunya rumah besar keluarga Loghan yang menakjubkan. Geby benar-benar seperti tinggal di istana dari negeri dongeng. Mara tidak bisa berhenti terkagum-kagum karena mereka benar-benar memiliki rumah yang tidak kalah besar dengan istana yang ditempati
Sebenarnya Jared sudah datang dari kemarin, dia sudah menemui Geby serta Jeremy sejak ia baru tiba. Jared harus mengarang alasan mengenai kepergiannya kemarin karena jared masih tidak mau mengaku jika sebenarnya ia cuma keluyuran dan bekerja di peternakan keluarga Clark. Jared hanya bercerita pada bibi Beatris karena wanita tua itu pasti akan tetap tahu jika Jared mengarang kebohongan. Bukan maksud Jared untuk berbohong, dia cuma tidak ingin mengecewakan Jeremy Loghan karena dia tahu pria itu sangat perduli padanya. Jared memang tidak pernah bermimpi untuk bisa memiliki saudara laki-laki, tapi ketika pria seperti Jeremy Loghan mau mengakuinya sebagai saudara tentu penghargaan itu juga bukan main-main. "Jared, pilihkan Anggur untukku!" Jared yang baru datang bersama Geby langsung Jeremy panggil untuk bergabung duduk di mejanya. J
Lily benar-benar tidak mengijinkan Jared pergi, gadis kecil itu tidak mau tidur jika tidak ditemani Jared, bahkan pergi ke sekolah pun juga minta di antar oleh Jared. Lily bersekolah di sekolah lokal yang juga dibangun oleh yayasan milik keluarga Loghan, Jeremy ingin Lily tetap berada di lingkungan mereka demikian juga nanti dengan kelima putrinya. Ketika Lily berusia dua belas tahun dia baru akan masuk ke sekolah asrama khusus sama dengan James dan Jeremy dulu. "Mara!" teriak Lily ketika melihat Mara baru menuruni anak tangga. "Hay, kau mau ke mana gadis kecil?" Mara balas menyapa kemudian merunduk untuk mencium Lily. "Aku mau ke sekolah." Tak berapa lama muncul Jared yang menyusul di belakang gadis kecil itu dengan menenteng tas
Jared Landon memiliki rasa yang pekat dan liar, panas seperti bara api yang membakar meskipun mereka sedang berada di tengah derasnya hujan. Mara terus tersengal di atas bak pikap yang keras, salah satu lututnya di peluk dan pinggulnya di dera. Rasanya sudah seperti terkubur badai dan tidak ada lagi yang Mara inginkan sebesar dia menginginkan lelakinya seperti itu. Mara benar-benar sudah tidak tahan dengan penyatuan mereka tapi Jared masih terus menekannya dengan berpusar-pusar. "Tahan, Mara!" "Oh, kau..." Mara terhenyak tapi tetap Jared tekan untuk terus dia isi. "Kau kembali keluar di dalam tubuhku, Jared Landon!" Pemuda itu sama sekali tidak perduli dan tetap menuntaska